HIMEB 009 : Kehilangan Dibalik Kebahagiaan

59 7 0
                                    

Setelah proses kelahiran yang melelahkan, Arsenio terbangun di ruang perawatan dengan tubuh yang lelah dan pikiran yang berkecamuk. Bayi yang baru lahir terbaring di sampingnya, wajahnya kecil dan manis, tetapi kegembiraan Arsenio terasa ternoda oleh kekhawatiran yang terus menghantuinya.

Kiran duduk di tepi ranjang, matanya bersinar saat ia mengamati adiknya. “Bubu, namanya siapa?” tanyanya penuh rasa ingin tahu.

“Belum ada nama, sayang. Kita akan memikirkannya bersama,” jawab Arsenio, berusaha menyembunyikan perasaannya yang bergejolak. Dia ingin berbagi momen indah ini dengan Matthew, tetapi hatinya terasa hampa tanpa kehadirannya.

Saat hari mulai gelap, Arsenio mulai merasa cemas. Di mana Matthew? Dia seharusnya berada di sini bersamanya, mendukungnya, merayakan kelahiran anak mereka. Perasaan ditinggalkan semakin menekan dada Arsenio.

Setelah beberapa jam, seorang perawat masuk dan memberi tahu Arsenio bahwa dia boleh pulang ke rumah. “Kami akan memantau kesehatan Anda dan bayi. Jika ada yang tidak beres, segera hubungi kami,” katanya sebelum pergi.

Arsenio mengangguk, tetapi dia merasa tidak siap untuk pulang. Dia merasa seolah ada yang hilang, sesuatu yang tidak dapat dia ceritakan kepada siapa pun. Kiran masih ceria, bermain dengan mainan yang dibawanya, tetapi Arsenio tidak bisa mengabaikan rasa sepinya.

Saat mereka sampai di rumah, suasana terasa kosong. Kiran berlari menuju kamarnya untuk menunjukkan kepada teman-temannya tentang adiknya, sementara Arsenio duduk di sofa, memandang kosong ke arah dinding. Dia ingin percaya bahwa semua ini akan baik-baik saja, tetapi rasa sakit hati dan kehilangan Matthew terus membayangi.

Di malam hari, saat semua orang sudah tidur, Arsenio duduk sendirian di dapur. Ponselnya bergetar, dan saat dia melihat layarnya, jantungnya berdebar. Itu adalah pesan dari Matthew. Dengan cepat, dia membuka pesan itu.

"Maaf, Arsenio. Aku harus menyelesaikan beberapa urusan yang sangat penting. Aku akan segera kembali. Aku mencintaimu."

Pesan itu membuat Arsenio merasa seperti ditampar. Dia ingin mengerti, tetapi saat itu, rasa sakit dan kemarahan menyelimuti hatinya. “Mencintai?” gumamnya, merasakan air mata menetes di pipinya. “Di mana kau saat aku membutuhkanku?”

Arsenio tahu bahwa Matthew memiliki masa lalu, tetapi mengapa sekarang, di saat yang paling penting, dia harus menghilang? Dia merasa terjebak dalam ketidakpastian dan kehilangan.

Keheningan malam membuat pikirannya semakin kacau. Dia ingin berteriak, tetapi tidak ada suara yang keluar. Semua beban itu terasa terlalu berat untuk dipikul sendirian. Dengan bayang-bayang Matthew yang menghilang, Arsenio merasa hatinya terbelah.

Keesokan harinya, saat Arsenio berusaha menyiapkan sarapan untuk Kiran, dia merasa tubuhnya lemas. Mengurus bayi dan menjaga Kiran di sampingnya menjadi lebih sulit tanpa dukungan. Dia tahu harus melanjutkan, tetapi semangatnya mulai pudar.

Ketika Kiran meminta perhatian lebih, Arsenio berusaha sekuat tenaga untuk tersenyum dan memberikan perhatian. Dia ingin menjadi ayah yang baik, tetapi bayangan Matthew terus menghantuinya.

“Kenapa Bubu terlihat sedih?” tanya Kiran, kepalanya miring, menatap ayahnya dengan penuh kekhawatiran.

“Tidak ada, sayang. Bubu hanya lelah,” jawab Arsenio, meski sebenarnya hatinya berat oleh kekecewaan.

Hari-hari berlalu, dan Arsenio berusaha bertahan. Dia mulai menjalani hidup sehari-hari, tetapi rasa kehilangan itu tidak pernah sirna. Dia merasa terasing dari semua orang, bahkan saat dia bersama Kiran dan adiknya.

Suatu hari, saat Arsenio menunggu pesan dari Matthew, ponselnya bergetar lagi. Kali ini, itu adalah telepon dari dokter Sinta. “Arsenio, bisa kita berbicara?”

Arsenio merasa cemas. “Ada apa, Dokter?” tanyanya, suaranya bergetar.

“Saya ingin memberi tahu Anda beberapa hal penting mengenai kesehatan bayi Anda dan untuk membicarakan tentang langkah selanjutnya,” kata dokter Sinta, suaranya terdengar serius.

Dengan jantung berdebar, Arsenio berjanji untuk datang ke klinik. Rasa khawatir mulai menguasai pikirannya. Dia tidak ingin kehilangan anak-anaknya seperti dia kehilangan Matthew. Ketika dia berpikir tentang masa depan, perasaan cemas kembali muncul.

“Segala sesuatu tampak tidak pasti,” pikirnya, merasakan air mata mengalir lagi. “Mengapa semuanya terasa begitu sulit?”

Arsenio tahu dia harus berjuang untuk anak-anaknya, tetapi ketidakpastian mengenai Matthew terus menghantuinya. Dalam setiap langkahnya, dia merasa terjebak di antara harapan dan kenyataan yang menyakitkan.

---

.
.
.

To be continued.... ♡

Bagaimana pendapatmu tentang bab ini? Apakah semakin seru? Jangan ragu untuk berbagi pemikiranmu di kolom komentar dan beri bintang! ⭐️💬

[𝐁𝐋] He's My Ex-boyfriend Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang