{05} • Bintang Malam Raden

44 18 2
                                    



{05} • Bintang Malam Raden

"Kepedulian orang-orang hanya sementara, akan bergantung pada siapa jika tak beristirahat diatas langkah mu sendiri?"

--

❗Ditulis dari sudut pandang penulis. Bukan dari sudut pandang Shinta.

--

Raden Sandyakala mungkin selalu berharap jika seluruh momen-momen pedih di kehidupannya hanya sekedar mimpi buruk belaka. Pengecualian untuk seorang gadis yang ia temui di pasar rakyat hari minggu pada awal Desember kemarin.

Usianya kini 19 tahun, ada waktu di kala sang surya tenggelam di balik bukit-bukit hijau. Kemudian, bintang dan bulan melengkapi indah cahaya nya, saat kunang-kunang yang hinggap di kelopak mawar. Singkat nya, ketika malam tiba. Raden hanya akan habiskan waktu mengenang hidupnya.

Sangat disayangkan, setelah nenek tiada tak ada lagi yang mampu mengurus mereka. Hidupnya terbatas, pendidikan kurang berkualitas, bahkan kesehatan pun tak terjamin. Bukan suatu tanggung jawab remaja sembilan belas tahun untuk menghidupi diri nya sendiri dan adiknya.

Tidak perlu bertanya kemana orang tua Raden, karena itu hanya akan semakin menghadirkan kesedihan singkat yang menyambar hati nya yang penuh sayat. Setelah Ibu meninggal karena sakitnya, Bapak pergi entah kemana. Meninggalkan tanggung jawabnya, serta melupakan fakta bahwa sang anak masih butuh nafkah dan kasih sayang.

Bagi Raden, Bapak hanyalah seorang anak kecil yang terjebak di raga orang dewasa. Tak pernah mau mengalah. Egois, seakan seluruh dunia hanya berpusat padanya. Memuakkan!

“Mas, sampeyan ora kanyepen?”

[Mas, kamu nggak kedinginan]

Raden menoleh, tersenyum tipis pada sang adik. Saskara Raespati, bocah laki-laki polos berusia sepuluh tahun yang kehilangan satu-persatu keluarganya sejak kecil.

Satu-satunya alasan Raden bertahan hingga kini adalah Saskara. Dan jika bukan karenanya, entah kemana arah Raden sekarang, kadang kala jika hampir seluruh kakak di dunia benci pada adiknya, maka Raden menjadi satu dari seribu yang siap mati demi Saskara, adiknya.

Kadang, jika terlintas di benak Raden untuk menyerah. Maka ada Saskara yang dengan ajaib meyakinkan kakak nya untuk bertahan, setidaknya untuk dirinya yang masih butuh dibimbing.

Jika Raden menyerah nanti, tidak akan ada yang membonceng Saskara naik sepeda onthel ke sekolah pada pagi hari, lalu melihat bintang-bibtang dan berbicara dengan Ibu melaui langit di malam harinya.

Siapa yang cukup ikhlas menggantikan perannya di kemudian hari?

Raden mengusap perlahan rambut kering Saskara, kemudian dengan kekehan kecil nya ia berkata “Mas kuat, dek!”

Meski nyatanya semua itu kebohongan semata. Raden sakit, tubuhnya meremang diserang dingin. Tapi ia hanya tak ingin Saskara tau tentang itu dan harus berbagi selimut kecil satu-satunya yang mereka miliki.

Nyatanya Raden memang tak serba punya layaknya mereka, namun tidak ada yang salah ‘kan untuk mempertahankan masa kecil bahagia Saskara?

“Sampean mbliduk,”

[Kamu bohong]

Raden mengernyitkan dahi “Leres, Sas. Mas mboten kanyepen”

[Bener, Sas. Mas tidak kedinginan]

ASMARALOKA BLORA {2014}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang