4. Luka memar

57 7 5
                                    

votee yaa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

votee yaa

---

"Gue harap ini yang terakhir kalinya lo menyelesaikan masalah dengan cara ngajak gue bolos."Tekan Arsen memperhatikan sosok yang sedang menikmati escream disampingnya. "Gakpapa kalau lo pengen ngelepas pikiran lo buat sesaat. Tetapi, kalau terus begini, sama aja artinya lo bergantung ke bokap lo. Pihak sekolah gak akan menoleransi kalau lo ketahuan bolos. Dan bokap lo yang disangkutkan sama hal ini akan semakin marah sama lo."

Zepya mendengar semua kalimat yang Arsen lontarkan. Sosok itu mengangguk, sesekali mendongak hanya untuk melihat gumpalan awan putih ditempatnya.

"Arsennio. Lo tolong bantuin gue buat cari pekerjaan sampingan yang menerima anak sekolahan, ya?" Ujar Zepya serius. Cewek itu menampakkan dompetnya yang kosong tanpa terisi uang maupun kartu kredit seperti biasanya. "Selain handphone, seragam sekolah, dan pakaian harian gue, semuanya di ambil sama ayah. Gue gak bisa sekolah kalau gak kerja."

Tepatnya dia akan di keluarkan jika telat membayar uang bulanannya.

"Gue biayain."

"Enggak. Lo udah bantu gue terlalu banyak. Dengan ngizinin gue buat tinggal sementara bareng kalian di mansion aja udah membantu gue banget. Gue gak mau selalu ngerepotin lo. Gue mau berusaha walaupun itu susah."

"Tapi gue gak masalah."

"Iya gue tau. Cuman, untuk kali ini aja, Arsennio. Gue takut, suatu saat gue harus mandiri tanpa siapapun di sisi gue termasuk elo. Disaat itu gue gak bisa melakukan apapun. Gue gak mau menyesal di kemudian."

Gadis itu tersenyum lebar.

Arsen membuang napas panjang setelah mengamati wajah Zepya seksama. Dia akui gadis itu sangat kuat dari gadis lainnya yang sering ia jumpai.

"Kalau itu kemauan lo."Jawabnya setuju.

***

"Tadaaaaa."Zelvan membuka satu buah kamar yang kosong. Didalamnya sudah tertata rapi seperti kamar seorang perempuan. Nuansa sederhana, rapi, dan berdominan hijau. "Ini kamar lo selama disini."

"Jangan sungkan buat bilang ke kita kalau lo butuh bantuan."

Zepya tersenyum mengangguk menatap binar kamar barunya itu. Laksa dan Genta membantunya mendorong kopernya kedalam.

"Mau dibantuin nyusunin barangnya, gak?" Tawar Zelvan. Zepya menggeleng. Menolaknya.

"Gue bisa sendiri kok."

"Yaudah. Kalau udah selesai beresin barang-barang lo turun kebawah. Tapi sebelumnya lo harus mandi, kita makan malam bersama."Ajak Zelvan.

"Iya. Makasih."

Zelvan tersenyum mengiyakan. Dia mengajak Laksa dan Genta meninggalkan Zepya sendiri disana.

***

Seorang perempuan menyesap rokoknya. Netranya menatap Arsen lekat. Di klub yang berisik itu entah mengapa semua orang terlihat membosankan selain dirinya. Apa karena memang pesona seorang Arsen selama ini begitu?

"Lo bilang gak perduli atas cewek itu. Tapi kenapa lo sampai nyediain dia tempat?"

"Dia bagian Ageiroxa. Tanpa dia Ageiroxa hanyalah umpama yang cacat."

"Lo suka sama dia sekarang?"

"Gak."

Perempuan dihadapannya tertawa halus. "Baguslah. Kalau gitu gak ada alasan, kan, gue gak boleh suka sama lo?"

"Itu hak lo."

***

Pukul 00.34 wib. Arsen baru pulang.

Langkahnya sesaat berhenti karena tak mendengar suara apapun dari dalam mansion. Biasanya jam segini teman-temannya belum tidur. Tapi kenapa sudah sangat sepi?

Dia bergerak membuka pintu yang sengaja tidak dikunci. Menghidupkan lampu yang telah dimatikan. Kosong. Tak ada siapapun.

Alisnya berkerut. Mempercepat langkahnya menuju kamar Zepya berada. Saat pintu kamar itu terbuka dia melihat sosoknya telah terlelap dengan indah dalam tidurnya. Zepya, gadis itu seperti putri tidur, nyenyak sekali.

Menghela napas lega. Arsen membenarkan rambut Zepya yang berantakan menutupi wajahnya. Kulit putih nan halus terasa lembut ditangannya. "Cantik."

Netranya menangkap sesuatu yang aneh. Setelahnya dia tersentak, menyingkap sedikit belahan baju Zepya dibagian depannya menggunakan telunjuk. Tanda biru dan kemerahan di kulit putih Zepya membuat Arsen menggertakkan giginya geram. Tidak hanya dibagian itu, dia yakin di seluruh tubuh Zepya terdapat luka memar. "Brengsek. Lagi-lagi. Hah..."

Mengepalkan tangannya kuat kemudian mengeluarkan handphone dari saku celana.

Dia mengetik nomor seseorang kemudian menelponnya.

"Tolong bawa dokter kemari sesegera mungkin."Tekannya. "Harus dokter perempuan."

Tut.

Dia mematikan sambungan sepihak tanpa harus menunggu jawaban seseorang diseberang sana. Tangannya kembali bergerak menarik satu kursi single. Duduk menggunakan kedua tangan sebagai penyanggah dagunya. Netranya tak melepas sedikitpun sosok yang sedang bermimpi indah ditempat tidurnya itu.

"Harus berapa lama lagi gue diam aja ngelihat lo terus menerus diperlakukan kayak gini, Eca?"





BERSAMBUNG.

AGEIROXA✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang