Happy reading
•
•
•
•
•***
"Vio?"Samar-samar suara seseorang memasukki telinga Vio. Gadis itu membuka matanya menatap Aryo —Ayahnya yang ternyata adalah orang yang menyebut namanya sejak tadi.
Ia bangun kemudian menatap sekitar dan sadar bahwa saat ini ia tengah tertidur di sofa dalam ruangan Kello.
"Mama di mana?" tanyanya.
Aryo tersenyum sembari merapihkan rambut anak gadisnya yang berantakan. "Mama lagi beli makan. Kamu cuci muka dulu habis itu pulang ke rumah."
"Vio mau nemenin Kak Kello."
"Kello baik-baik aja, kamu istirahat dulu di rumah habis itu baru boleh ke sini lagi."
Vio mengangguk mematuhi. Tidak lama, Ibunya datang membawa plastik makanan di tangannya. Keduanya berpelukan saling menguatkan satu sama lain. Ella—Ibu dari Vio itu memahami perasaan yang dialami putrinya saat ini.
"Apa kabar, Sayang? Maafin Mama sama Papa yang harus tinggal di luar kota untuk sementara waktu."
"Vio gapapa kalau Kak Kello baik-baik aja, Ma," balas Vio pelan.
Ella tersenyum. Tanpa melepas pelukannya, tangannya terus mengelus kepala Vio. "Kello pasti sembuh. Kalau ngga, nanti tuan putrinya gaada yang jagain."
Mata Vio kembali memanas, ia tidak sebodoh itu untuk tidak memahami bahwa penyakit yang diderita Kello adalah penyakit yang termasuk dalam kategori penyakit berbahaya. Bertahun-tahun lelaki itu harus mengorbankan waktunya hanya untuk berobat. Vio sedih melihatnya, di saat yang lain termasuk dirinya sendiri sedang belajar ataupun bersenang-senang, tapi tidak dengan Kello yang hanya bisa menatap atap putih kamar rawatnya.
"Semoga," gumamnya pelan.
Ia melepas pelukan, membiarkan Ella menghapus air mata yang turun dipipinya. Lagi-lagi Vio teringat dengan Kello yang sering melakukan hal yang sama.
"Kamu butuh istirahat, pulang ya? Biar Papa yang antar ke rumah."
Vio menghela nafas berat. Ia menolak ajakan Ayahnya. "Vio bisa pulang sendiri, Papa sama Mama jagain Kak Kello aja."
"Yaudah kalau begitu, hati-hati bawa mobilnya, jangan ngebut."
Vio mengangguk kemudian pergi dari kamar rawat Kello setelah sempat mencuci wajah terlebih dahulu.
Matanya berkedip pelan, terasa sedikit berat karena terus menangis sejak kemarin. Pandangannya tidak fokus hingga tidak menyadari bahwa kini kakinya melangkah tidak tentu arah. Ia berkedip bingung saat menemukan koridor kosong yang sangat sepi.
Vio menghela nafas kemudian berbalik menuju lift. "Kebiasaan banget, suka nyasar kalo melamun," gumamnya.
Tidak lama, pintu lift terbuka. Vio terdiam saat matanya bertemu tatap dengan orang yang berada di dalam. Seorang lelaki yang tampak familiar dengan perban di kepalanya. Lelaki itu keluar dari lift kemudian berjalan sedikit mendekat pada Vio.
"I found you."
"Ya?" Vio tidak mendengar dengan jelas apa yang lelaki itu ucapkan. Namun, fokusnya bukan di sana, otaknya merespon dengan memutar kembali adegan kecelakaan yang dialaminya kemarin. Ia tersentak lalu berjalan mendekati lelaki itu hingga jarak mereka hanya beberapa jengkal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Babu to Lover
Teen Fiction"Kiss me." "Buat apa?" "Biar gue sembuh." Bibir gadis itu mendarat di atas perbannya. "Sial! Bisa-bisa sakit gue makin parah." *** Viora Angella, harus menebus kesalahannya yang tanpa sengaja melakukan tabrak lari pada seorang pria. Tentu saja semua...