Bag 1 : Homesick

831 9 0
                                    

Bulan ini adalah bulan Maret. Bulan untuk kita ucapkan selamat tinggal pada semuanya. Karena bulan ini mewakili hadirnya Musim Semi di negara matahari terbit ini. Dan musim semi adalah musim yang begitu di nanti oleh masyarakat Jepang. Menyambutnya begitu gembira dan suka cita. Bunga yang paling terkenal di Jepang yaitu bunga sakura, dan nampak sudah begitu bermekaran indah di sepanjang jalanan Tokyo.

"Tepatnya sisa 2 hari hingga hari kelulusan. Kita habiskan waktu tiga tahun kemarin bersama, tapi aku harus berpisah dengan kalian semua." Gadis manis itu sedang ada di kantin bersama dengan beberapa teman perempuannya. Ia benar-benar sedikit tidak rela akan segera meninggalkan SMP-nya di Jepang. Dirinya sendiri juga sudah berencana untuk meninggalkan kota kelahirannya untuk kembali ke Indonesia dan menimbah ilmu disana, juga demi mengikuti seseorang yang sangat special baginya. 

"Ah..! Aku dengar, kau juga akan meninggalkan kediamanmu. Benarkah?" seorang gadis berambut ikal sebahu tengah memperhatikannya dengan saksama. Ia memang mendengar desas-desus itu dari beberapa temannya di kelas. Dan tidak ada salahnya bertanya langsung pada temannya ini. Gadis itu hanya tersenyum.

"Hm, sepertinya begitu." Jawabnya. Membuat teman-temannya yang lain memberikan kesan terkejut dan tidak percaya. 

"Jadi itu benar? Apa kita masih bisa bertemu? Mengingat jarak negara ini dengan disana sangat jauh." kini gadis berambut hitam lurus yang berbicara. Gadis itu menanggapinya dengan tawa kecil.

"Tenang saja, jika ada waktu aku akan berlibur disini." Ujarnya, membuat teman-temannya yang lain tersenyum dan mengangguk setuju kearahnya. 

***

Gadis itu tengah melangkahkan kakinya dengan begitu santai. Ia tersenyum dalam hatinya. Sejenak memberhentikan langkahnya dan mengalihkan pandangannya berbalik. Melihat seseorang yang bersandar di mobil pribadi milik keluarganya. Masih dengan wajah di tekuk dan sangat terlihat buruk. 'Apa dia benar-benar marah padaku?' fikir gadis itu heran. Dengan tidak pedulinya, ia kembali melanjutkan langkahnya. Kakinya menyusuri beberapa anak tangga di kuil dekat sekolah yang baru saja melepasnya dalam sebuah lulusan sekolah. 

Ia berhenti tepat di depan kuil. Memperhatikan beberapa lilin yang terpajang di hadapannya. Lilin itu mati tak bernyawa. Dan akan dinyalakan saat malam tiba. Tentu saja hari dimana sekarang ini masih terang benderang karena waktu menunjukkan pukul satu siang. Ada benda yang begitu panjang menggantung di hadapannya. Ada juga papan yang terdapat beberapa lubang di sana. Gadis itu tersenyum, kemudian beberapa uang logam di lemparkannya dengan menyebar ke arah lubang di hadapannya. Dan sekarang, ia sedikit menggoyangkan benda panjang menggantung di hadapannya itu dan menghasilkan bunyi seperti lonceng. Kini dirinya memberi hormat dua kali, setelah itu menepuk tangan mungilnya dua kali. Ia mulai menutup matanya. Ia berdoa dalam kuil ini.

'Bila ada sesuatu yang terjadi padanya, aku akan selalu ada untuk menghiburnya.' 

Bungkukkan rasa hormat dari gadis itu kembali dilakukannya. Matanya sudah tak lagi terpejam. Senyumnya sudah kembali ia sunggingkan. Kini ia berbalik dan melangkahkan kakinya menuju ke arah seseorang yang tengah bersandar di mobil pribadi milik keluarganya tadi. Pria itu benar-benar membuatnya muak. Ia masih saja menunjukkan wajah kesal, marah dan tidak peduli terhadapnya. Dan gadis itu berdecak dan tertawa kecil melihatnya.

"Nggak sekalian lihat ramalan keberuntungan?" terkamnya dengan nada suara yang kesal. Gadis itu membalasnya dengan tawa kecil. "Zero-kun," panggilnya yang bermaksud menghentikan kekesalan pria di hadapannya. 

"Kau benar-benar menyebalkan," lagi-lagi pria itu bersungut-sungut terhadapnya. Gadis itu menggeleng dan menghela nafasnya.

"Apa kau tak bisa membatalkannya? Kenapa kau harus kembali? Disini kan tempat kelahiranmu," dia benar-benar marah. 

The End of StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang