Pagi yang seharusnya berjalan seperti biasa berubah menjadi kekacauan kecil di rumah Dewa dan Bulan. Bulan tiba-tiba mengeluh pusing dan mual. Ia duduk di tepi ranjang dengan wajah pucat, menutupi mulutnya dengan tangan sambil menahan rasa mual yang tak kunjung reda.
Dewa, yang saat itu sedang mengenakan kemeja rapi untuk bersiap berangkat ke kantor, langsung berbalik begitu mendengar keluhan istrinya. "Sayang, kamu kenapa? Kok tiba-tiba mual?"
Bulan menggeleng pelan sambil memejamkan mata, tubuhnya tampak lemas. "Nggak tau, Mas. Tadi pas bangun tidur udah ngerasa pusing, terus sekarang mual banget," ujarnya dengan suara serak. Ia tampak begitu lemah, membuat Dewa langsung khawatir.
Dewa segera duduk di samping Bulan, menatapnya dengan cemas. "Kamu jangan terlalu dipaksakan. Biar aku ambilin air putih ya, mungkin kamu butuh minum dulu."
Namun, Bulan meraih tangan Dewa, menahan suaminya untuk tetap berada di dekatnya. "Mas... jangan pergi dulu, aku nggak mau ditinggal. Rasanya nggak enak banget."
Melihat wajah manja istrinya, Dewa tak bisa menolak. Senin memang bukan jadwalnya di rumah sakit, tapi hari ini ia seharusnya ke kantornya untuk memantau perusahaan yang diwariskan oleh ayahnya. Meskipun ia telah mempercayakan banyak hal kepada orang kepercayaannya, Dewa tetap rutin datang untuk memeriksa jalannya perusahaan. Namun, situasi ini jauh lebih penting.
Dengan cepat, Dewa meraih ponselnya dan menelepon sekretaris sekaligus sahabat karibnya, Aditya.
Telepon dengan Aditya:
- Dewa: "Dit, gue nggak bisa masuk kantor hari ini. Bulan lagi nggak enak badan, gue harus temenin dia di rumah."
- Aditya: "Wah, serius? Padahal hari ini ada meeting penting sama klien jam 12 siang. Gue bisa handle sih, tapi lo yakin nggak mau ikut meeting-nya?"
- Dewa: "Iya, gue tau. Tapi kondisi Bulan lebih penting sekarang. Gue percayain lo buat urus meeting-nya, kasih update ke gue nanti."
- Aditya: "Oke, bro. Gue urus semuanya di sini. Lo fokus aja sama Bulan. Jangan lupa kabarin kalau ada apa-apa."Setelah menutup telepon, Dewa menatap Bulan yang masih tampak lemah di tempat tidur. Ia menghela napas panjang, mencoba meredakan kekhawatirannya. “Sayang, kamu coba tidur dulu, ya? Aku di sini kok.”
Bulan menggeleng lagi, sambil menyandarkan tubuhnya ke bantal. "Aku nggak bisa tidur, Mas. Kepalaku pusing, terus perutku mual banget..."
Melihat Bulan semakin tidak nyaman, Dewa memutuskan untuk melakukan hal yang selama ini selalu berhasil membuatnya merasa lebih baik—kerokan. Meski pada awalnya ia ragu karena biasanya Bulan lebih memilih dipijit, tapi kali ini kondisinya terlihat lebih parah, dan Dewa berharap kerokan bisa memberikan sedikit kelegaan.
---
Kerokan di kamar tidur:
Dewa segera mengambil minyak kayu putih dan koin dari laci. Ia duduk di samping Bulan yang kini berbaring telentang, wajahnya tampak lebih pucat dari sebelumnya.
“Sayang, aku kerokin ya. Biar anginnya keluar,” kata Dewa lembut, sambil menuangkan minyak ke punggung Bulan yang halus.
Bulan hanya mengangguk lemah, terlalu pusing untuk berdebat. Begitu minyak menyentuh punggungnya, aroma kayu putih langsung memenuhi udara, menambah suasana hangat di kamar.
Dewa dengan hati-hati mulai mengerok punggung Bulan, mengikuti garis-garis tulang belakangnya dengan perlahan namun pasti. "Aduh, punggung kamu anget banget," gumam Dewa, menyadari bahwa istrinya memang sedang tidak enak badan.
Bulan hanya bisa merintih pelan ketika koin itu mulai bekerja, tetapi ia tidak menolak sentuhan suaminya. Rasanya meskipun sakit, ada sedikit rasa lega yang perlahan merayap ke tubuhnya. Dewa dengan telaten melanjutkan kerokan itu, memastikan setiap bagian punggung Bulan mendapat sentuhan yang cukup untuk mengeluarkan ‘angin’.
![](https://img.wattpad.com/cover/352950955-288-k613907.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Pembantuku Tukang Pijatku
РазноеDewa Samudra Bumantara adalah dokter muda berusia 29 tahun yang masih betah menjomblo di saat kakak kembarnya Raga Samudra Bumantara telah menikah bahkan adik kecilnya Ranina pun kini telah cukup lama bersuami. Raga dan Nina telah berkeluarga dan t...