Aku menuruni tangga dengan terburu-buru. Bahkan sarapanpun enggan ku makan padahal makanan itu sudah siap di atas meja.
"Sudah Mama bilangin! Berapa kali Mama bangunin kamu jawabannya iya-iya aja! Telatkan sekarang?!"
"Hampir telat Mah," jawab ku dengan mencium punggung tangan Mama. "Ifa berangkat dulu!" Lanjut ku.
"Thifani, gak mau bawa sarapannya aja?" Teriak Mama.
"Gausah deh Mah, lama."
Aku berjalan keluar rumah dan langsung mengendarai motor ku menuju sekolah. Bukannya apa-apa, pasalnya hari ini adalah hari senin dan upacara akan segera dilaksanakan dan aku masih bergegas menuju sekolah.
Takut? Jelas, aku tidak ingin berada di barisan berbeda dengan teman-teman ku. Apa lagi menghadap langsung ke arah matahari. Sudah tidak sarapan, berdiri di tempat berbeda dari yang lain, menghadap matahari langsung pula. Tinggal menunggu pingsan saja lagi.
Aku terus menancap gas lebih cepat agar aku bisa mengejar waktu yang sebentar lagi akan di mulai upacara. Memasuki area sekolah, aku langsung memarkirkan motor asal, berlari menuju kelas berlawanan arah dengan yang lainnya yang berjalan ke arah lapangan.
Aku melempar tas ku melalu jendela. Pikir ku asalkan di dalam kelas itu tak akan jadi masalah. Kembali berlari menyusul yang lainnya yang sudah berada di area lapangan. Aku berhenti di barisan kelas ku. Menarik napas dalam, mencari pasokan udara, menghirup oksigen dengan rakus.
"Fa, sini!" Dara memanggil ku. Dia juga melambaikan tangannya agar aku berdiri di sampingnya.
"Hampir aja gue telat," kata ku pada Dara setelah berdiri di sampingnya.
"Emang kebiasaan lo."
"Ngaca bro."
"Sorry ya gue gak telat."
"Baru sekali doang bangga."
Suara dari salah satu guru membuat semua murid menjadi diam begitu juga dengan aku dan Dara. Dan setelah guru tersebut selesai berbicara upacara pun di mulai.
Aku celingak-celinguk melihat tiap barisan kelas ku, tepatnya pada barisan laki-laki yang berada di samping kanan ku. Tak mendapati seseorang yang ku cari, bahu ku tiba-tiba merosot lesu.
"Cari siapa?" Tanya Dara dengan menyenggol lengan ku.
Aku melirik Dara, dengan cepat menggeleng ribut takur jika Dara mengetahui siapa yang ku cari. "Nggak ada."
Tanpa memperpanjang pertanyaan Dara memgangguk saja setelah mendengar jawaban dari ku. Begitu juga dengan aku yang bernapas lega karena Dara tak menanyakan hal yang membuat ku bingung harus menjawab apa.
Upacara berlalu dengan aku yang hanya diam. Biasanya aku dan Dara bisik-bisik. Entah itu membicarakan orang-orang yang berada di sekitar atau menertawakan hal yang padahal jika di pikir-pikir sama sekali tidak lucu. Namun, sekarang aku memilih untuk hanya diam dengan nelihat ke depan demgan tak minat.
Selesai upacara aku dan Dara tak langsung menuju kelas. Kita terlebih dulu berbelok menuju kantin untuk mengisi perut. Hanya membeli roti dan juga air mineral kita berlalu untuk langsung ke kelas.
Sesampainya di kelas, aku celingukan mencari tas ku yang tiba-tiba menghilang entah kemana. Ini pasti kerjaan salah satu mereka yang berada di kelas.
"Tas gue mana ya?" Tanya ku sedikit berteriak agar seisi kelas mendengar. "Gausah becanda deh, gue gak mau becanda!"
Aku mencari kesana kemari berharap mendapatkannya namun nihil. Merengut kesal, aku berjalan ke arah meja ku yang kosong. Aku sekilas melirik ke arah belakang di mana terdapat Edgar yang menelungkupkan kepalanya di antara lipatan tangannya di atas meja.
"Tas gue mana coba?" Kata ku lagi semakin kesal karena tak ada yang memberi tau dimana tas ku berada.
"Sumpah ya gue gak ..." Ucapan ku terpotong saat mendengar Edgar berdecak. Cowok itu berdiri dari duduknya dan keluar dari kelas.
Aku melihatnya dengan perasaan dongkol. Apa-apaan tiba-tiba dia seperti marah pada ku. Aku diam dengan berpikir keras, apa Edgar merasa teeganggu karena teriakan ku? Apa cowok itu merasa terusik karena ada aku? Apa dia benar-benar merasa terganggu? Bahkan cowok itu duduk di belakang bukan samping ku.
"Fa, lihat di depan deh itu tas siapa!?" Kata Thio yang berhasil membuyarkan lamunan ku.
Tanpa menjawab aku berdiri dari duduk ku dan berjalan keluar kelas. Dan benar saja aku mendapati tas ku yang tergeletak begitu saja di bawah jendela. Bukannya aku dengan benar sudah memasukan tas ku lewat jendela ya? Lalu kenapa berada di luar? Sedikit malu karena teriak-teriak yang mungkin membuat salah satu bahkan lebih dari mereka yang mendengar menjadi risih.
Bodolah, yang terpenting tas ku sudah ketemu meskipun agak sedikit malu karena berpikir ada yang ingin bercanda dan sialnya berpikir itu Edgar.
Aku menggeleng, tidak, apa-apaan, kenapa harus berharap itu Edgar? Cowok itu bahkan entah pergi kemana sekarang.
Aku kembali duduk di kursi ku dan tak berselang lama guru mapel pelajaran masuk ke dalam kelas berbarengan dengan Edgar yang berada di belakang beliau. Nampak wajah cowok itu sedikit basah, mungkin tadi dia mencuci wajahnya.
Aku membuang muka saat mata itu juga menatap ku. Sedikit kesal memang, cowok itu seperti terusik dan tak suka pada ku. Pergi begitu saja dengan decakan yang membuat orang yang mendengarnya menjadi berpikir yang tidak-tidak. Jika tidak suka yasudah pergi saja tanpa mengeluarkan suara.
Pelajaran di mulai dengan aku yang sama sekali tak fokus pada pelajaran. Otak ku melalang buana kesana kemari, lebih tepatnya memikirkan si cowok brandal yang hanya diam saja di belakang saat ini.
Tidak adakah dia berpikir untuk menegur ku? Atau hanya dengan seulas senyumannya untuk ku? Tidak, aku tidak berharap apa-apa hanya saja bisakah dia memberi tau ku jika dia tidak merasa terganggu ataupun marah pada ku. Cowok itu hanya diam dan seperti tak mengenal ku.
Aku membuang napas panjang membuat Dara yang berada di samping ku melirik ku penasaran.
"Kenapa lo? Dari tadi upacara kelihatan gak niat hidup!"
Aku mendelik tapi tak urung untuk menjawan pertanyaannya meskipun hanya dengan mengangkat kedua bahu ku.
"Gue mau makan ahh ..," kata ku dengan berusaha sepelan mungkin membuka bungkus roti yang tadi ku beli. Akibat sibuk mencari tas aku jadi lupa dengan roti yang tadi ku beli.
"Fani!"
Aku kembali membuang napas panjang. Kenapa dia memanggil ku? Ada apa? Mau marah-marah karena menggangu dia, karena dia mendengar bungkus roti yang sedang ku buka?
"Apa?!" Tanya ku sewot dengan berbalik mengarah padanya.
Edgar terkekeh, cowok itu merasa tak berbuat kesalahankah? Memang tidak ada si tapikan. Hmm lupakan saja.
"Pindah sini!" Titahnya.
"Ngapain?" Tanya ku masih dengan nada sedikit membentak padanya.
"Sini, mau makankan? Biar gak ketahuan."
Aku melirik guru yang berada di depan. Menurut ku sama saja, di tempat duduk ku atau di belakang-samping Edgar- tidak akan ketahuan juga jika aku diam-diam dan juga hati-hati.
"Sini aja," jawab ku final yang tak di gubris Edgar lagi. Salah sendiri tiba-tiba duduk di belakang.
□○□
Selamat hari kamis untuk kalian yang selalu optimis!!
Kembali lagi dengan aku, mari pencet bintang di sebelah kiri bawah. Dan komen di sampingnya, komen sebanyak-banyak-nya yak!😘❤️
KAMU SEDANG MEMBACA
THIFANI
Teen Fiction"Lo tuh jarang mandi kan?" tanya ku. Edgar mengangguk dengan enteng. "Dingin gini ngapain mandi?" Aku menganga di buatnya. "Pantes deh bau." Edgar terkekeh, kekehan yang terlihat sangat renyah di telinga pendengar, kek kerupuk aja. "Nih cium!!" Edga...