34. MENCARI KEBENARAN

131 22 8
                                    

"Cepat ataupun lambat semuanya pasti akan terungkap"

HAPPY READING

Di tempat lain, Irsyad duduk di bangku sebuah taman yang sepi, satu tangan memegang ponsel sementara tangannya yang satu lagi merogoh-rogoh saku jaketnya. Hawa malam yang dingin terasa menusuk, tapi pikirannya terlalu sibuk untuk peduli. Setelah serangkaian panggilan dan pesan singkat yang ia kirimkan ke beberapa kontak lamanya, ia akhirnya mendapat titik terang.

“Kirana…” gumamnya pelan, membaca pesan yang baru masuk. Seorang kenalan lama dari lingkaran pertemanan yang lebih gelap—mantan siswa yang pernah terlibat dengan beberapa hal kotor di luar sekolah—mengirimkan informasi yang cukup mengejutkan.

Kirana bukan sekadar murid pintar dan populer seperti yang selama ini ia tampilkan di sekolah. Ada jejak masa lalu yang tidak banyak diketahui orang—kecuali mungkin Rahsya, dan kini, Irsyad. Nama Kirana sempat terkait dengan sebuah skandal bisnis keluarga yang hampir menghancurkan reputasi ayahnya tiga tahun lalu. Kasusnya memang tenggelam, dan tidak pernah sampai ke media, tapi cukup untuk membuatnya terpaksa pindah kota dan memulai segalanya dari awal.

“Jadi ini alasan lo pindah kota?” Irsyad menyandarkan punggungnya, pikirannya berputar cepat. “Lo dan keluarga lo udah terlibat dalam sesuatu yang lebih besar dari yang kelihatan.”

Namun, lebih dari itu, informasi yang lebih menarik adalah tentang hubungan Kirana dengan Rahsya. Ternyata, mereka sudah saling mengenal jauh sebelum Rahsya masuk ke SMA Academie Brilliance. Rahsya bukan sekadar rekan, tapi juga partner yang selalu menutupi jejak Kirana setiap kali dia melakukan sesuatu yang tidak bersih.

“Jadi ini bukan sekadar permainan remaja,” bisik Irsyad. “Kalian punya rencana yang lebih besar… tapi apa?”

Sebelum Irsyad bisa menyusun rencana lebih lanjut, ponselnya bergetar lagi. Kali ini bukan pesan, melainkan panggilan video dari Gibran. Irsyad tertegun sejenak, sebelum akhirnya mengangkat.

“Syad, lo ada di mana?” Suara Gibran terdengar cemas, dengan latar belakang yang tampak gelap.

“Di taman dekat rumah. Ada apa?” tanya Irsyad, alisnya terangkat curiga.

“Adara. Dia nelpon gua tadi,” jawab Gibran cepat. “Dia bilang dia mau ketemu gua besok. Katanya… dia mau dengerin penjelasan gua.”

Irsyad membeku sejenak. Ini di luar perkiraan. Ia tidak menyangka Adara akan mengambil langkah seperti ini, apalagi setelah semua yang dilakukan Kirana untuk menjauhkan mereka.

“Lo yakin?” tanyanya perlahan. “Gua kira Adara masih percaya sama omongannya Kirana?”

“Gua enggak tahu, Syad,” jawab Gibran sambil menggeleng. “Dia terdengar bingung… Tapi dia mau ketemu, dan itu udah lebih dari cukup buat gua.”

Irsyad menghela napas panjang. Jika Adara memutuskan untuk membuka komunikasi lagi, maka ini kesempatan mereka—dan juga ancaman besar. Jika Kirana tahu Adara mulai ragu, ia pasti akan melakukan segala cara untuk menghentikannya.

“Lo harus hati-hati, Bran,” Irsyad menatap temannya dengan serius. “Jangan sampai lo masuk ke perangkap mereka. Kalau lo mau ketemu, pastiin tempatnya aman. Jangan bawa diri lo ke situasi yang mereka bisa manfaatin.”

Gibran menatap Irsyad lekat-lekat, lalu mengangguk. “Gua ngerti, Syad. Tapi gua harus coba. Kalau gua enggak ngomong sekarang, semuanya bisa berakhir beneran.”

Perantara Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang