Langit malam semakin gelap, hanya diterangi oleh cahaya bulan yang pucat dan bintang-bintang jauh. Suasana di sekitar mereka terasa berat dan menekan. Gracia, Anin, Shani, dan Jinan berdiri membeku di depan sosok gelap besar yang kini muncul dengan mata merah menyala. Ada aura mencekam di sekitar makhluk itu, yang membuat bulu kuduk Gracia meremang.
“Lo seriusan, Shan? Dia datang buat gue?” Gracia bergumam dengan suara gemetar, matanya masih terkunci pada sosok menyeramkan itu.
Shani yang berdiri di sampingnya, menarik napas dalam-dalam. “Iya, Gre. Makhluk itu gak ada di sini tanpa alasan. Dia pasti tertarik sama energi lo.”
Jinan menyipitkan mata, memperhatikan gerakan makhluk itu. “Gue bisa ngerasain energi jahat yang kuat dari dia. Kita harus berhati-hati.”
Anin, yang sejak tadi berdiri di belakang Gracia, akhirnya bersuara dengan nada cemas. “Gue gak suka ini, guys. Apa kita gak sebaiknya kabur aja?”
“Gak mungkin kabur sekarang,” jawab Shani tegas. “Kalau kita kabur, makhluk itu bakal ngejar kita. Dia udah mengunci targetnya—Gracia.”
Gracia menelan ludah. “Jadi... apa yang harus gue lakuin?”
Shani menatap Gracia dengan tatapan serius. “Ini waktunya lo pake perisai yang tadi kita latih. Lo udah siap buat ujian pertama lo, Gre. Kita semua di sini buat dukung lo, tapi lo harus bisa pertahanin diri lo.”
Gracia menatap makhluk besar itu dengan gugup, tapi dia tahu dia tidak bisa lari. Ini ujian pertamanya, seperti yang Shani katakan. Kalau dia gagal sekarang, dia tidak akan tahu apa yang akan terjadi selanjutnya.
Gracia memejamkan mata, berusaha mengontrol napasnya, dan fokus pada energi di dalam tubuhnya. “Oke, gue bakal coba,” gumamnya pelan.
“Bagus. Ingat, lo cuma perlu pertahanin diri lo. Gak usah mikirin buat nyerang,” kata Shani sambil meletakkan tangan di bahu Gracia, memberi dukungan.
Gracia menarik napas dalam-dalam, merasakan aliran energi yang mulai terkumpul di dalam tubuhnya. Dia membayangkan energi itu keluar dari tubuhnya, membentuk perisai pelindung seperti yang dia latih tadi.
Sementara itu, makhluk besar itu mulai bergerak. Langkahnya berat, dan setiap kali dia melangkah, tanah di bawahnya seperti bergetar. Makhluk itu mendekat, matanya masih tertuju pada Gracia, seolah-olah dia adalah mangsa yang ditunggu-tunggu.
Jinan berdiri di samping Anin, siap jika keadaan semakin memburuk. “Kita harus siap buat ngelindungin dia kalau dia gak bisa tahan serangan pertama,” kata Jinan pelan, matanya tak lepas dari makhluk itu.
“Gue gak suka ini, tapi gue ngerti,” jawab Anin dengan wajah tegang. “Lo bakal back up, kan?”
Jinan mengangguk. “Pasti. Gue dan Shani bakal bantu kalau ada yang gak beres.”
Gracia merasakan ketegangan di udara, tapi dia mencoba fokus. Energi di sekitarnya mulai membentuk lapisan tak terlihat di sekitar tubuhnya, sedikit demi sedikit. Dia mulai merasakan keberadaan perisai itu, meskipun masih lemah.
“Cepet, Gre,” desak Shani. “Makhluk itu udah terlalu deket.”
Gracia membuka matanya dan melihat makhluk itu hanya berjarak beberapa meter darinya. Detik-detik terasa berjalan lambat. Tanpa berpikir panjang, makhluk itu mengangkat salah satu tangannya yang besar dan mulai mengayunkannya ke arah Gracia.
“SEKARANG, GRE!” teriak Shani.
Dengan cepat, Gracia memusatkan seluruh tenaganya pada perisai yang baru dia bentuk. Tiba-tiba, makhluk itu menghantam perisai energi Gracia dengan kekuatan besar, membuat Gracia terdorong beberapa langkah ke belakang. Tapi anehnya, dia masih berdiri. Perisainya berhasil menahan serangan itu, meskipun tubuhnya gemetar karena tekanan yang luar biasa.
“Lo berhasil, Gre!” Anin berseru dengan senang.
Gracia masih belum percaya dengan apa yang baru saja terjadi. Tangannya sedikit gemetar, tapi dia merasa ada perasaan lega karena dia berhasil mempertahankan perisainya, meski serangannya begitu kuat.
Makhluk itu tampak kaget sejenak, seolah-olah dia tidak menyangka bahwa Gracia bisa menahan serangannya. Namun, tatapan mata merahnya kembali penuh amarah, dan dia mengayunkan tangannya lagi, kali ini lebih cepat.
“Gue gak yakin bisa tahan serangan berikutnya!” Gracia berteriak panik.
“Lo bisa, Gre! Fokus! Kumpulin lebih banyak energi!” kata Shani dengan tegas.
Gracia memejamkan mata lagi, kali ini mencoba menarik lebih banyak energi dari dalam dirinya. Dia merasakan hawa panas di dadanya, seperti ada sesuatu yang mendorong keluar dari dalam dirinya. Ketika makhluk itu menyerang lagi, perisai Gracia terasa lebih padat. Serangan makhluk itu kembali menghantam perisai, tapi kali ini Gracia tetap berdiri tegak.
Jinan melirik ke arah Shani, tersenyum tipis. “Dia bener-bener cepat belajar.”
Shani mengangguk setuju. “Iya, tapi kita belum selesai. Makhluk itu pasti punya trik lain.”
Dan benar saja, makhluk itu tiba-tiba berbalik dan menghilang di balik bayang-bayang pepohonan.
“Eh, dia pergi?” tanya Anin, bingung. “Itu artinya kita menang?”
Shani menggeleng pelan. “Gak, dia gak pergi. Dia cuma nyiapin serangan lain. Kita harus tetap waspada.”
Gracia yang masih berdiri dengan perisainya, mengerutkan kening. “Gue ngerasa ada sesuatu yang... aneh.”
Jinan, yang selalu peka terhadap energi sekitarnya, merasakan hal yang sama. “Bener. Ada yang gak beres.”
Dan sebelum mereka sempat bersiap, dari dalam kegelapan, muncul suara gemuruh. Makhluk itu kembali muncul, tapi kali ini dia tidak sendirian. Ada dua sosok gelap lainnya yang mengikuti di belakangnya.
“Ah, sial!” seru Anin. “Banyak banget sekarang!”
“Jangan panik!” Shani segera mengeluarkan energinya sendiri, siap bertarung. “Gre, lo fokus di pertahanan lo. Gue dan Jinan yang bakal tanganin sisanya.”
Jinan segera berdiri di depan, menyatukan kedua tangannya dan membentuk bola cahaya di telapak tangannya. “Gue bakal kasih lo sedikit waktu, Gre. Lo harus bisa tahan serangan mereka.”
Gracia mengangguk, menarik napas dalam-dalam, dan memperkuat perisainya lagi. Makhluk-makhluk itu mulai menyerang secara bersamaan, dan setiap serangan terasa lebih berat dari yang sebelumnya. Tapi Gracia tetap berdiri teguh, meskipun tubuhnya mulai terasa lelah.
Jinan dan Shani, di sisi lain, sibuk bertarung melawan dua makhluk tambahan yang muncul. Bola energi Jinan menghantam salah satu makhluk, sementara Shani menggunakan serangannya yang cepat dan akurat untuk melumpuhkan yang lain.
Gracia melihat mereka bertarung dengan kekuatan yang luar biasa. Di tengah kepanikannya, ada perasaan kagum yang muncul. Dia tahu bahwa dia masih jauh dari level mereka, tapi dia juga tahu bahwa dia ingin bisa berdiri setara dengan mereka suatu hari nanti.
Ketika serangan makhluk-makhluk itu mulai melemah, Gracia merasakan tubuhnya hampir mencapai batas. Namun, dia tetap bertahan. Dia tahu bahwa dirinya tidak bisa menyerah sekarang.
Akhirnya, setelah beberapa menit yang terasa seperti berjam-jam, makhluk-makhluk itu menghilang, seolah-olah mereka menyerah dan kembali ke dunia asal mereka. Suasana menjadi hening lagi, hanya suara napas berat yang terdengar dari Gracia, Shani, Jinan, dan Anin.
“Lo... lo berhasil, Gre,” kata Shani sambil tersenyum bangga. “Ini pertama kali lo hadapi makhluk kayak gitu, dan lo berhasil.”
Gracia tersenyum lelah, hampir tak percaya bahwa dia baru saja bertahan dari sesuatu yang sebesar itu. “Gue... gue gak tau gimana caranya gue bisa lakuin itu.”
Jinan menepuk bahunya. “Lo punya kekuatan besar di dalam diri lo, Gre. Lo mungkin belum sepenuhnya sadar, tapi kemampuan lo luar biasa.”
Anin langsung memeluk Gracia dengan penuh kebanggaan. “Lo keren banget, Gre! Gue kira kita bakal mati tadi!”
Gracia tertawa kecil di tengah napasnya yang masih tersengal-sengal. “Gue juga mikir gitu, Nin.”
Malam itu, meski lelah, Gracia merasakan perasaan baru di dalam dirinya. Ini bukan hanya soal bertahan hidup, tapi juga tentang menemukan kekuatannya sendiri. Dia tahu bahwa perjalanan ini masih panjang, tapi dia juga tahu bahwa dirinya sudah memulai langkah pertamanya menuju sesuatu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Behind Angkasa's Reign
Mystery / ThrillerSemua berawal biasa-biasa aja. Gracia hanya sekedar mahasiswi baru, sama seperti ribuan mahasiswa lainnya, yang datang dengan harapan dan mimpi. Tapi ada sesuatu yang berbeda, sesuatu yang perlahan mulai terungkap. Dan semuanya berubah sejak dia ber...