Kenangan

3 1 0
                                    


Pulang dari toko bunga tempatnya bekerja, Karin langsung menghempaskan tubuhnya di atas kasur. Ia melirik sekilas jam di pergelangan tangannya. Ternyata waktu sudah menunjukkan pukul setengah delapan malam.

Karin bangkit dari kasur, kemudian berjalan menuruni anak tangga dengan malas. Ia melangkah menuju dapur. Setibanya di dapur, ia langsung membuka kulkas, mencoba mengecek apakah ada sesuatu yang bisa ia masak atau makan. Ia menghela napas lega, ternyata isi kulkasnya masih ada tiga jenis  sayuran segar, beberapa potong roti, es krim, beberapa butir telur di rak pintu kulkas, dan masih ada dua jenis ikan segar di freezer.

Ia berdiri lama di depan kulkas, bingung memikirkan masakan apa yang akan ia buat untuk malam ini.

Karin menggaruk kepalanya. "Masak apa, yah?"

Karena kebingungan akhirnya ia menutup kembali kulkas, tetapi tiba-tiba matanya tertuju pada tiga bungkus mie instan yang ada di atas meja. Ia baru ingat kalau dua hari yang lalu ia membeli mie instan, tapi belum menyentuhnya sama sekali.

Karin mengambil dua butir telur dan sawi hijau dari dalam kulkas, malam ini ia ingin memanjakan diri dengan sebungkus mie instan. Ia akan membuatnya sepedas mungkin.

Karin menuangkan air ke dalam panci, kemudian meletakkannya di atas kompor yang sudah ia nyalakan. Sambil menunggu air mendidih, ia duduk di sofa ruang tamu seraya memainkan ponsel miliknya.

Ia mengecek beberapa pesan yang dikirimkan padanya, dan ada pesan yang membuatnya ingin membuang handphone-nya ke luar jendela.

[Mati saja kau! Dasar benaluuu!]

Siapa lagi yang mengirim pesan itu kalau bukan Dhea.

"Kau yang benalu. Dasar ular beludak," Karin memaki sambil menunjuk handphone-nya. Ia tidak mau membalas pesan itu, bukan karena takut, tetapi ia malas berurusan dengan ular beludak itu.

Kemudian Karin membuka pesan dari Hana, pesan yang membuatnya menghela napas. Gadis itu suka sekali menggodanya.

[Eheeem! Apakah ada tanda-tanda kalau sarang laba-laba di sela-sela jarimu akan menghilang? Kalau ada, minimal traktir, dong! Traktir! Mana pangeran berkudamu yang waktu itu? Hilangkah? Atau si pangeran tidak memberimu kepastian?]

[Traktir, traktir ... utangmu bayar. Kau punya utang, yah, seratus ribu.] balas Karin.

Satu menit kemudian Hana kembali mengirimkan pesan padanya.

[Aku akan membayarnya, itupun kalau aku mengingatnya. Aku akan membayarnya di malam pergantian tahun. Janji! Aku akan membayarnya pagi-pagi benar.]

Karin menggelengkan kepala membaca isi pesan yang dikirimkan Hana padanya.

Karin teringat dengan air yang ia masak tadi, ia meletakkan handphone-nya di atas sofa, dengan buru-buru ia berdiri, kemudian berlari menuju dapur.

Karin membuka tutup panci, ternyata airnya sudah matang. Ia membuka bungkus mie instan dan memasukkannya ke dalam panci, ia juga memasukkan sawi yang sudah ia iris menjadi beberapa bagian, tak lupa juga memasukkan dua butir telur, lalu mengaduknya.

Mie instan yang ia buat akhirnya siap untuk disantap. Ia duduk di meja makan menikmati mie itu dengan syahdu, rasa pedas di lidah membuatnya makin semangat menyantapnya.

Selesai makan Karin kembali ke kamar, merebahkan dirinya di atas kasur. Saat ingin memainkan handphone-nya, ia baru ingat kalau ia meninggalkan handphone-nya di ruang tamu. Ia menghela napas kasar, sebenarnya ia malas untuk turun lagi ke bawah, tapi mau bagaimana ia butuh benda itu.

Saat berada di anak tangga terakhir, entah kenapa mata Karin tertuju pada gudang yang ada di dekat tangga. Ia malah melangkah menuju ke gudang itu ketimbang mengambil handphone yang ada di sofa.

PromiseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang