Dewa Samudra Bumantara kini bukan lagi pria muda yang dulu begitu santai dan slengean. Waktu berlalu, ia dan Bulan telah dikaruniai seorang putra—seorang pemuda yang bertolak belakang dengannya dalam banyak hal. Jika dulu Dewa dikenal sebagai ekstrovert yang penuh canda, maka putranya adalah sosok dingin, pendiam, dan fokus pada tujuannya.
Di usia awal dua puluhan, putra mereka sudah menapaki jalan hidupnya sendiri. Berbeda dari ayahnya yang seorang dokter, pemuda itu memilih jalur teknik dan bisnis. Ia mengambil jurusan teknik (sesuai karakternya yang "laki banget") dan kini berada di semester akhir. Bukan hanya sibuk dengan kuliahnya, ia juga sudah bekerja, bahkan lebih gila-gilaan dari ayahnya dulu. Selain menjadi model dan aktor, ia memiliki beberapa bisnis sendiri—sebuah jaringan gym yang sudah berkembang ke berbagai kota, brand fashion, serta usaha lain yang ia kelola dengan ketat.
Hari itu, Bulan tiba di kota tempat putranya kuliah dan tinggal. Ia tidak memberi tahu, berniat memberi kejutan. Namun, saat membuka pintu apartemen putranya, kejutan itu malah berbalik menyerangnya.
"Ya ampun... ini apartemen atau kapal pecah?"
Bulan menggeleng-geleng kepala, menatap pemandangan yang tak karuan. Ruang tamu dipenuhi tumpukan dokumen, jaket tergantung sembarangan di kursi, dan meja penuh dengan sisa kopi serta camilan yang sudah mengering. Kamar dan dapur tak jauh berbeda—berantakan bukan karena malas, tetapi jelas karena sang pemiliknya terlalu sibuk untuk sekadar merapikan barang-barangnya sendiri.
Bulan menghela napas. "Dasar anak ini... kerja terus, sampai nggak ada waktu buat hidup."
Tanpa pikir panjang, ia mulai bergerak. Mengumpulkan pakaian kotor, menyapu lantai, mencuci piring, bahkan memasak makanan hangat. Sesuai dugaan, putranya baru pulang saat malam menjelang.
Pintu apartemen terbuka. Seorang pemuda tinggi dengan wajah tampan khas keturunan Dewa dan Bulan melangkah masuk. Rambutnya sedikit berantakan, raut wajahnya kelelahan setelah seharian bekerja. Ia melepas jaket dan baru sadar ada sesuatu yang berbeda.
Apartemennya… bersih?
Dahi pemuda itu berkerut, lalu pandangannya tertuju pada meja makan. Ada seorang wanita yang duduk santai, tersenyum penuh kemenangan.
"Momi?"
Bulan menyeringai. "Surprise?"
Putranya masih menatap apartemen yang kini rapi dan kinclong seperti baru dibersihkan profesional. "Tunggu… apa yang terjadi di sini?"
Bulan berdiri, melipat tangan di dada. "Aku datang ke sini untuk menjenguk anakku, tapi malah syok lihat tempat tinggalnya yang lebih mirip zona perang. Jadi, ya, aku beresin."
Pemuda itu mengusap wajahnya lelah. "Momi nggak perlu repot-repot…"
"Perlu." Bulan memotong cepat. "Kamu ini sibuk banget. Kuliah, kerja, usaha… semua kamu urus sendiri. Apa kamu nggak capek?"
Putranya menghela napas, lalu duduk di meja makan, mengambil sendok dan mulai makan tanpa banyak bicara.
"Nggak, aku bisa handle semua."
Jawaban itu membuat Bulan kembali menghela napas panjang. Sudah biasa. Dari kecil, putranya selalu seperti ini—menanggung semuanya sendiri, tidak pernah mengeluh, tidak pernah menunjukkan kelemahan.
Malam itu, mereka makan bersama, meski obrolan lebih banyak diisi Bulan yang bertanya dan putranya yang menjawab dengan singkat.
Seminggu kemudian, Bulan akhirnya mengambil keputusan. Tanpa sepengetahuan putranya, ia mencari asisten rumah tangga melalui penyalur. Bukan karena anaknya manja atau malas, tetapi karena ia tidak ingin putranya kelelahan sendiri.
![](https://img.wattpad.com/cover/352950955-288-k613907.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Pembantuku Tukang Pijatku
De TodoDewa Samudra Bumantara adalah dokter muda berusia 29 tahun yang masih betah menjomblo di saat kakak kembarnya Raga Samudra Bumantara telah menikah bahkan adik kecilnya Ranina pun kini telah cukup lama bersuami. Raga dan Nina telah berkeluarga dan t...