Dua Puluh Tiga

851 211 35
                                    

Pagi-pagi sekali Nessa sudah sibuk bersama Karina di  dapur. Telah menjadi rutinitas baginya sarapan pagi di rumah perempuan itu. Kebetulan rumah mereka tidak jauh, beberapa menit saja ditempuh dengan kendaraan. Bahkan, sering Nessa berjalan kaki sekalian olahraga pagi.

Saking seringnya, ia sudah hapal menu sarapan Kai. Wajib kopi hitam tanpa gula, dua buah pisang, menu sarapan yang dihidangkan ibunya, serta air putih. Kai juga menghindari makanan manis. Sungguh kebiasaan yang sehat sekali.

Dua minggu yang lalu Kai absen sarapan bersama. Karina mengatakan Kai ada keperluan ke luar kota meninjau sebuah proyek pembangunan. Pagi ini Nessa berharap Kai hadir di meja makan. Sikap lelaki itu belum berubah, masih bicara ala kadarnya. Nessa sungguh penasaran ingin meluluhkan hatinya.

"Pagi, Kai," Nessa menyapa dengan manis begitu pria itu muncul di dapur. "Maaf, pagi ini kami bikin menu sarapan seadanya. Tante Karin dan aku semalam begadang nonton TV, jadi terlambat bangun," cerocosnya panjang lebar, berusaha keras mengakrabkan diri.

"Kamu nginap di sini?" sahut Kai heran. Ia bergegas menuangkan dua sendok kopi ke dalam cangkir dan menyeduhnya dengan air panas.

Nessa mengangguk. "Kebetulan Om Irwan menghadiri konferensi di Palembang dan orang tuaku liburan ke ke luar kota. Sekalian aja aku menemani Tante Karin di sini."

"Oh!" Kai hanya menggumam sesingkat itu. Timbul rasa bingung. Biasanya Kai yang ditelepon oleh ibunya bila perempuan itu sendirian. "Mama mana?"

"Oh, barusan ke kamar." 

Sang ibu muncul beberapa menit kemudian. "Anak lanang Mama sudah datang. Sudah lama, Kai?"

"Belum, Ma." Kai berusaha melukis senyuman termanis. Kopi pahit yang diminumnya tersangkut di tenggorokan. Ibunya menyentuh lengan Nessa, menyuruhnya duduk. Kedekatan perempuan itu dengan ibunya membuat Kai tidak nyaman.

"Oh, ya. Nanti siang Nessa mau minta tolong sama kamu."

Kai mendongak. "Minta tolong apa?"

Karina hanya tersenyum, kemudian melemparkan pandangan pada Nessa. Seketika perempuan itu mengambil alih pembicaraan.

"Begini, Kai. Kamu bisa menemaniku ke acara pernikahan sepupuku? Nanti siang. Kita berangkat sekitar pukul sebelas."

"Maaf, nggak bisa," tandas Kai tanpa berpikir.

"Kai!" Karina melempar tatapan menegur. "Bukannya hari Minggu begini kamu nggak kemana-mana?"

"Aku ada janji dengan Danny, Ma." Kai baru sadar, sejak Nessa sering datang ke rumah ibunya, ia menjadi lebih sering berbohong demi menghindari acara dadakan yang diatur ibunya bersama Nessa. Kai masih bisa menerima bila ibunya menyuruh mengantar Nessa pulang. Selain dari itu, Kai keberatan.

"Ayolah, sekali ini saja kamu temani Nessa."

"Aku nggak bisa, Ma." Teguh, Kai membalas tatapan ibunya.

"Ka—"

"Nggak apa-apa, Tante," potong Nessa buru-buru mengenggam tangan Karina dan tersenyum riang mengusir kecewa. Tidak mungkin Nessa membiarkan ketegangan itu berlarut-larut, sedangkan dirinyalah penyebabnya. "Mungkin Kai benar-benar ada janji yang nggak bisa dibatalkan bersama temannya. Nanti aku ke datang bareng sepupuku yang lain saja."

"Aduh, Tante jadi nggak enak sama kamu, Nes. Padahal tadi Tante sudah janji." Karina melirik tajam pada putranya.

Kai hanya menunduk, menyuap telur mata sapi setengah matang yang ditaburi lada dan oregano bubuk.

Setelah sarapannya habis, Nessa berpamitan pada Karina. "Aku pulang dulu Tante, habis itu nyalon sebentar," bisiknya pada Karina. "Yuk, Kai. Duluan."

"Ya." Kai mengangguk.

The UndertowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang