Rencana Yang Dipertaruhkan

53 10 0
                                    







Sore itu, base camp Crimson Reign lebih ramai dari biasanya. Suara-suara diskusi serius memenuhi ruangan ketika seluruh anggota berkumpul di meja besar. Gracia dan Anin duduk bersebelahan, mendengarkan Zee yang tengah memaparkan informasi penting tentang ritual di gedung tua.

“Jadi, menurut sumber yang gue dapet,” Zee menjelaskan sambil memutar layar laptop ke arah mereka, “gedung itu dulu sering dipake buat ritual kuno yang tujuannya ngejaga keseimbangan antara dunia manusia sama dunia gaib. Nah, masalahnya, ada sesuatu yang ngeganggu keseimbangan itu.”

Shani bersandar di kursinya sambil menyilangkan tangan. “Gue udah punya firasat buruk soal ini dari awal. Gedung itu bukan cuma sekadar tempat kosong. Energi di sekitarnya terlalu kuat buat diabaikan.”

Gracia mengangguk, matanya fokus pada layar. “Gue juga ngerasain itu waktu pertama kali masuk ke sana. Kayak ada sesuatu yang pengen keluar tapi terhalang.”

Anin yang duduk di samping Gracia mencondongkan tubuhnya ke depan. “Terus, lo nemu apa lagi, Zee?”

Zee menggulirkan layar ke bawah, menunjukkan beberapa catatan kuno dan gambar-gambar simbol mistis. “Ini simbol-simbol yang dipake dalam ritual itu. Biasanya mereka digambar di lantai atau tembok buat ngejaga portal tetap tertutup. Tapi, dari laporan yang gue baca, sebagian besar simbol di gedung itu udah pudar.”

“Pudar?” tanya Cindy dengan alis terangkat. “Jadi itu penyebabnya kenapa portal mulai kebuka lagi?”

Zee mengangguk. “Iya, dan ini bukan masalah kecil. Kalau kita gak cepet-cepet nutup portalnya, makin banyak makhluk yang bakal keluar.”

Gracia menelan ludah, membayangkan makhluk-makhluk yang mereka hadapi semalam. “Berarti kita harus segera ke sana buat memperbaiki simbol-simbol itu, kan?”

Shani tampak berpikir sejenak sebelum menjawab, “Iya, tapi kita gak bisa sembarangan. Kalau kita salah langkah, malah bisa memperburuk situasi. Kita butuh persiapan matang.”

“Gue bisa bantu gambar ulang simbol-simbolnya,” ujar Anin dengan percaya diri. “Gue udah sering liat ritual kayak gini di internet. Gak susah kok.”

Semua mata langsung tertuju ke Anin dengan tatapan kaget. Jinan yang sedari tadi diam, tertawa kecil. “Lo serius, Nin? Ritual kuno kayak gini jauh lebih kompleks daripada yang lo liat di internet.”

Anin menepuk dadanya dengan bangga. “Eh, jangan remehkan gue. Gue bisa belajar dengan cepat. Selama gue tau caranya, gue bisa ngegambarin simbol itu dengan tepat.”

Shani tersenyum kecil. “Gue percaya sama lo, Nin. Tapi tetep, kita harus pastiin semuanya bener-bener siap sebelum kita pergi ke sana.”

Suasana sejenak hening, hingga Zee kembali bersuara. “Gue nemu info lain. Ada legenda tentang makhluk yang terkunci di balik portal itu. Dia diceritain sebagai sosok penjaga yang marah karena manusia melupakan ritual yang seharusnya dilakukan.”

Gracia menatap Zee dengan mata membulat. “Penjaga? Makhluk apa itu?”

Zee mengangkat bahu. “Gue gak nemuin detail jelas tentang wujudnya. Tapi yang pasti, makhluk itu sangat kuat dan bakal ngelakuin apa aja buat ngejaga portalnya tetap terbuka, termasuk ngebunuh siapa pun yang berusaha nutupnya.”

Cindy menggigit bibir bawahnya. “Kedengerannya kita bakal ngadepin musuh besar kali ini.”

“Bener,” jawab Shani tegas. “Makanya kita harus pastiin kalo semua anggota Crimson Reign siap. Ini bukan lagi soal latihan kecil-kecilan.”

Jinan memandang serius ke arah Gracia dan Anin. “Kalian siap gak buat ini? Ini mungkin bakal lebih berbahaya daripada yang kalian bayangin.”

Gracia menatap Anin, dan Anin balas menatapnya dengan senyum tipis. “Kita udah jauh sejauh ini,” kata Anin santai. “Gak ada alasan buat mundur.”

Gracia mengangguk setuju. “Bener. Kita udah ngeliat sendiri betapa bahayanya makhluk-makhluk itu. Kalo kita gak berbuat sesuatu sekarang, semuanya bakal lebih parah.”

Shani tersenyum puas dengan jawaban mereka. “Bagus. Kalo gitu, kita lanjut ke rencana. Gue sama Jinan bakal ngasih kalian beberapa mantra perlindungan yang harus kalian inget. Cindy sama Zee bakal ngebantu kita buat nyiapin alat-alat ritual.”

“Gue sama Zee udah nyiapin semua peralatan yang kita butuhin,” Cindy menambahkan. “Tinggal gimana caranya kita ngegambarin simbol-simbol itu dengan tepat.”

Anin mengangkat tangan, “Tenang aja, soal gambar simbol, serahin aja ke gue!”

Semua tertawa mendengar kepercayaan diri Anin yang begitu besar, tapi juga lega karena meskipun situasinya serius, mereka masih bisa merasa santai sejenak.

Setelah pertemuan selesai, Gracia dan Anin keluar dari base camp untuk mencari udara segar. Mereka berjalan pelan di sekitar kampus, menyusuri jalan yang penuh pepohonan.

“Gue gak nyangka kita bakal ngadepin masalah segede ini,” kata Gracia sambil menatap langit yang mulai memerah. “Dunia gaib, portal, makhluk penjaga… ini kayak cerita horor yang dulu cuma gue liat di film.”

Anin menghela napas. “Iya, gue juga gak nyangka. Tapi di sisi lain, gue seneng kita jadi bagian dari sesuatu yang lebih besar. Gak cuma jadi mahasiswa biasa yang cuma mikirin kuliah.”

Gracia tersenyum. “Iya, gue juga ngerasa kayak gitu. Tapi tetep aja, gue takut. Gimana kalo kita gak berhasil?”

Anin menepuk bahu Gracia dengan lembut. “Kita harus percaya diri, Gre. Crimson Reign udah punya pengalaman lebih dari kita, dan mereka bakal jaga kita. Kita cuma perlu ngelakuin yang terbaik.”

“Lo bener, Nin,” Gracia tersenyum tipis. “Gue bakal lakuin apa aja buat ngebantu mereka.”

Ketika malam mulai tiba, mereka berdua kembali ke base camp. Di sana, suasana sudah mulai sibuk lagi. Cindy dan Zee tengah menyiapkan berbagai alat ritual di ruang tengah, sementara Jinan dan Shani tampak berdiskusi serius.

“Semua udah siap?” tanya Shani begitu melihat Gracia dan Anin masuk.

“Siap!” jawab mereka berdua serempak.

Shani tersenyum puas. “Bagus. Besok pagi kita akan mulai perjalanan ke gedung tua itu. Kalian istirahat dulu malam ini. Kita butuh fisik dan mental yang kuat buat ngadepin apa yang ada di sana.”

Gracia dan Anin mengangguk, lalu menuju kamar mereka. Meski tubuhnya lelah, pikiran Gracia masih penuh dengan bayangan apa yang akan mereka hadapi besok.

Di dalam kamar, Gracia duduk di tepi tempat tidurnya sambil menatap keluar jendela. Anin yang sudah berbaring di kasur sebelah, tampak sedang sibuk memandangi ponselnya.

“Nin,” Gracia memecah keheningan. “Menurut lo, kita bisa bener-bener nutup portal itu?”

Anin menoleh ke arah Gracia, senyumnya mengembang. “Gue yakin kita bisa, Gre. Selama kita tetap bersama dan fokus, gak ada yang gak mungkin.”

Jawaban itu membuat Gracia merasa sedikit lebih tenang. Meski masih ada ketakutan di hatinya, dia tahu bahwa dengan Anin dan anggota Crimson Reign di sisinya, dia bisa menghadapi apapun yang datang.

“Gue harap lo bener, Nin,” ujar Gracia pelan, sebelum akhirnya merebahkan diri di kasurnya dan menutup matanya, bersiap untuk hari yang menantang di depan.

Behind Angkasa's Reign Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang