Leticia tidak menyangka ia akan mengingat sesuatu yang terasa tidak nyata. Itu adalah kehidupan masa lalunya yang diperlihatkan oleh sang Dewi. Dengan berbekal bakat sihirnya yang luar biasa, ia berharap bisa keluar dari kuil suci Dewi Angin guna me...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Berasal dari keluarga bangsawan suku Ventus yang dulunya dihormati, kehidupan Leticia kini tak ubahnya dengan kehidupan anak-anak rakyat jelata pada umumnya. Tak terlalu banyak orang Suku Ventus yang dianggap sebagai bangsawan. Mereka dianggap memiliki kasta yang lebih tinggi dari yang lainnya apabila mewarisi kekuatan sihir angin dan atau sihir penyembuhan. Jika tidak, maka tidak ada keistimewaan lain selain termasuk golongan setengah manusia yang memiliki umur panjang. Dahulu, leluhur Leticia adalah seseorang yang selalu mendapat karunia kemampuan sihir angin. Namun, semakin lama kekuatan yang diturunkan semakin kecil. Hingga ketika ayah Leticia lahir, ia sama sekali tak memiliki kekuatan apapun.
Memiliki 5 orang anak tak lantas membuat ayah Leticia merasa bangga dan bahagia. Karena semua anaknya tidak ada yang memiliki bakat sihir angin. Setelah Leticia lahir, ia bahkan ingin segera membunuhnya agar beban hidupnya tak semakin bertambah. Namun, ketika seorang kenalan dari kuil mengatakan bahwa Leticia memiliki bakat, ia mengurungkan niatnya.
Sekian tahun berlalu, Leticia kerap mendapat perundungan dari saudara-saudara tirinya akibat ia yang selalu diprioritaskan oleh sang ayah. Leticia kerap mendapatkan makanan yang lebih enak, atau pakaian yang lebih bagus, dan perhatian dari sang ayah. Meski dirundung, Leticia tetap merasa bahagia. Ayahnya menyayanginya meski ibunya telah meninggal. Akan tetapi, ketika usianya mencapai 12 tahun, sang ayah membawanya ke kuil dan memintanya untuk tinggal.
Kala itu, ia menyadari bahwa sang ayah telah menjualnya ke kuil.
Seiring dengan bertambahnya tahun, keberadaan penyihir suku angin semakin berkurang jumlahnya. Bukan hanya itu, para penyembuh yang sejak dulu menjaga suku angin dari dalam juga kian sedikit. Maka dari itu, pihak kuil melakukan segala cara supaya penyihir angin tidak punah. Mereka bahkan membayar siapapun yang dapat menyerahkan anak dengan bakat sihir angin atau penyembuhan. Dengan anak-anak itu, mereka harap dapat menciptakan keturunan penyihir yang diberkati oleh Dewi Angin. Dewi yang dipuja oleh masyarakat Suku Ventus.
Leticia awalnya mengira bahwa ayahnya sangat menyayanginya. Namun kini ia tak memiliki rasa apapun lagi terhadap pria itu. Semua kebahagiaannya menguap bersamaan dengan menghilangnya bayangan sang ayah kala itu.
Jika saudara tirinya adalah seorang perundung, maka ayahnya adalah seorang bajingan yang menjualnya demi sekantung uang.
Leticia berharap, ia akan mendapat kehidupan yang nyaman di kuil. Ia pikir begitu tadinya. Namun sekali lagi, semua harapannya pupus. Jika dulu yang merundungnya hanya 5 orang. Maka sekarang jumlahnya lebih banyak beberapa kali lipat.
Rasa lelah kerap membuat Leticia berpikir untuk melarikan diri. Tapi ia tidak bisa. Alih-alih melarikan diri, ia terus bertahan hingga kini usianya genap 17 tahun.
Di bawah pohon ek, Leticia menatap ke arah langit biru yang cerah. Angin berhembus lebih lembut dan tidak pernah terjadi badai di Ventus. Ini berkat dari Dewi Angin. Setiap masyarakat Ventus mendapatkan berkat angin. Sejak Leticia mengatakan dengan tegas bahwa ia tak akan lagi menjadi budak Rona, ia kembali diganggu lagi. Namun itu bukan lagi masalah besar baginya. Ia punya lebih banyak kekuatan dan daya tahan sekarang. Mungkin ini semua karena kehidupan masa lalu yang kerap muncul sejak beberapa hari yang lalu.