HIMEB 004 : Menghadapi Kenyataan

349 32 2
                                    

Hari-hari berlalu setelah pertemuan mendalamnya dengan Matthew di taman. Arsenio mencoba kembali ke rutinitasnya sebagai seorang ayah, tetapi pikirannya terus terganggu oleh kehadiran Matthew. Dia merasa seolah-olah hidupnya terombang-ambing antara harapan dan ketakutan.

Di pagi yang cerah, Arsenio duduk di meja makan sambil menyajikan sarapan untuk Kiran. Anak itu, dengan rambut keriting dan mata cerah, terlihat bersemangat. Dia menyukai pancake, dan Arsenio senang bisa membuatnya tersenyum.

“Bubu, aku ingin melukis setelah sarapan!” seru Kiran dengan semangat, menggigit pancake dengan penuh rasa.

“Baiklah, setelah kita selesai makan, kita bisa melukis bersama,” jawab Arsenio, berusaha menyembunyikan kekhawatirannya. Dia ingin melindungi Kiran dari semua drama yang terjadi di sekitarnya, terutama yang melibatkan Matthew.

Setelah sarapan, mereka berdua duduk di meja kecil di sudut ruangan, Kiran mengambil kuas dan cat, sedangkan Arsenio hanya menonton dengan senyum. Dalam hati, Arsenio berdoa agar Kiran tetap bahagia tanpa perlu memikirkan masa lalu mereka.

“Tapi, Bubu, siapa yang datang kemarin?” tanya Kiran sambil mencampurkan warna-warna di paletnya.

“Dia… hanya teman lama, Nak. Tidak perlu kau khawatir,” jawab Arsenio, berusaha menjaga jawaban agar tetap sederhana.

“Apa dia akan sering datang?” tanya Kiran lagi, matanya berbinar dengan rasa ingin tahu.

Arsenio merasakan jantungnya berdegup kencang. “Aku tidak tahu. Kita lihat saja nanti, ya?” jawabnya sambil tersenyum, meski hatinya berdebar. Dia tidak ingin Kiran terbebani oleh situasi yang rumit.

Setelah sesi melukis yang menyenangkan, Kiran tiba-tiba meminta untuk pergi ke taman tempat dia bermain. Tanpa berpikir panjang, Arsenio setuju. “Baiklah, kita bisa ke sana. Tapi ingat, kita hanya akan bermain sebentar.”

Sesampainya di taman, Arsenio merasa cemas. Dia tahu Matthew sering ke sana, dan dia tidak ingin Kiran bertemu dengan mantan kekasihnya lebih cepat dari yang dia inginkan. Namun, saat mereka berjalan, Arsenio tidak bisa mengabaikan kekhawatiran itu.

Di tengah permainan Kiran, Arsenio duduk di bangku, matanya melirik sekeliling untuk memastikan Matthew tidak muncul. Tiba-tiba, dia melihat sosok yang akrab mendekat. Hatinya berdebar; itu adalah Matthew.

“Arsenio!” Matthew melambaikan tangan, senyumnya terlihat tulus.

Arsenio berusaha tenang, tetapi rasa gugupnya meningkat. Kiran yang melihat Matthew langsung berlari ke arahnya. “Bubu, siapa dia?” tanya Kiran dengan rasa ingin tahu yang tak terhindarkan.

Matthew berjongkok dan tersenyum kepada Kiran. “Halo! Aku Matthew, teman Bubu,” ujarnya ramah.

Arsenio menahan napas, khawatir reaksi Kiran. Namun, Kiran tampak tidak terpengaruh. “Teman? Apa kita bisa bermain bersama?” tanyanya dengan ceria.

Matthew menatap Arsenio, menunggu persetujuan. Arsenio merasa terjebak antara keinginan untuk melindungi Kiran dan harapan bahwa Matthew bisa menjadi bagian dari hidup mereka. “Baiklah, tapi hanya untuk sedikit waktu,” jawab Arsenio, mencoba menjaga perasaannya.

Mereka bertiga mulai bermain, dan Arsenio terkejut melihat betapa baiknya Matthew dengan Kiran. Dia tertawa dan berbagi cerita lucu, menciptakan suasana yang hangat. Arsenio merasa bingung; apakah mungkin Matthew bisa menjadi sosok ayah yang baik untuk Kiran?

Ketika mereka duduk sejenak di bangku, Matthew berusaha menjelaskan maksud kedatangannya. “Arsenio, aku ingin menjadi bagian dari hidup kalian. Aku ingin tahu lebih banyak tentang Kiran dan membantumu,” katanya dengan tulus.

Arsenio ingin menjawab dengan jujur, tetapi kata-katanya terhalang oleh keraguan. “Aku tidak ingin Kiran bingung atau terluka, Matthew. Dia sudah cukup menderita karena situasi ini,” jawabnya dengan lembut.

Matthew mengangguk. “Aku mengerti. Aku hanya berharap kita bisa membangun hubungan ini perlahan. Aku tidak ingin terburu-buru,” ujarnya, pandangannya tetap penuh harap.

Malam harinya, Arsenio duduk di tepi tempat tidur Kiran, melihat anaknya tertidur lelap. Dia merasa berat di hatinya. Apa yang harus dia lakukan? Apakah dia harus memberi Matthew kesempatan lagi, atau melindungi Kiran dari kemungkinan kekecewaan di masa depan?

Di satu sisi, ada keinginan untuk membiarkan Kiran mengenal ayah kandungnya. Di sisi lain, dia takut akan patah hati yang mungkin terjadi. Arsenio merasakan kesedihan yang mendalam saat memikirkan semua itu.

Ketika dia menatap Kiran yang tertidur, Arsenio tahu satu hal pasti: dia akan melindungi anaknya dengan segala cara. Dan jika itu berarti harus menghadapi Matthew dan masa lalu mereka, maka dia siap untuk melakukannya.

Tetapi saat ini, Arsenio harus membuat keputusan yang sulit, dan rasa sakit masa lalu tidak akan mudah diabaikan.

---
.

.

.

To be continued.... ♡

Annyeong...

Maaf ya selama bulan puasa ini aku update cuma berberapa kali, setelah lebaran jadwal update kembali seperti semula.

Updatenya setiap hari ganjil yaa;

- Senin

- Rabu

- Jum'at

- Minggu

Jadi pantengin aja hari-hari itu, kalo ga update berarti hari berikutnya.

Terimakasih untuk votenya, kalo ada typo komen aja yaa nanti aku benerin. Sampai jumpa setelah lebaran.

Nama karakternya aku ganti ya, yang sebelumnya Liam Aston menjadi Matthew Aston. Karena nama Liam mirip sama cerita yang lain.

Jadi kalo di chapter sebelumnya masih ada nama "Liam" kalian komen ya biar aku perbaiki.

Terima kasih 🤍🕊️

- 28 Mar' 24
- 1270 words

[𝐁𝐋] He's My Ex-boyfriend Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang