Pertemuan Tengah Malam

63 12 0
                                    




Malam di kampus terasa lebih sunyi dari biasanya. Lampu-lampu jalan yang berkedip-kedip hanya menambah kesan misterius. Gracia duduk di kursi taman kampus, sendirian, sambil menatap langit yang gelap. Pikiran tentang latihan tadi siang masih memenuhi kepalanya.

Tidak jauh dari situ, Anin datang sambil membawa dua kaleng minuman dingin. “Lo udah lama nunggu, Gre?”

Gracia tersenyum tipis. “Nggak, gue cuma mikir aja.”

Anin menyerahkan satu kaleng minuman ke Gracia dan duduk di sebelahnya. “Mikir soal apa? Tentang Crimson Reign?”

Gracia mengangguk pelan sambil membuka kaleng minumannya. “Iya, gue gak nyangka semua ini beneran terjadi. Dulu gue pikir hidup gue bakal biasa-biasa aja di kampus ini. Tapi tiba-tiba gue ketemu Shani, Jinan, dan semua hal aneh mulai muncul.”

“Lo tau gak sih, gue sebenernya sedikit iri sama lo,” Anin tertawa kecil.

“Iri? Kenapa?” Gracia menatap temannya bingung.

“Lo dapet kesempatan buat belajar hal-hal gila kayak gitu. Gue cuma anak kuliah biasa yang kerjaannya ngerjain tugas terus.”

Gracia menghela napas panjang. “Lo gak perlu iri, Nin. Percaya deh, kadang gue ngerasa hidup gue jadi lebih ribet karena semua ini.”

Anin menatap Gracia dengan mata serius. “Tapi lo kuat. Gue liat kok, walaupun lo baru mulai, lo udah bisa ngontrol beberapa hal. Gue yakin lo bakal jadi lebih hebat nantinya.”

Sebelum Gracia bisa menjawab, langkah kaki terdengar mendekat. Dari arah lain taman, Shani muncul dengan ekspresi serius. Dia langsung menuju mereka dengan langkah cepat.

“Kenapa lo di sini, Gre?” tanya Shani tanpa basa-basi. “Gue pikir lo udah balik ke asrama.”

Gracia sedikit kaget melihat kedatangan Shani. “Gue cuma mau cari udara segar aja. Ada apa sih? Lo kelihatan buru-buru banget.”

Shani mendekat dan duduk di sebelah Gracia. “Ada sesuatu yang harus gue kasih tau ke lo.”

Anin yang mendengar itu langsung ikut penasaran. “Apa nih, sesuatu yang penting?”

Shani melirik Anin sebentar sebelum fokus kembali ke Gracia. “Lo mulai ngerasain sesuatu yang gak biasa, kan? Tadi siang waktu latihan, lo bilang ada energi lain yang deketin lo.”

Gracia mengangguk, ingat bagaimana perasaan dingin dan gelap itu merayap di pikirannya. “Iya, gue ngerasain sesuatu, tapi akhirnya gue bisa ngendaliin perasaan itu.”

Shani menarik napas dalam-dalam. “Itu bagus. Tapi... ada satu hal yang harus lo tau. Energi yang lo rasain tadi siang bukan energi biasa. Gue rasa itu adalah tanda kalau ada sesuatu—atau seseorang—yang tertarik sama lo.”

Anin yang dari tadi diam akhirnya buka suara. “Tertarik? Maksud lo, ada yang ngintai Gracia?”

“Bisa dibilang begitu,” jawab Shani serius. “Makanya, gue datang ke sini buat kasih tau lo, Gre. Lo harus lebih hati-hati mulai sekarang. Energi lo lagi bangkit, dan itu bisa menarik perhatian makhluk yang gak seharusnya deket sama lo.”

Gracia langsung merasa gak nyaman. “Tunggu sebentar. Maksud lo, ada kemungkinan gue bakal diserang?”

Shani menatap Gracia dalam-dalam. “Belum tentu diserang. Tapi lo bisa jadi target, iya.”

Anin langsung gelisah. “Gue gak suka ini. Kalo Gracia dalam bahaya, apa lo dan Crimson Reign bisa bantu?”

Shani tersenyum tipis. “Itulah kenapa gue ada di sini. Kami gak akan biarin Gracia jalan sendirian di malam hari kayak gini lagi. Lo harus selalu ada di bawah pengawasan gue atau anggota lain.”

Gracia mendesah. “Jadi gue gak bisa keluar sendiri lagi? Bahkan buat sekadar jalan-jalan malam?”

“Untuk sementara, iya,” jawab Shani tegas. “Sampai lo lebih kuat dan bisa ngontrol energi lo dengan lebih baik.”

Anin menatap Gracia prihatin. “Maaf, Gre. Gue gak nyangka hal ini bakal jadi serumit ini.”

Gracia menggeleng pelan. “Gue juga gak nyangka, Nin. Tapi kalo ini yang harus gue lakukan, ya mau gak mau gue harus terima.”

Shani berdiri dan melihat sekeliling, memastikan gak ada orang lain di sekitar mereka. “Kita harus balik ke gedung latihan. Gue mau cek apakah ada tanda-tanda energi yang mendekat lagi.”

Anin berdiri, tapi Gracia ragu. “Lo yakin, Shan? Gak bisa nunggu sampe besok?”

“Semakin cepet kita tahu apa yang ngintai lo, semakin baik,” Shani menjawab serius. “Gue gak mau ambil risiko.”

Akhirnya, Gracia mengangguk dan berdiri juga. “Oke, ayo kita kesana.”

Mereka bertiga berjalan menuju gedung tua di belakang kampus. Sepanjang perjalanan, Gracia tidak bisa berhenti memikirkan apa yang tadi dikatakan oleh Shani. Siapa atau apa yang tertarik padanya? Dan kenapa sekarang, setelah bertahun-tahun hidup normal, semuanya berubah?

Sesampainya di gedung latihan, suasananya lebih mencekam dari biasanya. Ruangan itu gelap, dan hawa dingin terasa lebih menusuk daripada biasanya. Shani berhenti di depan pintu dan memejamkan mata, mencoba merasakan energi yang ada di sekitar mereka.

“Gue gak suka ini,” gumam Shani.

Anin langsung waspada. “Apa lo ngerasain sesuatu?”

Shani membuka matanya dan mengangguk pelan. “Ada sesuatu di sini. Sesuatu yang gak pernah muncul sebelumnya.”

Gracia langsung merinding. “Apa itu... di dalam?”

Shani mengangguk lagi. “Kita harus masuk. Tapi hati-hati. Jangan sentuh apapun tanpa ijin gue.”

Mereka bertiga masuk perlahan, dengan langkah hati-hati. Gracia bisa merasakan hawa dingin semakin kuat seiring mereka mendekat ke tengah ruangan. Tiba-tiba, sebuah suara samar terdengar dari sudut ruangan. Seperti bisikan yang hampir tidak bisa didengar, tapi jelas ada.

Gracia langsung berhenti. “Lo denger itu?”

Shani mengangguk. “Iya. Itu dia.”

Anin menatap sekeliling dengan gugup. “Itu... apa? Jangan bilang itu hantu?”

Shani gak menjawab, matanya tetap fokus pada sumber suara. “Diam dulu.”

Mereka semua terdiam, hanya suara bisikan yang terdengar, semakin lama semakin jelas. Gracia menatap Shani penuh pertanyaan, tapi Shani hanya memberi isyarat agar tetap tenang.

Tiba-tiba, Shani melangkah cepat ke arah sudut ruangan, tangannya terangkat seolah-olah mencoba menangkap sesuatu di udara. Bisikan itu berhenti mendadak.

“Gue dapet,” kata Shani pelan.

Gracia dan Anin langsung mendekat. “Apa yang lo dapet?” tanya Gracia penasaran.

Shani membuka telapak tangannya, dan di situ, terlihat cahaya kecil berwarna kebiruan bergetar di udara.

“Itu energi yang tadi lo rasain,” jelas Shani. “Dan sekarang gue tau kenapa dia tertarik sama lo.”

Gracia menatap cahaya itu dengan bingung. “Kenapa?”

Shani menatap Gracia dalam-dalam, dengan ekspresi serius. “Karena lo punya hubungan dengan dunia mereka. Lebih kuat dari yang gue kira.”

“Hubungan? Maksud lo apa?” Gracia semakin bingung.

“Lo adalah jembatan,” jawab Shani pelan. “Jembatan antara dunia kita dan dunia mereka. Dan mereka sedang berusaha menggunakan lo.”

Gracia merasa darahnya membeku. Dia menatap Shani dengan mata terbelalak. “Jadi... mereka butuh gue untuk—”

Shani mengangguk. “Dan kita harus pastikan itu gak terjadi.”

Behind Angkasa's Reign Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang