"Sini!"
Aku tersentak kaget saat tiba-tiba tas yang berada di pundak ku di ambil begitu saja. Mendapati sosok Edgar yang berjalan mendahului ku dengan membawa tas ku membuat ku tau siapa orang yang mengambilnya.
Edgar berbalik, dia menghadap ke arah ku dengan berjalan mundur.
"Lo tadi jawaban nomor satu apa?"
"B," jawab ku jujur.
"Dua?"
"B."
"Tiga?"
"A."
"Empat?"
"D."
Terdengar ringisan setelah aku menjawab pertanyaan darinya. "Salah dong gue."
"Belum tentu, siapa tau gue yang salah."
Terlihat cowok itu mengangguk. Dia lalu kembali berbalik berjalan normal, berjalan beriringan di samping ku.
"Nomor lima?"
"Apa ya?" Kata ku dengan mengingat jawaban yang ku pilih. "B atau D ya!? Lupa."
"Gue D," katanya.
Aku mengangguk-angguk sebagai jawaban juga ber'oh' ria.
"Sini-in tas gue."
Edgar tanpa bicara mengembalikan tas ku yang tadi sempat dia ambil. Cowok itu lalu berjalan lebih lebar mendahului ku.
Aku masuk ke dalam kelas, duduk kembali di kursi ku dengan meletakan tas di atas meja. Tadi hanya pindah ruangan ke ruang biologi untuk ulangan praktik juga sedikit ulangan tertulis. Maka dari itu Edgar menanyakan jawaban biologi ku. Entahlah apa alasannya membandingkan jawabannya dengan ku padahal aku tak sepintar itu, hanya masuk di 10 besar saja dan tidak mencapai 3 besar.
Aku melirik seseorang yang barusan duduk di sebelah ku. Edgar, cowok itu kembali duduk di kursi samping ku. Entah mumgkin hanya sebentar sebelum Dara duduk di kursi itu. Namun, saat Dara datang dan berdiri di samping meja, Edgar menyuruhnya untuk duduk di belakangnya. Sedikit ada protesan namun bagaimana pun juga Edgar tak mau mengalah membuat Dara yang harus terpaksa mengalah.
Dan aku, aku hanya diam menyaksikan. Yah, sedikit protes juga saat dia meminta Dara untuk duduk di belakang lagi. Namun seperti yang tadi ku bilang Dara yang terpaksa mengalah membuat ku juga ikut pasrah.
Edgar dengan enteng menarik tangan ku lagi untuk kesekian kalinya. Cowok itu kembali menggenggam, mengelus lembut, juga memainkan kuku-kuku ku yang panjang. Sesekali basa-basi menanyai hal yang tidak penting. Atau sekedar bercerita apa yang dia lalui. Aku mendengarkan sesekali membalas ucapannya.
"Kakak gue mau nikah!!" kata Edgar tiba-tiba.
"Hah? Sama siapa?" tanya ku penasaran. Namun cowok itu hanya membalas dengan mengangkat ke dua bahunya tanda tak tau.
"Inponya setengah-setengah, mana sama Kakak sendiri malah gak tau calonnya siapa."
Edgar kembali mengangkat bahunya membuat ku mendelik tak suka. Beberapa menit sama-sama diam, aku tiba-tiba menyeletuk padanya.
"Kalo lo kapan?" Tanya ku sedikit tak yakin memang tapi apalah sudah keluar dari mulut ku juga pertanyaannya.
Edgar mengangkat sstu alisnya. "Apa?"
"Nikah?" Kata ku ragu.
Edgar terkekeh. "Lo mau kapan?" Tanyanya balik.
deg
Pertanyaan itu sukses membuat jantung ku berpacu lebih cepat. Entah apa maksud dari Edgar namun sepertinya aku menangkap maksud yang salah. Apa yang ku pikirkan mungkin jauh berbeda dengan apa yang dia pikirkan. Aku malu sendiri meskipun dia tak mengetahui pikiran ku.
"A-apanya?" Tanya ku gugup.
Aku menggigit pipi dalam ku untuk menutupi rasa gugup ku yang semakin menjadi. Dan edgar, cowok itu entah menyadarinya atau tidak tapi dia tersenyum sangat lebar.
"Lupain!" Katanya.
Aku tak protes meskipun penasaran. Memilih diam takut jika dia mengetahui isi otak ku sekarang. Aku benar-benar akan mengubur diri ku jika dia tau aku berpikir dia mengajak ku menikah? Meski masih dengan rasa penasaran pada perkataan Edgar aku memilih untuk mengiyakan.
□○□
Ada apa dengan ku akhir-akhir ini? Bersamangat pergi ke sekolah dan malas berdiam diri di rumah? Rasanya aku selalu merasa bosan dan ingin cepat menjadi hari senin. Bertemu dengan yang lainnya, bertemu Dara, Danang, ataupun Thio. Edgar? Tidak, dia bukan alasan ku untuk semangat pergi ke sekolah.
Cowok yang di cap sebagai brandalan itu mana mungkin bisa membuat ku menaruh hati padanya, big no. Edgar memang tampan, cowok itu juga keren tapi aku sama sekali tak menyukainya. Bukan berarti tak menyukainya tak ingin terteman tapi menyukai dalam hal yang di maksud jatuh cinta sangatlah tidak mungkin.
Ngomong-ngomong tentang jatuh cinta untuk sekarang aku tak ingin ambil pusing masalah percintaan. Tak ingin menyukai seseorang juga tak ingin memikirkannya.
Namun hati ku akhir-akhir ini merasa ada yang kurang saat tak berada di dekatnya. Aku ragu, ragu akan hal dimana menyangkal perasaan selalu ku lakukan. Padahal secara tidak ku sadari menjadikannya sebagai dunia baru yang ku temukan.
Yap, menyangkalnya terus-terusan sampai mulut berbuih selalu ku lakukan. Tidak menyukai, merasa kesal juga membencinya bahkan tanpa sadar menutupinya dari apapun agar tak siapapun yang mengetahuinya.
Tidak ada yang harus ku akui karena pada dasarnya mungkin hanya rasa nyaman karena kebersamaan. Rasa yang mungkin akan hilang saat cowok itu berhenti untuk memilih tak menganggu ku lagi.
Namun hati ku tak tenang, perasaan ku terus meminta ke jelasan. Bukan meminta ke jelasan padanya namun perlu keyakinan diri untuk meyakinkan hati ku sendiri.
Tidak menyukainya, tidak menaruh hati padanya juga tidak berharap apapun tentang kita adalah final yang ku pikirkan secara sadar.
Aku dan Edgar sekedar teman, berbagi cerita lebih tepatnya mendengarkan cowok itu bercerita seperti halnya teman yang mendengarkan teman yang lainnya. Mendengarkannya, memberi saran atau menjawab pertanyaannya tanpa membawa perasaan apapun untuk di berikan padanya.
Dan perasaan ragu ku pada Edgar Dara tak boleh mengetahuinya. Entahlah aku merasa malu jika bercerita padanya. Mana mungkin aku mengatakan 'Dar gue bingung sama perasaan gue buat Edgar' Dara pasti akan menertawai ku saat itu juga.
Intinya sekarang adalah Edgar hanya teman. Perasaan ku pada Edgar adalah rasa nyaman karena merasa aman saat berteman bukan perasaan yang di sebut dengan perasaan jatuh cinta atau menaruh rasa.
Edgar menyukai Indah mana mungkin juga menyukai ku. Sedari dulu kan dia menunggu Indah untuk menerima hatinya namun tak kesampaian. Jika bertemu dengan Indah pun cowok itu pasti memberikan kata-kata manis pada Indah.
Berbeda dengan ku, Edgar sering membuat ku kesal dan bisa-bisanya berpikir jika cowok itu menyukai ku. Tak sering memang hanya ada beberapa kesempatan yang membuat ku sangat kesal padanya.
Aku semakin berpikir cowok itu pasti hanya menganggap ku sebagai teman karena tak pernah melempar gombalan. Berbeda dengan Indah yang sering dia gombali juga berita yang mengatakan jika Edgar yang menyukai Indah memang benar adanya.
Aku memejamkan mata ku, di pikir-pikir kenapa aku menikirkan Edgar? Maksud ku, untuk apa? Sudah jelas bukan perasaan ku pada Edgar hanya sebatas nyaman untuk berteman dan juga fakta jika Edgar memiliki rasa pada perempuan lain yang bernama Indah.
TBC
□○□
selesai membaca jangan lupa untuk vote sebelum lanjut ya! vote dari kalian benar-benar berharga! Jangan lupa juga untuk komennya yak, kawan"
love u tak terhingga😘🤍
KAMU SEDANG MEMBACA
THIFANI
Teen FictionDari segi harapan, kembali bersama adalah harapan yang selalu ku harapkan. Dari segi kenangan, kenangan dengannya adalah kenangan yang ku rindukan. Dan dari segi ingatan, Ingatan akan dirinya adalah ingatan yang tak ingin ku lupakan. Aku dan-nya wak...