08

18 8 1
                                    

Vote dulu sebelum baca ya pren!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Vote dulu sebelum baca ya pren!

***

Desa-desa kecil di sekitar ibu kota dibangun dengan rapih. Mereka mengandalkan bahan-bahan bangunan dari alam seperti kayu, dengan atap jerami dan daun-daun tahan air serta perapian yang terbuat dari lumpur yang direkatkan di bebatuan. Di musim dingin, perapian nampak mengeluarkan asap. Di musim panas, tanaman sayur-sayuran seperti labu, dan tomat tumbuh dengan subur.

Rumah-rumah pohon berdiri dengan cantik di sudut kota yang agak jauh dari istana. Atap runcingnya menarik perhatian Leticia. Tumbuhan merambat menutupi atap-atap dan dinding. Bunga-bunga mekar dengan cantik di musim semi. Dan air mengalir melewati talang di musim gugur. Pepohonan yang menguning menggugurkan daunnya. Beberapa bunga berwarna merah gugur dan jatuh ke tanah-tanah coklat yang dingin. Musim dingin sudah mulai mendekat. Musim gugur dengan labu yang menguning, daun maple yang mengering, dan kucing hitam yang berkeliaran di sore hari mencari mangsa. Hangat sekaligus dingin.

Heros mengajak Leticia masuk ke dalam sebuah rumah pondok. Pintunya tak terlalu besar bagi pria itu. Jika tingginya lebih dari 190 centimeter, maka pintu itu dibuat kurang dari 180 centimeter. Leticia ikut masuk. Membawa sebuah kantung kertas berisi roti dan buah. Ia mengedarkan pandangannya menelusuri seisi rumah. Ruangan itu nampak sederhana. Sebuah meja segi empat dengan warna kecoklatan dikelilingi 3 buah kursi. Lalu dua buah jendela berbentuk setengah lingkaran memperlihatkan masing-masing 2 buah pot bunga di depannya. Sebuah lemari gantung  di atas tungku masak. Lalu 2 buah lemari setinggi Leticia di sisi kanan dan kiri lemari gantung. Ada sebuah tangga menuju lantai dua. Di atas pondok ini, ada sebuah rumah pohon yang terhubung melalui tangga melingkar.

"Duduklah." Leticia menurut. Ia terlalu sibuk menganalisis. Langkah kakinya menimbulkan suara di atas permukaan lantai kayu. Ia duduk di salah satu kursi yang mengelilingi meja. Lalu Heros mengeluarkan barang-barang dari kantong belanjanya.

Pria itu tak mengatakan apapun. Membiarkan Leticia terus melihat-lihat isi pondok itu dengan ekspresinya yang terus berubah-ubah.

Selang beberapa menit berlalu, Leticia tersentak kecil. Menoleh ke arah Heros yang meletakkan sebuah wadah tembikar berbahan tanah liat berisi sup daging yang mengepul. Aromanya lezat. Aromanya seperti mengandung banyak rempah dan bahan-bahan yang tak pernah Leticia lihat. Ia juga sedikit mencium aroma tanaman herbal yang menghangatkan.

Pria itu kemudian kembali lagi, mengambil sesuatu. Kali ini, adalah tumisan sawi hijau dengan paprika merah yang kontras. Padahal, aromanya selezat ini, tapi karena asyik melamun, Leticia tak menyadarinya.

"Biar saya yang memotong rotinya." Leticia bergegas mengambil kantong kertas tempat roti itu berada.

Heros menyodorkan pisau ke arah Leticia, dan gadis itu mengambilnya, memotong rotinya dengan perlahan. Heros duduk di depan Leticia, melihat apa yang gadis itu lakukan. Tersenyum. Itu juga membuat Leticia merasa heran. Heros banyak tersenyum. Tak mirip dengan 2 tahun lalu. Ia kerap merasa was-was dan ketakutan terhadap pria ini.

Leticia : Breeze Of The SoreliaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang