Bag 8 : Flashback 4

93 6 8
                                    

Felix berdiri tegap dengan pandangan yang meluncur tajam. Menatap lawannya yang ada di seberang hantaran lapangan sekolah. Pertandingan sengit yang di atur oleh Tian sebentar lagi akan segera terlaksana. Membuat Rena memandang gugup. Antara pria yang di cintainya, atau pria yang di sayanginya bukan lain adalah Ryu. Bukan memilih untuk berpihak pada siapa, sebenarnya. Tapi, sudah pasti dirinya ada untuk Felix. Dia pria yang mempercayai dirinya dengan sepenuh jiwa raganya. Dan kakak kandungnya, malah memperjauh jangkauan dirinya untuk gadis itu. Rena menghela nafas beratnya. Felix menyadari itu. Pandangannya begitu terarah untuk gadis itu. Pandangan tajam darinya berubah lembut saat melihat gadisnya. Tersungging indah dalam hitungan detik. Kedua tangannya bergerak. Tangan sebelah kirinya merengkuh tubuh gadis itu untuk mendekat, sedangkan tangan kanannya bergerak mengusap lembut rambutnya. 

"Percayalah padaku, Ren. Aku janji. Setelah ini semuanya akan baik-baik saja." Pria itu mencoba meyakinkan diri gadis itu. Tapi, yang ada gadis itu tak berhenti dalam kegelisahannya sendiri. Dia malah semakin cemas dengan janji yang pria itu ucapkan di hadapannya. Tidak. Gadis itu tidak meragukan pria di pelukannya. Ia hanya cemas dengan janji yang pria itu buat sendiri. Dia merasa tidak masalah kalau kenyataannya setelah ini tidak baik-baik saja untuknya. Tapi, kakaknya itu tidak akan membiarkan pria ini lepas. Dan Ryu akan benar-benar malah mempermainkan pria dalam dekapannya. Gadis itu memeluk tubuh Felix dengan erat. Bahkan remasan di baju pria itu di rasakan oleh sang empunya. Membuat dirinya mengerti, bahkan gadisnya ini masih berkelut dengan keyakinannya sendiri.

"Ada apa?" akhirnya pria itu menyetarakan wajahnya ke hadapan gadis itu setelah pelukan erat gadis itu berhasil terlepas. Sorot mata gadis itu terlihat begitu sendu, lirih dan sangat khawatir. Gadis itu menghela nafasnya yang tertahan. Karena wajah pria itu begitu dekat dengannya. Aroma mint tercium di hidung pria itu. Kecupan sekilas di bibir gadis itu sudah tercetak. Tapi mata hazel miliknya masih tak memancarkan keindahan, senyumnya juga tak kunjung di perlihatkan oleh gadis itu. Membuat Felix bergeming masih dalam sorot teduh dalam diri gadisnya. 

"Rena. Kamu tidak perlu takut akan hal yang terjadi padaku. Walaupun janjiku tak terbayarkan untukmu, okey? Ayolah! Kau mendukungku." Pria itu masih menatapnya dalam. Mencoba kembali untuk meyakinkannya. Jawaban gadis itu malah menggeleng. Membuatnya masih tak mengerti. Felix gemas. Ia mengacak anak poni gadis itu.

"Sudahlah. Kalau kau masih menunjukkan wajah seperti itu, aku akan benar-benar membuat semua ini kalah." Kendati pria itu mengancam derap gelisah yang di hasilkan oleh ketakutan gadis itu sendiri. Bibirnya merenggut. Menyisakan kekesalan yang di rasakan di hatinya. Pandangannya kini menatap Felix. Sorot mata hazelnya membuat Felix sudah bisa merasakan kobar semangat untuknya lagi. Dia sudah kembali bisa memahami gadis itu. Dan dengan kepercayaan tingginya. Memenangkan ini untuk gadis yang ada dalam pandangannya. Memberikannya sepenuhnya. Semua akan di lakukannya hanya untuk gadis yang sangat berarti untuknya itu. 

Pandangannya kini sudah kembali beralih menatap pria di seberang hantaran lapangan. Tian sendiri sudah terlihat berlari kecil untuk berada di tengah lapangan. Pertandingan sengit antara Ryu dan Felix malah menjadi pusat perhatian beberapa siswa dan siswi yang ternyata tidak berniat untuk pulang di jam pulang sekolah seperti sekarang. Yang bersangkutan dari mereka juga sama sekali tidak memperdulikan itu. Ryu dan Felix sudah berdiri di antara Tian. Pria itu mencoba memberikan instruksi yang di berikannya dalam permainan yang terbungkus maksud untuk pertandingan sengit dari keduanya.

"Karena aku tidak ingin kalian berdebat tentang peraturan yang kalian buat sendiri. Maka dari itu, aku memutuskannya sendiri. Kalian bermain dalam waktu 45 menit. Karena kalian bermain satu lawan satu, kita hanya menggunakan setengah lapangan. Dan yang paling tidak pernah aku fikirkan sebelumnya. Dalam pertandingan sengit kalian, aku putuskan untuk membiarkan kalian masuk dalam streetball. So, tidak ada peraturan yang di tentukan dalam game kalian sendiri. Sudah cukup jelas, kan?" penerangan Tian membuat keduanya malah menunjukkan senyum arti dari diri mereka sendiri. Ryu yang memandang dengan tatapan penuh keremehannya. Sedangkan arti dari senyum Felix sendiri, tak begitu mengindahkan untuk diartikan. 

The End of StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang