{09} • Tangis.

28 11 4
                                    



09} • Tangis.

"Menjadi bagian dari tangis, atau menjadi yang menangis? semua adalah pilihan buruk"

---

Raden benar-benar tidak mengerti mengapa cuaca bekerja sangat ekstrim pada bulan Desember. Yang Raden rasakan, adalah terik pada siang hari. Namun, hujan datang disertai angin pada malam harinya. Demi apapun, menurut Raden jangan pernah percaya pada ramalan cuaca di ponsel mu untuk saat ini.

Sisa hujan semalam menjadikan rerumputan di taman sekolah menjadi lembab dan menyisakan aroma basah yang menarik seluruh indra penciuman untuk menikmati aroma nya. Terik matahari pada jam sembilan pagi menembus ranting-ranting bunga tabebuya dan mengarah langsung padanya.

Raden telah menyelesaikan Ujian Tahunan atau akhir semester di hari kedua. Setelah menyelesaikan ujian mata pelajaran pertama, ia hanya perlu menunggu waktu istirahat selesai dan masuk kembali ke ruangan untuk mengerjakan ujian kedua. Mereka akan pulang lebih awal saat masa ujian berlangsung.

“Raden,” ia menoleh.

“Enek seng nyeluk awakmu,” ujar laki-laki itu, dengan name tag Nalasetya.

[Ada yang manggil kamu]

Raden mengangguk, “Sopo?

[Siapa?]

Nala hanya menaikkan pundak nya, tak tahu. “Petuk'i dhewe, neng kamar mandi seng kawak sebelah etan UKS”

[Temui sendiri, di kamar mandi yang lama sebelah timur UKS]

Raden mengikuti arah pandang Setya, kemudian mengangguk paham. Meski agak diselingi curiga karena tidak biasanya Ada orang yang ingin menemuinya namun di kamar mandi yang telah lama ditutup karena rusak. Itu tidak biasa.

“Suwun, yo” katanya.

[Makasih ya]

Raden susah payah meyakinkan dirinya untuk tetap menepis rasa curiga yang memenuhi hatinya kini. Tidak ada yang tahu ‘kan? Mungkin saja ada sesuatu penting yang harus disampaikan, pikirnya

Laki-laki ini berjalan sendirian menuju ke tempat yang telah Setya tunjukkan padanya. Hingga saat sampai disana, semua nya sepi. Tidak ada siapapun di sekitar kamar mandi lama yang telah terbengkalai itu.

Ia membuka seluruh bilik yang ada di sana, dari bilik yang ada di pojok kanan dan seterusnya. Naas, pada bilik ke tiga seseorang menarik tangannya dengan kasar, membuat tubuh nya terhuyung dan tersungkur karena tak siap dengan itu.

Tubuh nya membentur kuat dengan lantai kamar mandi yang telah kering, sebagian ubin keramik yang pecah menggoreskan luka kembali pada wajah Raden yang bahkan belum sembuh sepenuhnya karena pukulan yang ia terima kemarin.

Raden mendongak, sudah ia duga bahwa mereka adalah ketiga pengusik hidupnya. Mereka semua berdiri menatap Raden dengan tajam.

“Tangi!” titah Sadewa. Yang paling tak banyak bicara diantara mereka.

Raden bersusah payah bangun ketika rasa sakit perlahan menjalar ke seluruh tubuhnya. Lagi-lagi, saat tubuhnya sempurna berdiri. Ia didorong kuat membentur tembok, hingga rasa sakit itu kembali datang.

“Kowe ngadu opo marang kepala sekolah?” Kali ini Najendra, mencengkram dagu nya.

[Kamu ngadu apa ke kepala sekolah?]

Raden menggeleng, dengan sisa-sisa tenaga nya yang ada. Tapi, tetap saja. Semakin ia memberontak sakit itu semakin kejam tanpa ampun menyerang tubuh nya kali ini. Yang bisa ia lakukan mungkin menurut pada apa yang mereka bertiga lakukan.

ASMARALOKA BLORA {2014}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang