{12} • Kenapa harus Blora?
"Blora itu bukan cuma kota biasa, Ta. Ya.. mungkin di mata orang lain kayak gitu, tapi sejatinya Blora itu rumah sebenarnya. Tempat yang sampai rmsejauh ini bisa menerima pulangku"
- Batara Mahesa.
----
A
ku tertidur bersama sisa-sisa hujan yang baru saja dimulai. Namun, aku kembali terbangun saat hujan-hujan itu belum berhenti sepenuhnya. Dingin, menyusup dari celah-celah dinding kamarku.
Meski hujan menyamarkan suara itu, aku dapat mendengar keributan di luar ruangan tidur ku. Aku berdiri dengan perlahan, merapatkan jaket yang aku kenakan sebelum pergi ke luar untuk memeriksa keadaan.
“Nggak! Minta maaf ke dia, atau Ayah nggak akan menerima kembali nya kamu di rumah ini”
“Iya, Ayah. Mahesa bisa lakuin itu, pasti!”
Om Armada─yang merupakan adik mamaku, kini aku lihat ia memijat pelipis nya pelan. “Sama saja, apa kurang hukuman yang ayah berikan buat kamu beberapa bulan terakhir ini?” tanyanya.
Sama, aku disini pun bertanya-tanya tentang kondisi keluarga ini. Ayolah, apa yang sebenarnya terjadi?
“Om, M-mahesa?” sebutku.
Mereka menoleh secara bersamaan, menyambut datangnya aku dengan tatapan malas nya. Aku merasakan terintimidasi karena aku sebagai orang baru yang hadir di antara mereka.
“Sudah bangun, Nak? Maaf mengganggu istirahat kamu” Om Mada berucap, sebelum meninggalkan kami berdua dan melewatiku begitu saja.
Pandanganku mengikuti, namun aku kembali memfokuskan diri pada pemuda sebayaku yang berdiri dan diam seribu bahasa.
“Ada apa?” tanyaku penasaran.
Tak berminat menjawab pertanyaan ku, yang ia lakukan justru berbalik dan meninggalkan ku tanpa sepatah kata apapun. Tapi kali ini aku tak akan membiarkan nya pergi begitu saja seperti apa yang Km Mada lakukan tadi.
Aku ingin menjawab teka-teki yang secara tiba-tiba terbentuk di otakku karena berada pada situasi menegangkan, dan sama sekali tidak aku ketahui alasan mengapa situasi ini terjadi.
Ini seperti, aku berada di tengah-tengah pilar runtuh dan dan aku dijebak oleh sekelilingnya. Apa masalah yang terjadi di antara dua pilar itu? Mahesa, Om Armada? Mereka benar-benar seorang Putra dan Ayah ‘kan?
“He, bentar” aku mencekal tangannya.
Ia menaikkan alisnya, kebingungan. “Kenapa lagi sih, lepasin” jawabnya dengan nada ketus.
Cengkeraman tanganku yang hendak ia tepis, semakin aku eratkan. “Jelasin dulu, tadi ada apa, dan kenapa?” tanyaku.
“Bukan urusan kamu”
Jawaban itu tentu membuatku tak puas, aku yang haus akan jawaban terus mengitari pikirannya dengan berbagai pertanyaan. Tujuannya hanya satu, mengetahui masalah apa yang terjadi di antara keluargaku?
“Tentang… Raden?” kali ini aku benar-benar hati-hati mengucapkan ini, takut bahwa ini akan semakin menyinggung hatinya.
Ia diam sejenak, sebelum akhirnya mengangguk dengan perlahan. Hal itu secara ajaib membuatku melepas cengkraman tanganku pada Mahesa, ingatan ku kembali terfokus padanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ASMARALOKA BLORA {2014}
Fiksi RemajaAturannya, jangan jatuh cinta di Blora jika tak siap dengan kenangannya. Sayangnya aku melanggar itu semua, cinta pertama ku di sana, di kota Blora. Dan mungkin jadi yang terakhir. Berlayar panjang, aku berlabuh pada hatinya. Raden Sandyakala, yang...