Bag 2 : Cristian Cesar Wijaya

143 6 0
                                    

Rena masuk kedalam Rush hitam milik Ryu dengan malas. Ya. Jam sore menandakan sekolah sudah berakhir. Hempasan kasar begitu membuat Ryu menatap adiknya sebentar. Kini Ryu segera melajukan mobilnya untuk menuju kediamannya. Dalam perjalan pulang, tak ada pembicaraan apapun. Biasanya, Rena begitu banyak bicara sampai membuat Ryu menghentikannya. Tapi, ini aneh. Ryu menyudutkan mobilnya di jalan dan memberhentikannya. Rena yang menyadari menatap ke arah Ryu dengan pandangan bingung.

"Apa yang kau lakukan?" tanya Rena. Dari nada suaranya saja ia tahu, kalau Rena sangat tak bersemangat.

"Seharusnya aku yang bertanya. Ada apa denganmu, Ren?" Ryu menatap adiknya lekat-lekat. Sedangkan yang ditatap malah enggan, dan tak menjawab, hanya memalingkan wajahnya tak peduli. 

"Aku sedang tidak ingin berdebat denganmu, Ryu." kilah gadis itu. Helaan kasar dan berat itu keluar dari Ryu.

"Aku bermaksud baik menanyakannya. Ajakan untuk berdebat sama sekali tak pernah terfikir. Justru aku mengkhawatirkanmu." kalimat itu tak mengindahkan gadis itu. Ia diam, tak merespon. Aneh, pikir Ryu. 

"Kau bertengkar?" Dan gelengan di kepala gadis itu membuatnya semakin bingung.

"Apa yang terjadi, Ren?" nada itu mengintimidasi Rena. Membuat dirinya kini menatap kakaknya. Kakak satu-satunya yang sangat di sayanginya sampai kapanpun itu walau kadang ia menyebalkan. Mata gadis itu berkaca-kaca. Ryu melihat hal itu. Ia mendekat dan memeluk gadis kecilnya itu. 

"Aku tidak mengerti, Ryu. Aku tidak mengerti." utaranya. Ryu mengusap lembut punggung gadis itu.

"Coba katakan perlahan. Aku akan mendengarkannya." pinta Ryu. Terdengar isakan kecil itu mulai mengisi ruang di mobilnya. Gadis itu sudah mulai menangis di pundak sang kakak. 

TOK..TOK

Bunyi ketukan di jendela mobil sangat mengejutkan keduanya. Isakan kecil Rena tertahan. Ryu pun melepaskan pelukannya. Seseorang tengah membuka pintu mobil yang ada di samping kiri Rena. Rena jadi terkesiap dan bertambah dengan keterkejutannya siapa seseorang yang dilihatnya saat ini.

"Hikz.. Kak, Kak Tian?" 

***

"Kau hanya masih tak memahami pria berhati batu itu, Irena.." 

Cristian. Dia sudah ada di rumah gadis itu sekarang. Duduk di hadapan gadis itu. Dan hal yang paling tidak disukai Rena. Tian duduk berlutut, bersimpuh dihadapan gadis itu. Usapan nyaman seorang Tian sangat lembut di puncak kepalanya. Gadis itu menatap mata biru pekat milik pria di hadapannya dengan lekat.

'Kenapa tidak kau takdirkan aku mencintai pria dihadapanku saja, Tuhan? Kenapa aku harus mencintai adiknya?' keluhan hati yang mengintimidasi dirinya sendiri itu terbesit dalam sekejap. Membuat dirinya sedikit tertawa renyah dengan pengakuan bodohnya barusan. Dan tingkahnya yang sekejap itu membuat mata Tian menatapnya semakin lekat dan penuh kekhawatiran. 

"Maaf," ucap gadis itu, yang sama sekali tak dimengertinya. Ia hanya sedikit menyunggingkan senyumnya pada Tian. Setidaknya mencoba untuk mengurangi kekhawatiran pria itu padanya yang begitu berlebihan.

Dia mengetahui akhir pembicaraan gadis itu dengan Felix yang kembali dengan suatu hal yang tak dimengerti. Suatu pembicaraan aneh dan selesai dengan membuat gadis itu juga seakan tak mengerti karena apa. Karena itulah, tiba-tiba Tian muncul. Hanya karena merasa bersalah padanya. Dan lagi-lagi, itu terjadi karena sikap adiknya yang mungkin saja mengusiknya. Ia datang berbondong membawa suatu penjelasan agar gadis itu bisa mengerti dan memahami pria yang di katakannya berhati batu. Ya. Tentu saja pria berhati batu itu adalah yang di maksud, Felix. Seperti yang terlihat sekarang. Kedua tangan pria dihadapan gadis itu kini mengatup dengan hangat. Mengusap lembut punggung tangan gadis itu dan sesekali tangannya itu menelusup menyapu pipi tirusnya. 

The End of StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang