Seorang gadis baru saja keluar dari dalam kamar mandi. Ia hanya mengenakan sebuah piyama dan sebuah handuk untuk mengusap rambutnya yang masih basah. Setelah ia rasa air yang membasahi rambutnya kini sudah tidak begitu banyak menetes, ia pun mulai mengeringkan rambutnya dengan headryer yang terletak di atas meja riasnya. Setelah beberapa menit selesai, ia mulai meletakkan alat pengering rambut itu di tempatnya. Kini ia berjalan ke arah lemari pakaiannya yang cukup besar. Mulai membuka lemari yang ada di hadapannya dan mulai memilah baju mana yang akan di kenakannya pagi ini. Tapi, tiba-tiba saja dia merenung. Kejadian beberapa hari yang lalu terjadi di rumahnya kembali terngiang. Kejadian insiden pertengkaran Ryu dan Arta tanpa sebab yang di ketahuinya, juga insiden dirinya yang mengegoiskan lagi keingintahuannya dan kembali dalam sebuah perdebatan hingga masuk dalam masa lalunya. Sekarang, rumah terasa begitu sepi. Setelah kejadian itu, yang lain memutuskan untuk kembali ke rumah masing-masing agar suasana tidak semakin ricuh. Arta sendiri memutuskan untuk tetap tinggal, hanya saja ia tak begitu memperhatikan diantara Rena dan Ryu.
Di saat dirinya yang tengah merenung dalam keadaan yang begitu senyap didalam kamarnya, sesuatu tengah mengejutkannya, sebuah pelukan dari balik punggungnya sudah dengan sukses melingkar dipinggang rampingnya. Membuat dirinya sontak ingin berbalik melihat siapa yang memeluknya. Tapi, niatan itu terurung saat dirinya mendengar suara yang begitu di kenalinya terdengar di telinganya.
"Jangan bergerak! Tetaplah seperti ini!"
Setelah mendengar itu, entah kenapa hawa di dalam diri Rena menghangat. Entah kenapa juga, hatinya seakan melumer untuk menurut setiap apa yang di katakan kakaknya. Tak ada percakapan apapun diantara keduanya. Ryu yang masih memeluknya hangat, bahkan hembusan nafasnya begitu terasa di leher Rena. Setelah beberapa saat diam, kini pelukan itu sedikit merenggang karena Ryu mencoba membalikkan tubuh adikknya agar bisa di tatapnya wajah manis milik gadis itu. Lagi-lagi Rena hanya menurut dan kini ia bisa menatap wajah kakaknya dengan sempurna. Ia tersenyum kecil, ia menyadari bahwa kakaknya ini memang memiliki wajah yang tampan dan menawan. Tak begitu di rasakannya, matanya begitu intens menelusuri wajah itu. Tangannya bergerak, mengusap kedua alis tebal itu, melihat matanya yang begitu sama dengan miliknya, melihat hidungnya yang mancung sama seperti dirinya, dan sampai di bagian akhir. Ia hanya memperhatikan dan tersenyum dengan tawa kecil saat bibir ranum Rena tergambar dalam pandangannya. Sekarang tangan Ryu yang sukses sudah mengusap pipi lembut milik Rena, menjalar untuk bergerak turun mengunci dagu Rena. Pelukan yang tadi melonggar, kini sudah kembali di pereratnya. Bahkan wajah Ryu semakin mencondong kedepan dan matanya sudah tertutup rapat, membuat Rena sadar, tapi ia masih dalam kediamannya. Saat wajahnya semakin mendekat, Rena sedikit menjauhkan wajahnya dan memanggilnya.
"Ryu,"
Ia memanggilnya dengan ragu. Membuat Rena hanya menimbulkan suara kecil yang hampir tak terdengar. Tenggorokannya seakan tercekat begitu saja saat itu.
"Ryuzaki,"
Ia mencoba mengulang untuk memanggilnya, kali ini suaranya memang begitu terdengar. Tapi, Ryu terlihat mengacuhkannya begitu saja. Rena mengalihkan pandangannya kesamping untuk mengambil nafas, ia rasa dadanya sudah sangat sesak. Saat ia kembali memandang ke depan, wajah Ryu benar-benar sudah berada di dekatnya. Membuatnya jadi spontan kembali memanggilnya dengan sebuah penekanan.
"Onii-chan!"
Ryu berhenti. Ia membuka matanya dan menatap Rena. Expresi wajah sang adik yang masih dalam pelukannya itu membuat Ryu hanya bisa menatapnya tanpa expresi apapun. Dagu lancip milik gadis itu masih di kuncinya, ia kembali menariknya dengan pelan dan dengan singkat, bibir mereka sekarang sudah menyatu. Ryu memejamkan matanya dan begitu tenang. Sedangkan Rena, ia awalnya terbelalak saat Ryu semakin memperdalam permainan yang baru saja di mainkannya. Dan sekarang, Rena jadi ikut memejamkan matanya, kedua tangannya pun sudah meremas pelan pundak Ryu. Ia masih berusaha mencoba untuk menghentikan perlakuan Ryu, tapi ia sama sekali tak ingin melepaskannya.
***
Setelah insiden itu. Ryu juga seakan menjauh. Itu yang Rena rasakan. Walaupun mereka satu rumah, tapi Rena bahkan tak pernah bertatap muka dengannya dua minggu ini. Pada akhirnya di satu malam, Rena sengaja menunggu Ryu di ruang tamu yang sengaja lampunya ia redupkan agar Ryu mengira bahwa penghuni di rumahnya sudah tertidur. Jam menunjukkan pukul 12 malam. Ryu membuka pintu dengan santai, ia tak mengira bahwa adiknya sedang menunggu di balik pintu utama rumahnya. Saat Ryu sukses menutup pintu, lampu ruang tamu menyala dan Ryu menangkap sosok Rena ada di samping dirinya, mereka berhadapan. Rena sudah melipat kedua tangannya di dada, ia menatap Ryu dengan tatapan yang penuh tanda tanya.
"Sebenarnya apa yang kau kerjakan hingga aku tak bisa melihatmu lagi selama dua minggu ini?" Rena kini berdiri tegap dan memandang serius kakaknya. Ryu hanya diam, dia tak memberi respon apapun.
"Pergi pagi-pagi buta dan pulang larut malam. Kau ingin menghindariku selama hidupku? Kau mampu melakukannya? Lalu aku? Kau membuangku begitu saja?" Rena membuang muka sebentar, ia tak mengerti dengan sikap kakaknya itu. "Kau mendengarku, kan? Atau sekarang kau mulai bersikap aku hanyalah angin lalu yang tak kau anggap sama sekali begitu." Sambungnya.
"Hentikan!" hanya dengan satu kata yang begitu tegas Ryu ucapkan, membuat Rena diam. Namun pandangannya masih serius ke arah kakaknya.
"Ini sudah larut malam dan kau ingin berdebat denganku. Aku lelah, aku ingin istirahat." Ryu tidak menjawab semua lontaran adiknya. Ia bergerak meninggalkan Rena.
"Apa mungkin ini mengenai Kau dan Alisa?" saat itu juga Ryu memberhentikan langkah lebarnya. Ia memutar tubuhnya menghadap ke arah Rena yang jauh dari jangkauannya.
"Tahu apa kau soal Aku dan Alisa?" pertanyaan yang Ryu lontarkan itu justru membuat alis Rena bertaut. Ia berusaha mencerna pertanyaan yang Ryu maksud.
"Maksudmu?" timpal Rena cepat. Terlihat Ryu menghela nafas beratnya di ujung tangga.
"Lupakan!" setelah itu ia mulai kembali melangkah dan membiarkan Rena yang mematung di tempatnya.
To Be Continued
KAMU SEDANG MEMBACA
The End of Story
Teen FictionGadis yang begitu beruntung. Banyak orang yang mencintai dirinya. Tapi juga begitu banyak rahasia yang terselubung dalam hubungannya dengan beberapa kerabat bahkan kakaknya sendiri. Begitu tak bisa di tebak. Dan sesuatu yang tak dimengerti di masa l...