20.Pedestal

3 0 0
                                    

Pagi tiba dengan cepat. Matahari menyinari pulau, tapi di dalam hutan, bayang-bayang pepohonan yang menjulang tinggi membuat suasana tetap redup. Alex, Maya, Dito, dan Rina bergegas membereskan kemah mereka, menyimpan barang-barang ke dalam tas, dan memastikan tidak ada yang tertinggal. Peta itu sekarang menjadi panduan utama mereka, dan Alex memegangnya dengan hati-hati, memastikan setiap detil diperhatikan.

"Kalau benar ini jalurnya, kita harus melalui medan yang lebih berat mulai dari sini," Alex memperingatkan. "Ada sungai besar yang harus kita seberangi di depan, lalu kita masuk ke area hutan yang lebih dalam."

Maya memandang ke depan dengan wajah tegang. "Sepertinya tidak akan mudah. Tetapi jika peta ini benar, kita semakin dekat dengan sesuatu yang besar."

Mereka berjalan dengan langkah cepat, menyeberangi sungai yang deras dengan hati-hati. Dito mengikatkan tali pengaman di sekitar tubuhnya dan membantu yang lain melewati arus kuat itu satu per satu. Setelah semua berhasil menyeberang, mereka melanjutkan ke area yang lebih liar di dalam hutan.

Setiap langkah terasa semakin berat. Rerumputan tinggi menyelimuti jalan mereka, dan pohon-pohon besar dengan akar yang mencuat dari tanah membuat perjalanan semakin sulit. Suara burung-burung eksotis dan binatang hutan lainnya sesekali terdengar di sekitar mereka, menambah nuansa misterius di hutan ini.

Rina yang sejak tadi terlihat waspada, tiba-tiba berhenti dan menoleh ke arah sekelompok batu yang tampak tidak biasa. "Tunggu... kalian lihat itu?" tanyanya sambil menunjuk ke sebuah formasi batu yang tampaknya tersusun secara tidak alami.

Alex berhenti dan mendekati formasi batu itu. "Ini bukan formasi alam. Sepertinya ini salah satu penanda di peta."

Dito mendekat dan menatap lebih tajam. "Bisa jadi. Simbol-simbol ini mirip dengan yang ada di peta."

Maya mengeluarkan peta dan mencocokkannya dengan batu-batu itu. "Ya, kita berada di jalur yang benar. Tapi lihat," dia menunjuk sebuah tanda di peta yang tampaknya menunjukkan arah ke bawah. "Ada sesuatu yang tersembunyi di sini."

Setelah mengamati dengan lebih saksama, mereka menyadari ada pintu rahasia di antara bebatuan tersebut, tersembunyi oleh semak-semak yang tumbuh lebat. Pintu itu berat, terbuat dari batu tua yang tampaknya telah lama tertutup, dan di bagian tengahnya terdapat ukiran rumit yang menyerupai simbol-simbol kuno.

"Kita perlu mencari cara untuk membukanya," ujar Alex, suaranya terdengar sedikit gugup.

Dito mengeluarkan pisau lipatnya dan mulai menghapus lumut yang menutupi sebagian ukiran. "Ini pasti semacam mekanisme. Simbol-simbol ini... kita pernah melihat yang mirip di gua sebelumnya, kan?"

Mereka mulai menyatukan potongan informasi yang mereka dapatkan dari perjalanan mereka sejauh ini. Simbol-simbol di pintu mulai terlihat seperti teka-teki yang harus mereka pecahkan. Dengan hati-hati, mereka mencoba memutar batu dan menggerakkan bagian-bagian pintu sesuai dengan petunjuk dari peta.

"Ayo, pasti ada kuncinya di sini," gumam Alex sambil terus berusaha. "Pintu ini adalah penghubung ke sesuatu yang penting."

Beberapa menit kemudian, terdengar suara klik yang halus, diikuti dengan gemeretak keras dari batu yang bergeser. Pintu itu perlahan-lahan terbuka, mengungkapkan lorong gelap yang mengarah ke dalam tanah.

Rina menghela napas panjang. "Apakah kita benar-benar akan masuk ke dalam sana?"

Maya mengangguk, meski wajahnya menunjukkan sedikit keraguan. "Kita sudah sejauh ini. Kita tidak bisa mundur sekarang."

Dengan senter di tangan, mereka mulai menuruni lorong batu yang sempit, menyusuri jalan yang gelap dan berkelok-kelok. Dinding lorong dipenuhi ukiran-ukiran kuno yang tampaknya menceritakan kisah peradaban yang telah lama hilang. Mereka merasakan ketegangan di udara, seolah-olah setiap langkah mereka mendekatkan pada sesuatu yang besar—sesuatu yang akan mengubah segalanya.

Setelah berjalan cukup jauh, lorong itu mulai terbuka, mengarah ke sebuah ruangan besar yang dipenuhi dengan simbol dan artefak kuno. Di tengah ruangan, terdapat sebuah pedestal batu yang memancarkan cahaya samar. Di atasnya, sebuah bola kristal lain—mirip dengan yang mereka temukan sebelumnya—berkilauan dalam cahaya redup.

Alex mendekati pedestal itu dengan hati-hati, sementara yang lain mengamati sekeliling. "Ini seperti pusat dari semua ini," katanya pelan. "Kita semakin dekat dengan rahasia yang tersembunyi."

Namun, sebelum mereka sempat menyentuh bola kristal tersebut, terdengar suara gemuruh dari balik dinding. Mereka saling berpandangan, menyadari bahwa mereka mungkin tidak sendirian di dalam tempat ini.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 25 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

PETUALANGAN DI PULAU TERPENCILTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang