{08} • Menggoreskan memori
"Jika tidak kini, mungkin kamu akan menyesal tidak melakukan saat kamu tak lagi jumpai pagi."
Sebuah kesialan bertubi-tubi menimpaku hari ini. Entah apa yang terjadi, tapi hari ini benar-benar membuatku ingin berteriak keras melampiaskan seluruh emosi dan kekesalanku pada siapa pun.
Pertama, Aku datang terlalu pagi ke sekolah. Di jam lima lebih lima belas menit aku susah berada di sekolah yang masih sangat sepi. Kemungkinan hanya ada aku sebagai satu-satunya orang yang telah datang.
Kedua, aku membaca papan pengumuman di sekolah dan menemukan secarik kalimat yang membuatku menganga sempurna.
‘Atas adanya beberapa kendala, maka dengan ini kami ajukan jadwal Ujian Tahunan Barawijaya dari tanggal 15 Desember ke tanggal 7 Desember’
7 Desember itu hari ini, dan bahkan aku belum sempat belajar banyak untuk hal ini. Kesialan ketiga adalah peserta seluruh sekolah diacak dengan ruangan yang berbeda. Bagian paling sial aku berada di ruangan yang sama dengan Batara Mahesa, Najendra Lesmana, dan Sadewa Atmaja.
Sial, sungguh sial, sial yang benar-benar sial. Itulah definisi sial ku hari ini.
Aku menghembuskan nafas pasrah, bagiku ini mungkin masalah besar. Tapi aku akan melewatinya, pasti!
Pada pagi itu aku berjalan di koridor menuju ruangan yang telah ditunjukkan di papan pengumuman. Namun, melihat pada apa yang terjadi di taman belakang sekolah aku menyipitkan mataku. Berharap apa yang aku lihat tidaklah benar.
Itu ketiga laki-laki penindas Barawijaya melakukan aksinya lagi. Pada… Raden? Entahlah, semoga yang aku lihat tidaklah benar.
꒷︶꒷꒥꒷‧₊˚꒷︶꒷꒥꒷‧₊˚
Rasanya dingin, begitu dingin. Entah bagaimana Raden mendeskripsikan rasa dingin yang menerpa kulitnya. Yang pasti, semua itu seakan menusuk tulang. Dan hatinya.
Seperti hari-hari sebelumnya, ia tetap datang ke sekolah dengan sepeda onthel tua miliknya yang sudah mulai berkarat. Memarkirkan nya jauh dari tempat para murid memarkirkan kendaraan mereka, di bawah pohon mangga, seperti biasa.
“Heh, Raden!”
Dia menoleh dengan kebingungan. Namun, seakan semuanya itu sirna saat netra nya menangkap tiga sosok berdiri dengan angkuh di hadapannya, ia panik, seakan atmosfer berubah mencekam detik itu juga. Menjadikan tubuhnya mulai kaku, ketakutan.
“Wes weruh? Jadwal ulangan diajukan?” Tanya salah satu mereka, Najendra.
[Sudah tahu? Jadwal ulangan diajukan?]
Raden mengangguk. Meski sejatibya bohong karena dirinya pun baru mengerti akan kabar ini dari ucapan Najendra barusan. Namun, ia berusaha menyelamatkan diri dengan cara seperti ini.
“Mudeng kan tugas mu opo?” Sadewa bertanya dengan angkuh.
[Ngerti kan, tugas mu apa?]
Laki-laki ini hanya diam di tempatnya, tiada menjawab meski hanya sekedar gelengan ataupun anggukan kepala. Membuat mereka mulai kesal menunggu jawaban dari Raden, yang sesungguhnya masih bingung akan perkataan mereka bertiga.
“Goblok!” Umpat Mahesa.
Raden mengangkat kepalanya, menatap mata mereka satu persatu. Raden tahu akan maksud mereka yang ingin memanfaatkan dirinya sebagai seorang yang harus mengerjakan ujian mereka nantinya. Hal ini cukup sering terjadi tiap tahun. Namun, kali ini Raden akan mencoba melawannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ASMARALOKA BLORA {2014}
Fiksi RemajaAturannya, jangan jatuh cinta di Blora jika tak siap dengan kenangannya. Sayangnya aku melanggar itu semua, cinta pertama ku di sana, di kota Blora. Dan mungkin jadi yang terakhir. Berlayar panjang, aku berlabuh pada hatinya. Raden Sandyakala, yang...