Hari-hari menjelang akhir pekan terasa panjang dan melelahkan bagi Arsenio. Pikiran tentang Matthew dan kemungkinan liburan bersama Kiran mengisi kepalanya, tetapi ia tidak bisa mengabaikan rasa sakit yang mengikatnya. Setiap kali ia melihat Kiran tersenyum, ingatan tentang ketidakpastian masa depan menghantui.
Akhir pekan itu tiba dengan cepat. Arsenio bangun pagi, menyiapkan sarapan untuk Kiran, yang sudah bersemangat untuk pergi. Kiran melompat-lompat penuh keceriaan, tak sabar untuk bertemu Matthew.
“Bubu, kita akan bersenang-senang, kan?” tanya Kiran, matanya berbinar-binar.
“Ya, kita akan bersenang-senang. Tapi ingat, kita harus tetap berhati-hati,” jawab Arsenio, berusaha menyembunyikan kekhawatirannya.
Setelah sarapan, mereka berangkat. Matthew menunggu mereka di luar dengan mobilnya yang sudah dipersiapkan. Senyumnya membuat Arsenio sedikit bergetar, tetapi dia berusaha untuk tetap tenang.
Perjalanan dimulai dengan suasana ceria. Kiran tak henti-hentinya bercerita tentang semua hal kecil yang dia lihat di sepanjang jalan. Arsenio terpaksa tersenyum, berusaha menciptakan momen yang baik, meskipun hatinya penuh keraguan.
Saat mereka sampai di tujuan, suasana ceria berubah menjadi hening. Tempat itu indah, namun keindahan itu terasa hampa di dalam hati Arsenio. Dia melihat Kiran berlari kegirangan, sementara Matthew dan dia berdiri jauh, merasakan ketegangan di antara mereka.
“Arsenio,” Matthew memecah keheningan, “aku tahu ini tidak mudah untukmu. Aku berjanji akan melakukan yang terbaik untuk Kiran.”
Arsenio menatap Matthew dengan hati yang bergejolak. “Ini bukan hanya tentang kita. Ini tentang Kiran, dan aku tidak ingin dia terluka,” jawabnya, suaranya bergetar.
“Mengapa kau selalu melihatku sebagai ancaman? Aku ingin membantu, bukan mengganggu,” Matthew balas, nada suaranya menunjukkan ketidakpuasan.
“Karena aku tidak bisa melupakan semua yang terjadi. Bagaimana jika kau pergi lagi? Apa yang akan terjadi pada Kiran?” tanya Arsenio, suara hatinya penuh kepedihan.
Matthew terdiam, wajahnya menunjukkan penyesalan. “Aku tidak akan pergi lagi. Aku berjanji. Aku ingin menjadi bagian dari hidup kalian, bukan hanya bayanganku yang menyakitkan.”
Di tengah ketegangan, Kiran kembali dengan senyuman lebar, memegang sekuntum bunga liar yang dia petik. “Bubu, lihat! Bunga ini sangat cantik! Kita bisa mengumpulkan lebih banyak!” serunya ceria.
Arsenio menatap Kiran, merasakan patah hati ketika melihat anaknya yang begitu ceria di tengah kebingungan yang melanda hatinya. “Ya, kita bisa mengumpulkan banyak,” jawab Arsenio, mencoba tersenyum meski hatinya terasa remuk.
Saat mereka berjalan menyusuri jalan setapak, Arsenio merasakan kenangan lama muncul kembali. Dia teringat saat-saat indah bersama Matthew sebelum segalanya hancur. Tawa, canda, dan harapan yang pernah mereka bangun kini terasa seperti ilusi yang tidak bisa digenggam lagi.
Mereka berhenti di tepi danau yang tenang. Kiran berlari ke tepi air, sambil menggoyangkan kakinya dan tertawa. Arsenio dan Matthew hanya bisa melihat, tetapi suasana hati Arsenio semakin berat.
“Lihat, Bubu! Airnya bersinar!” teriak Kiran, seolah dunia miliknya yang penuh keajaiban.
“Aku tahu, Nak. Sangat indah,” jawab Arsenio, tetapi hatinya terasa sakit melihat betapa bahagianya Kiran sementara dirinya terjebak dalam ketidakpastian.
Matthew melangkah mendekat, berdiri di samping Arsenio. “Dia sangat mencintaimu. Dan aku ingin melakukan hal yang sama untuknya,” katanya pelan.
Arsenio menatap Matthew, hatinya bergejolak antara harapan dan rasa sakit. “Kau tidak mengerti. Aku telah berjuang sendirian selama ini. Sekarang, aku tidak tahu apakah aku bisa mempercayaimu lagi,” jawab Arsenio, suaranya serak.
“Coba ingat kenangan kita, Arsenio. Ingat bagaimana kita saling mendukung?” Matthew bertanya, matanya penuh harapan. “Aku ingin kita kembali ke itu. Aku ingin menjadi ayah untuk Kiran.”
Arsenio terdiam, terjebak antara cinta yang dulu dan ketakutan akan masa depan. “Kita tidak bisa kembali ke masa lalu. Semua sudah berubah,” jawab Arsenio, suaranya lembut namun tegas.
Kiran datang menghampiri mereka, memegang bunga liar dan memberikan kepada Arsenio. “Bubu, ini untukmu! Supaya selalu bahagia,” katanya dengan polos, senyum cerah menghiasi wajahnya.
Mata Arsenio berair saat dia melihat ketulusan dalam pandangan Kiran. “Terima kasih, Nak. Ini sangat indah,” jawabnya, berusaha menahan tangis.
Matthew menyaksikan momen itu dengan perasaan campur aduk. Dia tahu betapa beratnya perjuangan Arsenio dan tidak ingin menyakiti mereka lebih jauh. “Kiran, bagaimana kalau kita membuat perahu dari daun dan bermain di danau?” tawarnya, mencoba menciptakan suasana ceria.
Kiran mengangguk dengan antusias, dan mereka mulai mengumpulkan daun. Dalam momen-momen sederhana itu, Arsenio merasakan sedikit harapan muncul, tetapi rasa sakit itu tak kunjung reda.
Saat matahari terbenam, Kiran berlari-lari sambil tertawa. Namun, saat melihat ke arah Matthew dan Arsenio yang berdiri terpisah, Arsenio merasakan beban di hatinya semakin berat.
“Matthew, aku tidak tahu apakah aku bisa melanjutkan ini. Rasa sakit ini masih terlalu mendalam,” ungkap Arsenio dengan jujur, suara hatinya penuh kerinduan.
“Aku tidak ingin kau merasa tertekan. Aku akan menunggu, Arsenio. Selama yang kau butuhkan,” jawab Matthew, dengan nada tulus yang menyayat hati.
Dengan semua perasaan yang campur aduk, Arsenio menyadari bahwa meski mereka berada di tempat yang indah, hatinya masih terluka. Dia berusaha untuk melindungi Kiran dari semua ini, tetapi dalam prosesnya, dia juga berusaha untuk menyembuhkan diri sendiri.
Malam itu, saat Kiran tertidur, Arsenio duduk di tepi tempat tidur anaknya, merasakan air mata mengalir di pipinya. Dia tahu, perjalanan ini tidak akan mudah, tetapi dia berjanji pada dirinya sendiri untuk berjuang demi kebahagiaan Kiran, meskipun harus melawan kenangan yang menyakitkan.
---
..
To be continued.... ♡
Annyeong...
Kembali lagi dengan zu.exo!! Bagaimana kabar kalian? Baik-baik saja? Aku harap begitu. Cerita HIMEB sudah berbulan-bulan berdebu dan tidak ada kejelasan. Maaf ya karena kesibukan di real life sampai-sampai tidak sempat update 😔.
Mungkin untuk selanjutnya aku akan mengusahakan cerita ini rutin update ya walaupun ga sesuai jadwal, terimakasih yang sudah sabar menunggu ❤️.
Terimakasih untuk votenya, kalo ada typo komen aja yaa nanti aku benerin.
Nama karakternya aku ganti ya, yang sebelumnya Liam Aston menjadi Matthew Aston. Karena nama Liam mirip sama cerita yang lain.
Jadi kalo di chapter sebelumnya masih ada nama "Liam" kalian komen ya biar aku perbaiki.
Terima kasih 🤍🕊️
- 24 Sep' 24
- 1105 words
KAMU SEDANG MEMBACA
[𝐁𝐋] He's My Ex-boyfriend
Fiksi RemajaArsenio Honiara, seorang pria yang berjuang untuk menemukan makna hidup setelah ditinggalkan oleh kekasihnya, Matthew Aston, saat dia hamil. Dalam dunia yang tidak menerima keadaan uniknya sebagai seorang laki-laki yang mengandung, Arsenio harus ber...