"Terima kasih sudah meminjamkan ini padaku."
Perempuan yang sejak kemarin sudah menyiapkan mental untuk dirundung satu sekolah karena menyukai laki-laki di hadapannya bingung dengan kejadian yang saat ini dia alami. Laki-laki yang hanya beberapa kali berbicara dengannya saat orientasi itu memberikan sebuah novel kepadanya seolah mengembalikan buku yang bahkan dia tidak tahu apa isinya.
"Aku baru sampai setengah membacanya, tapi kakakku kemarin mengatakan kau mendapatkan masalah karena aku meminjam buku ini."
Selain perempuan itu yang tidak bisa memproses keadaan, siswi lain mendekati mereka dan menanyakan tentang apa yang terjadi. Setidaknya pertanyaan itu mewakili semua pertanyaan yang ada dalam benak mereka semua.
"Ah, kemarin ada rumor kalau dia menyukaiku kan, itu sedikit lucu tapi itu hanya salah paham. Dia menyukai buku yang sama denganku, Call Me Dion. Apa kau tahu? Itu biografi dari Abraham Dion. Dia punya buku dengan tanda tangan penulisnya, jadi aku sedikit tertarik. Dia memang menyukai Dion, tapi bukan aku. Benar kan?"
Perempuan itu tidak tahu bagaimana Dion membawa alur pembicaraan, tetapi hanya dengan menatap netra laki-laki itu dia sudah tahu bahwa dia harus mengikuti alur yang sudah diciptakan.
"Iya, aku cukup beruntung mendapatkan bukunya di online."
"Maaf jadi melibatkanmu dengan hal yang konyol, aku akan mengembalikan bukumu. Ah... kau harus menjaga bukumu dengan baik. Kau tahu sulit untuk mendapatkan buku Abraham Dion yang sudah ditandatangani."
Perempuan itu mengangguk dan membalas salam Dion yang meninggalkan ruang kelasnya. Tidak lama setelah itu, rumor yang menyesakkan mulai menghilang. Meskipun tidak ada orang yang meminta maaf padanya, tapi itu sudah cukup. Dia tidak harus menghabiskan waktu SMA-nya dengan rasa malu.
***
"Abraham Dion? Kau memikirkan sesuatu yang menarik."
"Kau pikir ini salah siapa? Aku tidak ingin terlibat dengan masalah dan kau justru membuat masalah datang kepadaku. Dan dalam satu malam kau berharap aku menemukan jawaban? Jangan konyol."
"Kau membuatnya kan, novel itu."
Dion duduk di sebelah William dan membuka kaleng soda. Setidaknya duduk sebentar sebelum jam istirahat selesai ide yang lumayan.
"Aku hanya mencari judul yang masuk akal dan membuat covernya. Ah, ngomong-ngomong, aku mengambil salah satu buku kakak dan merobek covernya."
Sudah William duga, adiknya memang tidak akan pernah berhenti membuat masalah.
"Itu bukan buku yang penting kan?"
"Kurasa tidak penting? Mungkin itu salah satu buku yang kakak baca saat butuh bahan bacaan biasa."
"Baguslah kau sadar. Tapi kau tidak menyangka kau akan menggunakan nama Abraham Dion."
"Menggabungkan namaku dan kakek, ide yang bagus kan?"
William kehabisan kata-kata dengan ide adiknya. Caldion memang selalu menjadi yang paling kreatif seperti mama mereka. Tetapi William setidaknya berharap adiknya itu memiliki setidaknya sedikit akal sehat agar tidak selalu memancing amarah orang lain, amarahnya mungkin?
"Jadi siapa pelaku yang membuatku harus bekerja keras kemarin malam?" Tanya Dion serius. Dia sudah menghabiskan minumannya dan ingin mengetahui apa yang sebenarnya terjadi. Dia sangat tidak tertarik terlibat dengan William di sekolah, tetapi kakaknya itu yang lebih dulu melibatkannya. Setidaknya dia ingin tahu alasannya.
"Aku tidak tahu."
Dion menatap kakaknya yang memasang wajah frustrasi.
"Pelakunya bukan perempuan anak teman papa kan? Aku tidak ingin terlibat dengan perempuan itu. Sama sekali."
KAMU SEDANG MEMBACA
Viola
ChickLitAlinea sudah mengira kalau dirinya sudah cukup merasa sakit karena William tetapi saat laki-laki itu kembali bersikap baik kepadanya dia tidak bisa menghentikan perasaannya. Dia memang perempuan bodoh yang sulit move on dari laki-laki seperti Willia...