25. Happy With You

2.2K 459 69
                                    

 Sesuai prediksi peta, Nolan sampai tepat waktu di Bandara. Ia memarkir mobil lalu merogoh ponselnya untuk mendapatkan pesan masuk dari Edelyn yang menyatakan bahwa perempuan itu ada di Sate Khas Semanan yang juga merupakan restoran milik keluarga Wilamartha.

Tangan Edelyn yang terlihat melambai membuat Nolan dengan tergopoh menghampiri perempuan yang duduk sendirian dengan sepiring sate dan lontong yang sudah ludes. "Mau pesen, nggak?" Ia menyodorkan buku menu pada Nolan.

Nolan menggeleng. "Lo ... ngapain?" Ia duduk di hadapan Edelyn masih dengan keheranan karena kaget. "Lo balik? Kenapa?"

"Sur... prise?" balas Edelyn berwajah dungu. "Nggak boleh?"

Nolan mengerutkan dahi. "Del..." Ia berdecak pelan. "Lo nggak melakukan sesuatu yang aneh, kan?"

Edelyn mengerutkan dahu sebelum enggeleng cepat-cepat. "Ini lagi summer break, Batman..." Edelyn berdecak sebal. "Lo lupa?"

Nolan mendesis kecil. "Dan lo bilang, selama summer break, lo mau kerja. Kenapa di sini?"

Nolan pikir, Edelyn akan bekerja paruh waktu. Mungkin di toko kue atau restoran. Lalu, kenapa Edelyn malah duduk di hadapannya? Kenapa Edelyn ada di Jakarta? Apa maksudnya semua ini?

"Iya... gue mau kerja. Di BuyMe! YAY!" Edelyn mengangkat tangannya seperti anak kecil yang kegirangan. "Gue bakalan kerja di BuyMe, Batman!"

Kontas dengan Edelyn yang terlihat begitu bersemangat, Nolan langsung menahan napas. "Di BuyMe?" Ia tergagap. Apa-apaan ini?

Edelyn mengangguk dengan penuh antusias. "Daripada gue di sana nganggur, kan? Mending gue di sini... kerja!" Ia cengengesan. Matanya kemudian menatap Nolan dalam-dalam. "Sekalian ketemu lo!"

Nolan menelan ludah. Bertemu dengan Edelyn memang menyenangkan. Tetapi, Edelyn di BuyMe? Semua orang tahu soal Edelyn. Perempuan satu itu jelas sudah dikenal sebagai keponakan Marco. Apalagi, Edelyn masuk jalur orang dalam.

"Sekalian biar ngerasain sekantor sama lo," tambah Edelyn lagi. "Kalau di San Francisco, susah untuk sekantor sama lo. Kalau di sini kan, gampang!"

Nolan diam. Ia mengangguk. Ya, sih. Jadi lebih dekat. Ia diam lagi. Tunggu! Mata Nolan membelalak. "Apa?"

"Apanya apa?" Dengan tampang polos, Edelyn membalas Nolan.

"Lo tadi bilang apa?" Nolan seperti orang dungu. "Lo bilang biar apa?"

Senyum Edelyn mengembang dengan jahil. "Lo kerja di BuyMe, kan?" Kalimat itu terdengar menuduh.

"Kok lo bisa—"

"Memangnya gue bego banget, ya?" balas Edelyn sebal. "Om Marco ngasih tahu kalau lo ada di BuyMe!"

Nolan mengerang kecil. Marco dan keluarga Adhyaksa memang cukup dekat. Dia merupakan teman baik Arjuna karena sama-sama bersekolah sejak SMP sampai kuliah di Amerika. Impian mereka jadi besan kandas karena anak mereka berdua sama-sama perempuan. Sekarang, mereka jadi tim paling hore dalam menjodohkan Nolan dan Edelyn terlepas dari si kakak—alias ibu Edelyn—yang sepertinya anti pada Nolan.

Lagipula, Nolan yakin, walau Edelyn punya akses keuangan yang tidak terbatas dari orangtuanya, kedatangan Edelyn ke Indonesia kali ini sepenuhnya disponsori oleh Marco.

Pasti! Valid! No debat!

"Jadi, nanti, gue bakalan masuk ke timnya Tante—eh, Mbak—Hazelia! Di marketing, tapi nggak tahu di sebelah mana. Om Marco bilang nanti terserah Mbak Lia aja," cerocos Edelyn. "Tapi, kata Mbak Lia, di tim campaign."

Tunggu! Nolan membelalak. Mbak Lia? Ingatannya terlempar ke beberapa hari lalu. Sial! Lia sudah tahu rupanya. Makanya, ia bertanya soal hubungannya dengan Anggia. Makanya, ia mengonfirmasi semuanya.

Dan tim campaign.... Tim-nya Anggia.

Sial! Sial! Sial! Apa-apaan smua ini?

Apa Mbak Lia benar-benar sudah tidak waras? Dia sengaja, ya?

Nolan tidak mengerti. Bagaimana mungkin Lia bisa merahasiakan ini semua darinya. Ah! Mbak Lia gila!

"Lo nggak seneng gue di Jakarta, emangnya?" Edelyn tiba-tiba bertanya.

"Hah?"

"Muka lo ... kelihatan nggak suka," celetuk Edelyn lagi.

Nolan mengambil napas panjang-panjang. Edelyn harus tahu, Nolan benar-benar bisa gila bahagia. Ia benar-benar sebahagia itu! Masalahnya, ini terlalu mendadak dan Nolan benar-benar kebingungan. Apa yang harus ia lakukan? Bagaimana ia bersikap? Dan lebih parahnya, bagaimana ia bisa melepaskan Edelyn jika perempuan ini terus berada di sebelahnya? Bagaimana ia menghapus perasaan pada perempuan itu kalau Edelyn terus menerus ada di sana? Dan bagaimana ia bisa membuat Edelyn melupakannya?

Tidak. Nolan tidak ingin memakai cara ekstrim dengan memacari perempuan lain lagi. Sepertinya, sudah cukup untuk bermain-main seperti anak kecil. Dulu pun, Nolan berpacaran dengan perempuan lain karena murni merasa Edelyn adalah adiknya. Perasaannya tak sebesar itu. Atau Nolan yang terus menerus menolak perasaan itu mengingat usia Edelyn masih sangat muda.

Ketika Edelyn beranjak dewasa, Nolan mulai berhenti mencari perempuan yang ia rasa bisa mengisi hatinya yang kosong. Ia semakin sadar bahwa setiap perempuan itu cuma akan selalu ia bandingkan dengan Edelyn. Ia sadar bahwa ia akan selalu memprioritaskan Edelyn.

Dan di saat itu, sepertinya, Nolan mulai melihat Edelyn sebagai... perempuan dewasa. Dia bukan anak-anak. Dia bukan adiknya. Walau ia terus mengucapkannya di mulut. Nolan tahu, Edelyn lebih dari seorang adik.

Dan, mereka berdua sama-sama tahu perasaan masing-masing sekarang. Pasalnya, Nolan pikir, setelah kemarin, ia akan pergi. Setidaknya, ia harus jujur. Sayangnya, kejujuran itu jadi terasa salah karena Edelyn—yang bisa menyandang predikat cewek gila itu—nekat menyusul dan tidak ada yang bisa Nolan lakukan sekarang.

Atau mungkin, ini kesempatan? Kesempatan mengingat Darma tetap akan memaksanya menjadi CEO Aksa dalam satu tahun ke depan.

Jujur saja, posisi itu sudah menggoda Nolan sejak lama. Tetapi, Nolan menahannya rapat-rapat karena merasa tidak enak hati. Hingga, tamparan Darma menyadarkannya: menjadi CEO Aksa dan balas budi dengan menghasilkan uang untuk Adhyaksa sebanyak-banyaknya jauh lebih baik daripada kabur dan pergi.

Fair point.

Masalahnya, apakah jadi CEO Aksa lantas membuat dirinya langsung bisa kaya raya? Menjadi CEO sebuah startup berbeda dengan jadi Direktur Utama perusahaan korporasi besar. Ditambah lagi, Nolan bukan 'pemilik' Aksa. Ia hanya akan jadi professional CEO.

Apa gajinya sudah cukup layak untuk bersanding dengan Edelyn? Kapan sekiranya ia bisa? Apa lebih baik ia maju sekarang? Apa tidak apa-apa untuk maju dengan tangan kosong begini?

Dan tentang yang tadi...

Tentang alasan kepulangannya...

Tentang semuanya itu...

Ah, ini rumit!

"Lo nggak suka gue deket-deket sama lo, ya?" Kalimat itu diulang Edelyn. "Atau... lo udah punya cewek lagi di sini?"

"BELUM!" Mata Nolan membelalak dan menggeleng cepat. Ia rasanya ingin berteriak: You know my heart is yours, Del.

"Belum tuh jadi 'akan'?"

"BUKAN! Nggak! Aduh! Apa, sih?" Nolan terlihat kacau. Ia salah tingkah. "Apaan sih, Del! Ah!"

Edelyn tertawa melihat Nolan yang malah seperti anak kecil—seperti pencuri tertangkap yang lucu. Tawa yang kemudian menular pada Nolan.

Nolan tahu, keberadaan Edelyn mungkin akan memperumit hidupnya ke depan. Ia tidak tahu bagaimana kelanjutan ceritanya nanti. Tetapi, hari ini, Nolan bahagia. Bertemu dengan Edelyn lagi membuat Nolan nyaris menangis senang. Untuk saat ini, Nolan mau bahagia. Boleh kan Nolan menikmati bahagianya walau besok hidupnya seperti neraka?

Just BecauseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang