Bab 3 : Oh, You Dumb!

2.8K 524 65
                                    

Nolan bajingan!

Sudah tak tahu berapa banyak umpatan yang Edelyn layangkan dari dalam hati sampai yang benar-benar ia kemukakan dengan gamblang sejak satu jam lalu. Tadi sore, ia tiba-tiba mendapat kabar dari Emillia kalau Nolan akan pulang ke Jakarta.

PULANG KE JAKARTA, KATANYA!

Edelyn rasanya ingin menjambak Nolan untuk beberapa hal. Yang pertama dan terutama adalah karena Nolan tidak memberi tahunya sama sekali. Padahal, kemarin, Nolan baru saja makan malam bersamanya. Padahal, apartemen mereka cuma beda dua pintu. Bisa-bisanya Nolan bahkan tidak memberi tahu sama sekali.

Dan kedua, karena... ia tahu Nolan.

Nolan dan segala rasa ketidak nyamanannya berada di antara para konglomerat dan Adhyaksa. Nolan yang memutuskan kabur sejauh mungkin. Dan yang bisa Edelyn lakukan adalah mengikuti ke mana pun Nolan akan kabur. Termasuk, dirinya yang memutuskan melanjutkan S2 di Amerika hanya agar tetap bisa berdekatan dengan lelaki tersebut.

Ada rasa tekhianati yang terasa menusuknya begitu dalam. Lalu, di saat semuanya terasa begitu emosional dan Edelyn meneriakkan kekhawatirannya terkait siapa yang akan berada di sisinya, tahu apa jawaban Nolan?

"Del, mungkin, ini saatnya buat lo nyari cowok, gitu?"

Detik itu juga, Edelyn benar-benar meninju Nolan. Membuat lelaki itu memegangi ulu hatinya karena kesakitan. Di saat seperti ini, sepertinya latihan Muay Thai-nya berguna juga selain untuk membela diri dan memberikan bentuk badan yang ideal.

"Anjing, Del! Sakit!" Nolan memaki masih sambil meringis.

"Masih bagus nggak gue tonjok kepala lo biar lebih waras!" Edelyn berucap sebal sambil memutar bola matanya. "Pakai otak kalau ngomong!"

Nolan masih meringis. Dengan sedikit merunduk. Ia berjalan tertatih ke arah sofa dan menyandarkan tubuhnya di sana. Pukulan Edelyn memang ada gila-gilanya.

"Gue kan ngomong fakta, Del..." Nolan berucap dengan nada terengah menahan sakit. "Lo itu kenapa sih? Dideketin cowok nggak mau? Dikenalin juga nggak mau?"

"Ya, nggak mau aja! Gue bisa kok ngelakuin apa-apa sendiri," balas Edelyn sengit.

"Kalau memang bisa apa-apa sendiri, berarti nggak ada gue juga nggak masalah, dong?" Nolan membalik argumen, membuat Edelyn tercekat sendiri. "Ya, kan?"

Edelyn memalingkan wajah sebal. Nolan bukan anak kandung Darmantara Adhyaksa. Semua orang tahu perihal itu. Wajahnya sama sekali tak mirip ayah sambungnya yang berposisi sebagai Direktur Utama grup Adhyaksa itu. Tetapi, aura dominannya mirip. Sepertinya, ia mendapatkannya dari hasil didikan. Benar kata orang, kadang bisa saja air memang tak lebih dari kental darah, tetapi air lebih mudah bercampur.

Jangan lupakan caranya membalik-balikan kata. Seperti sekarang ini, di depan Edelyn saat ini. Kalau yang satu ini, mungkin menurun dari ibunya.

"Lo jangan melenceng deh dari semua ini!" Edelyn masih marah. Ia ikut melempar diri di sofa. "Lo harusnya kasih tahu gue."

Nolan menarik napas. Mengatur rasa sakitnya yang berangsur menghilang sebelum tersenyum lembut. "Iya, sorry."

Sorry.

God dammit!

Edelyn ingin mengutuki dirinya sendiri. Ia lemah saat menatap Nolan yang memandang dengan penuh rasa bersalah. Marahnya malah hilang, berganti dengan rasa lain.

Tubuh Nolan mendekat dan rasanya, ada aura panas yang menguar. Aura yang membuat Edelyn menahan napas.

"Maaf, ya..." Nolan berkata lagi.

Just BecauseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang