Damar menatap ponselnya seraya mengacak rambutnya frustasi, ia bingung apakah harus menelpon Karin atau tidak. Sudah hampir lima belas menit ia menggenggam ponselnya, tetapi tidak melakukan apapun dengan benda itu.
Setelah kejadian di taman, ketika ia mengantar Karin pulang. Ia memberanikan diri untuk meminta nomor telepon Karin, tetapi sampai saat ini ia belum menelepon gadis itu sama sekali.
Damar menghembuskan napas dengan kasar, ia berdiri dengan jengkel meninggalkan ponsel di atas meja, ia melangkah keluar dari ruang kerjanya. Ia menaiki anak tangga dengan pikiran yang penuh dengan pertimbangan.
Di anak tangga keenam ia berhenti, kemudian berbalik menuruni kembali undakan tangga. ia memilih untuk masuk lagi ke ruang kerjanya. Ia membanting pintu dengan keras, ia juga tidak mengerti kenapa perasaannya malam ini jadi tidak karuan.
Ia menghempaskan tubuhnya di atas kursi, ia menatap tumpukkan berkas-berkas yang ada di atas meja, rasanya ia ingin mengacak-ngacak dan merobek tumpukkan kertas itu. Namun, ia membuang perasaan itu jauh-jauh.
Ia meraih ponselnya, ia mengetik sebuah pesan, tetapi kembali menghapusnya. Lagi-lagi ia menarik napas, kemudian menghembuskannya dengan perlahan.
Damar mengumpulkan keberanian untuk kembali mengetik pesan di ponselnya, akhirnya ia berhasil dan langsung mengirimnya ke nomor yang ia tuju.
***
Karin sedang berbaring di kasur sambil membaca novel yang beberapa hari lalu ia pinjam dari Hana. Namun, kegiatan membacanya teralihkan ketika mendengar ponselnya berbunyi, pertanda ada pesan masuk.
Ia mengambil ponselnya dengan malas, ia mengernyitkan keningnya ketika melihat ada pesan masuk yang dikirimkan Damar padanya. Ia membuka pesan itu.
[Malam ini kamu ada waktu luang? Kalau ada, saya ingin mengajakmu pergi ke luar sebentar.]
"Eeeh ...?"
Karin berpikir sejenak sebelum membalas pesan itu. Sebenarnya ia sedang malas ke luar rumah malam ini, tapi ia tidak enak jika berbohong kalau dirinya sibuk, padahal sedang tidak melakukan hal penting, hanya membaca novel sambil berbaring.
[Iya, ada.] balas Karin singkat.
Satu menit kemudian Damar kembali mengirimkan pesan padanya.
[Oke, saya akan menjemputmu.]
Karin melotot membaca pesan dari Damar, ia langsung bangkit dari kasur untuk bersiap-siap.
Karin mematut dirinya di cermin sambil berputar-putar. Ia memilih untuk mengenakan dress biru muda yang ia padukan dengan flat shoes berwarna senada. Rambutnya ia kuncir dengan pita berwarna putih.
"Mantap," gumamnya seraya tersenyum.
Untuk pertama kalinya ia sebahagia ini ketika diajak ke luar, padahal biasanya ketika Hana atau Mira mengajaknya ke luar ia hanya akan mengenakan piyama, bahkan tidak pernah berdandan seheboh ini. Ia juga tidak mengerti kenapa ia se-effort ini ketika Damar mengajaknya untuk ke luar.
Karin mendengar ada deru mobil yang berhenti di depan rumahnya, ia mengintip dari balik tirai jendela, tebakannya benar. Ia buru-buru turun dari lantai dua ketika mendengar bel rumahnya berbunyi.
Karin membuka pintu, Damar sudah berdiri di hadapannya sambil tersenyum.
"Kamu sudah siap?"
Karin hanya menganggukkan kepalanya.
Damar membukakan pintu mobil untuknya, mempersilahkannya untuk masuk.
"Dress itu cocok denganmu," puji Damar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Promise
RandomPada dasarnya kita takut kehilangan. Takut ketika orang yang kita sayangi pergi meninggalkan kita, apalagi di saat hidup kita sedang tidak baik-baik saja. Itu yang dirasakan oleh Karin. Ia takut kehilangan orang yang begitu berharga di hidupnya. Ia...