<3> "Pertemuan pertama"

645 56 4
                                    

Satu minggu sudah berlalu aku tinggal dan meraih mimpi di kota ini. Sejak itu juga aku sudah hilir mudik dari satu panggung ke panggung lain di berbagi kota. Namaku mulai naik setelah penampilan perdana ku minggu lalu.

Hal itu membuat ku dapat bernapas lega setelah dapat menjual suaraku dengan baik dan membuat orang lain suka mendengarnya. Rasa-rasanya mimpi yang selama ini ku rasa hanya sebuah angan-angan kini terwujud.

Usaha yang diriku dan bang Rudy lakukan seminggu ini berbuah hasil. Aku mendapat undangan untuk menghadiri acara yang mengundang tamu-tamu terkenal dan sedang viral. Dan aku termasuk di dalamnya.

"Setelah di sana, tolong jangan mempermalukan diri. Jadilah seseorang yang gampang di dekati supaya Lo punya relasi sama artis-artis lain. Cari muka di depan mereka supaya Lo bisa ikut terkenal, ngerti?!"

Penjelasan dari bang Rudy sedikit mengganggu pikiranku. Bukankah terkenal dengan usaha sendiri lebih baik dari pada harus mendompleng ketenaran seseorang. Kenapa bang Rudy memiliki pemikiran seperti itu.

Apa dia meragukan usahaku?

"Baik, aku akan berusaha, Bang," dengan nada antusias, ku usahakan tersenyum lebar pada bang Rudy. Walau tidak ada balasan senyum darinya.

Aku melangkah masuk pada halaman rumah besar yang menjadi tuan rumah acara. Sedikit berkenalan dengan orang-orang di sana dengan menunjukan wajah penuh antusias. Mereka ada yang menyambut baik diriku dan sebagian seperti tidak menyukai kehadiran pendatang baru seperti ku.

Memang sudah hukum alam, bagi mereka yang baru harus banyak menjilat di depan senior agar setidaknya memiliki interaksi dengan mereka. Tujuannya tentu untuk ikut naik pamor dengan nama si senior yang sudah lebih dulu terkenal.

"Raja Nusantara?"

Seseorang memanggilku dari arah jauh, ku perhatikan orang yang baru saja memanggil namaku. Di lihat-lihat, aku tidak mengenalnya sama sekali. Siapa dia?

"Hallo Raja! Kamu yang sedang banyak di perbincangkan akhir-akhir ini, bukan?"

Hanya anggukkan sebagai respon yang dapat ku balas. Ingin mulai mengikuti arah pembicaraan sedikit canggung untuk diriku yang tidak pandai akan hal itu.

"Terimakasih,"

"Penampilan Lo bagus banget. Tidak heran banyak penggemar yang langsung suka. Lagu lo bakal naik nanti, dan pintu ke suksesan sudah di depan mata!"

Aku tersenyum menanggapi, "masih jauh, bukankah tidak bagus berpuas diri?"

Percakapan kami mengalir begitu saja, yang ku kenal tentang dirinya adalah satu anggota gitaris dari group band terkenal. Yang sebelumnya kita pernah satu panggung. Dan dia yang mengiringi satu lagu yang ku nyanyikan.

Acara tersebut berlangsung lancar, dengan diriku yang berhasil bersosialisasi pada mereka yang sudah terkenal maupun masih merintis seperti ku. Sampai presensi seseorang yang berdiri di hadapanku membuat ku menegang sesaat.

Kami saling memandang tepat pada manik masing-masing. Aku dapat merasakan degup jantung yang berdebar tidak normal. Ada perasaan terkejut sekaligus bahagia dapat melihat salah satu keluarga ku yang selama ini ku nantikan bertemu dengan mereka.

Dia adalah kakak pertamaku, Kaisar Bagaskara.

"Hai—

Sapaanku terpotong kala Bang Kaisar pergi berlalu tanpa menyapa balik. Seakan diriku hanya angin lalu, yang di lewati begitu saja karena tidak penting. Apa abang tidak mengenal ku?

Ah, tentu saja dia tidak ingat denganku. Perpisahan ku dengannya berlangsung selama lima belas tahun. Aku dan abang berpisah saat umur masih belia. Tentu wajah dan perawakannya sudah berbeda dengan yang terakhir di temui.

Jangan Ajari Aku Sabar [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang