Dua Puluh Satu

820 227 40
                                    

Anjani dan Robert tiba di Ujung Genteng menjelang pukul lima petang. Jonathan memberi kabar masih dalam perjalanan. Sedangkan istri dan anak-anak Robert tidak bisa ikut berlibur.

Mereka menginap di sebuah hotel yang terletak dekat pantai. Dari jendela kamarnya di lantai dua, Anjani bebas memandang hamparan laut lepas. Esok hari mereka berencana menaklukkan ombak di Pantai Ombak Tujuh. Cuaca diramalkan akan cerah. Namun, mengingat cuaca di Indonesia bisa berubah seenaknya, Anjani tidak bisa benar-benar berharap.

Alih-alih beristirahat, selepas meletakkan barang-barangnya, Anjani mengganti sepatunya dengan sandal jepit. Di depan hotel terdapat kolam renang serta taman yang ditanami aneka pepohonan membuat area di sekitar itu menjadi cukup sejuk. Tidak jauh berjalan, Anjani sudah sampai di tepi pantai. Buliran pasir halus terasa empuk di kakinya. Langit mulai berubah jingga. 

Gulungan ombak menjilati kaki Anjani. Ponsel di sakunya berdering. Bibirnya tersenyum tipis membaca identitas si penelepon.

"Hai, Mas," sapanya riang.

"Jani, kamu nginap di mana?"

"Hotel, Mas."

"Nama hotelnya?"

Anjani berbalik, mencari plang nama hotel. Matanya menyipit sambil mengeja, "Sekayu Inn. Kenapa memangnya, Mas?" Perasaannya mendadak tidak enak. Jangan-jangan—

"Oh, nggak jauh. Saya pindah hotel saja kalau begitu."

Deg!

"Lho? Memangnya Mas di mana sekarang?"

"Saya sudah telanjur booking hotel nggak jauh dari hotel kamu. Nanti saya batalkan saja dan pindah ke hotel kamu."

"M–Mas ada kerjaan di sini?" Euforia kecil menyapa Anjani. Jantungnya berdegup tak karuan. Kai tidak pernah berkata akan menyusulnya ke Sukabumi.

"Enggak."

"Lantas? Mas ngapain di sini?"

"Cuma mau ketemu kamu. Boleh nggak?"

"Eh?"

Kai tertawa. "Habisnya susah banget buat ketemu kamu. Saya samperin ke Surabaya kamunya nggak mau."

"Yah—"

"Nanti malam kita ngobrol panjang, ya."

"Ta–tapi ... saya bareng Om Robert, Mas. Mungkin nanti malam kami makan di luar. Muter-muter di dekat sini nyari ikan bakar," kata Anjani bingung mencari alasan.

Bukannya ia tidak ingin bertemu dengan Kai. Hanya saja, apa yang harus ia katakan pada Robert nanti? Pamannya sama sekali tidak mengetahui kedekatannya dengan Kai. Bila tahu-tahu Kai muncul di hadapan mereka, Anjani akan diberondong dengan beragam tanya.

"Jangan panik begitu. Kan, bisa mengobrol di telepon? Atau kita janjian di lobi setelah om kamu tidur?" goda Kai melerai kegalauan Anjani. 

"Kalau begitu, saya tanyain kamar kosong dulu ke resepsionis. Daripada nanti Mas telanjur batalin tapi gak tahunya di sini penuh. Soalnya kamar di sini gak banyak." 

"Baiklah. Terima kasih, Jani. See you there."

"Ehm, see you, Mas."

Anjani menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Seriusan dia ada di sini?

***

Sambil menyandang tas kameranya, Kai meninggalkan hotel. Pak Ruslan mengantarnya menuju hotel tempat Anjani menginap. Benar saja, semalam Kai tidak kebagian kamar. Alhasil, ia terpaksa menginap di hotel yang sudah dipesannya. Rencana mengobrol dengan Anjani pun berakhir gagal total.

The UndertowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang