Hari-hari setelah pertemuan di taman berlalu dengan cepat, tetapi pikiran Arsenio tentang Matthew tidak pernah benar-benar hilang. Dia merasakan ketegangan antara keinginan untuk memberi Matthew kesempatan dan rasa takut akan masa lalu yang mungkin terulang kembali.
Suatu sore, Arsenio duduk di kafe tempatnya bekerja, melayani pelanggan sambil terus memikirkan situasi ini. Kiran sudah pulang sekolah dan sedang bermain di rumah, dan Arsenio merasa sedikit lega bisa fokus pada pekerjaannya. Namun, saat melihat jam, ia ingat janji dengan Matthew untuk bertemu.
Matthew ingin berbicara lebih jauh tentang peranannya dalam hidup mereka. Arsenio menyiapkan diri dengan keraguan dan harapan yang campur aduk.
Ketika Matthew tiba, senyum lebar menghiasi wajahnya. “Hey! Terima kasih sudah meluangkan waktu untuk bertemu,” katanya, duduk di meja dekat jendela.
“Terima kasih sudah datang,” jawab Arsenio, berusaha terlihat tenang meskipun hatinya berdebar.
Matthew memesan secangkir kopi dan Arsenio menuangkan untuknya sambil berusaha menjaga suasana tetap santai. “Aku berharap Kiran baik-baik saja,” tambah Matthew, memulai percakapan.
“Dia baik-baik saja. Sedang belajar menggambar,” jawab Arsenio, merasakan sedikit kelegaan saat berbicara tentang anaknya.
“Dia pasti sangat berbakat. Aku ingin melihat hasil gambarnya nanti,” kata Matthew, semangat di matanya.
Arsenio mengangguk, namun suasana mulai berubah ketika Matthew serius. “Arsenio, aku ingin menjelaskan kenapa aku pergi. Aku sangat menyesal atas apa yang terjadi. Waktu itu aku… aku merasa bingung dan tidak siap. Namun, sekarang aku ingin memperbaikinya.”
Arsenio merasakan getaran di dalam hatinya. Dia menginginkan penjelasan, tetapi juga merasa tidak siap untuk mendengarnya. “Matthew, itu sudah lama sekali. Kenapa sekarang kamu muncul kembali?” tanya Arsenio, berusaha bersikap tegas.
“Aku tidak bisa berhenti memikirkanmu dan Kiran. Ketika aku tahu tentang kehamilanmu, itu menghancurkanku. Aku seharusnya tidak pergi. Sekarang aku ingin menjadi bagian dari kehidupan kalian,” jawab Matthew, matanya penuh penyesalan.
Arsenio menghela napas, semua emosi yang tertahan mulai membanjir. “Itu tidak semudah itu. Kamu tahu betapa sulitnya aku dan Kiran selama ini? Aku tidak bisa mempercayaimu begitu saja,” katanya, suaranya bergetar.
“Aku mengerti. Aku tidak meminta kepercayaanmu seketika. Aku hanya ingin menunjukkan bahwa aku serius,” kata Matthew, suara penuh harapan.
Mereka berdua terdiam sejenak, suasana di kafe terasa tegang. Arsenio berusaha mencerna semua yang baru saja dikatakan Matthew. Dia ingin percaya, tetapi rasa sakit masa lalu membuatnya sulit.
“Aku hanya ingin Kiran bahagia. Jika kamu ingin terlibat, buktikan dengan tindakanmu, bukan hanya kata-kata,” jawab Arsenio, suaranya lembut tetapi tegas.
Matthew mengangguk, wajahnya penuh kesungguhan. “Aku akan melakukan apapun untuk membuktikannya. Aku sudah merencanakan sesuatu untuk kalian berdua.”
“Apa maksudmu?” tanya Arsenio, penasaran.
Matthew menarik napas dalam-dalam. “Aku ingin mengajak kalian berlibur akhir pekan ini. Hanya kita bertiga. Aku ingin menunjukkan bahwa aku bisa menjadi sosok ayah yang baik.”
Arsenio terkejut. Dia tahu berlibur bisa jadi cara yang bagus untuk mengenal satu sama lain, tetapi ia juga merasa ragu. “Aku perlu memikirkan ini. Ini bukan keputusan yang mudah,” jawab Arsenio, hatinya berkonflik.
“Tidak ada tekanan. Ambil waktu yang kamu butuhkan. Tapi aku harap kamu mau mempertimbangkan,” kata Matthew, senyumnya tidak pudar meski ada keraguan di wajah Arsenio.
Setelah pertemuan itu, Arsenio kembali ke rumah dengan perasaan campur aduk. Kiran menyambutnya dengan senyuman ceria. “Bubu, aku menggambar lukisan kita bertiga! Lihat!” Kiran menunjukkan gambarnya yang penuh warna.
Arsenio tersenyum, merasakan hangatnya kasih sayang yang mengalir. Dia menatap karya anaknya yang sederhana namun penuh makna. Dalam hati, dia tahu Kiran layak mendapatkan kebahagiaan, dan jika itu berarti memberi kesempatan kepada Matthew, mungkin dia bisa mempertimbangkannya.
Namun, perasaan cemas masih menghantuinya. Apakah ini langkah yang benar? Apakah Matthew akan mampu memenuhi harapannya?
Malam itu, saat Kiran tidur, Arsenio duduk di ruang tamu, memikirkan masa depan. Dia berdoa agar keputusan yang akan diambilnya tidak hanya untuk dirinya sendiri, tetapi juga untuk kebahagiaan Kiran.
Malam semakin larut, dan Arsenio merasakan beban di hatinya. Dia tahu bahwa keputusan ini akan mengubah segalanya, dan dia harus siap menghadapi konsekuensinya.
---
.
.
.
To be continued.... ♡
Annyeong...
Kembali lagi dengan zu.exo!! Bagaimana liburan kali? Menyenangkan? Aku harap begitu. Cerita HIMEB akan kembali update sesuai jadwal yaa, updatenya setiap hari ganjil yaa;
Terimakasih untuk votenya, kalo ada typo komen aja yaa nanti aku benerin.
Nama karakternya aku ganti ya, yang sebelumnya Liam Aston menjadi Matthew Aston. Karena nama Liam mirip sama cerita yang lain.
Jadi kalo di chapter sebelumnya masih ada nama "Liam" kalian komen ya biar aku perbaiki.
Terima kasih 🤍🕊️
- 17 Apr' 24
- 1220 words
KAMU SEDANG MEMBACA
[𝐁𝐋] He's My Ex-boyfriend
Novela JuvenilArsenio Honiara, seorang pria yang berjuang untuk menemukan makna hidup setelah ditinggalkan oleh kekasihnya, Matthew Aston, saat dia hamil. Dalam dunia yang tidak menerima keadaan uniknya sebagai seorang laki-laki yang mengandung, Arsenio harus ber...