"Gue balik duluan, ya, soalnya mau ngedrakor." Zepya melirik jam dilayar handphone, pukul sembilan lewat tiga menit. Gadis itu buru-buru melangkah menuju motor besarnya dipasangkan helm oleh Arsen.
"Langsung pulang ke markas." Ucapnya memperingati Zepya. Tangannya menunjuk GPS yang baru terpasang di handphone miliknya. "Ingat, jangan coba-coba putusin GPS yang gue taruh di handphone lo kalau lo gak mau mampus ditangan gue, ngerti?"
Zepya menghela atas ancaman yang tak berkesudahan itu. Mau sampai kapan Arsen menganggapnya layaknya anak TK? Tidakkah dia melihat pertumbuhannya selama ini?
"Ya ... Itu sih tergantung sama jawaban kamu soal yang tadi siang." Jawab Zepya tersenyum smirk. "Kamu kan, paling tau aku ceweknya kayak gimana, kan? Jadi ... Sisanya aku serahin ke kamu. Kalau kamu gamau jadi pacarku gakpapa, biar aku yang jadi pacar kamu. Daaahhh Arsennio!!" Dia pergi membawa motor besarnya, memberikan flying kiss dan meninggalkan kekesalan teramat dalam dihati Arsen.
"Liat aja lo ntar!" Umpat Arsen diakhiri decakkan kasar.
***
Ocehan tak berkesudahan membuat telinga Zepya terasa memanas. Meskipun jarum jam sudah berada di angka satu malam buktinya mata mereka masih putih berkilauan. Mouren, Senja, Nina, ketiganya memutuskan untuk menginap ditempat tinggal baru Zepya. Sedangkan para cowok-cowok berjaga dilantai bawah bermain catur.
Ditambah suara gaduh dilantai bawah, Zepya benar-benar kesulitan untuk berkonsentrasi mengerjakan PR. Suara Zelvan yang membuatnya sangat geram, pasalnya suara cemprengnya itu mampu mengalahkan suara di toa masjid.
"Bisa gak, kalau berantem itu ngajak-ngajak?! Gue kan juga pengen jambak-jambakan, anjir!" Kesal Senja.
Mouren mengangguk setuju. "Gue harap, kedepannya gue gak melewatkan momen langkah kemarin lagi. Capek gue, kebagian gosipnya doang, masa?"
"Ya, kan, lo pada ada di lokasi kemarin?" Sarkas Nina.
"Iya, cuman gak bisa mendekati Zepya karena keburu inti Ageiroxa datang!" Jawab Senja.
"Udah, cukup, stop bahas hal yang gak penting. Mendingan lo pada kerjain PR supaya besok gak dapat nilai C!" Sarkas Zepya.
Ketiganya menurut.
Keheningan tercipta beberapa menit lamanya, keempat sahabat itu sibuk berkutat pada buku tulisnya masing-masing. Zepya duduk dimeja belajar, Mouren tengkurap diatas kasur sambil sleep call sama mamanya yang mengawasi dari rumah, Nina yang asik bersantai di karpet dan Senja yang memilih diam didepan meja rias.
Diwaktu yang bersamaan, Arsen bersama teman-temannya masih setia pada permainan catur mereka. Ditemani minuman soda dan beberapa menu cemilan yang dibeli di Alfamart terdekat.
"Cewek-cewek kok gak ada suaranya lagi?"
"Tidur, maybe?"
"Tapi ini Zepya masih online di sosmed."
"Mouren baru bikin status btw, di Instagram?"
Arsen hanya memasang telinga memilih mendengar saja pembahasan teman-temannya. Diam-diam dia juga membuka handphone untuk melihat kapan terakhir kalinya Zepya aktif di sosmed.
Saat sedang asyik-asyiknya mengobrol tentang hal random, mereka dikejutkan dengan suara terikan keras dilantai atas bersamaan pecahan benda yang terdengar nyaring.
Mereka saling menatap dalam pikiran yang sama. Tanpa bertanya dan menduga-duga ada apa, semuanya refleks berlari menuju kamar Zepya berada.
"KENAPA?!" Panik Zelvan, bersamaan dibukanya pintu kamar itu.
Situasi sangat membingungkan serta mengejutkan. Pecahan kaca jendela bertebaran diatas lantai, juga Nina yang tampaknya sangat shock menutup kedua telinga dalam posisi tubuhnya gemetaran.
Terlebih Mouren, meski wajahnya sedikit tergores karena dia yang paling dekat dengan kaca jendela, dia tetap tak menggubris darah yang mengalir diwajahnya, berdiri tegap membuka tirai untuk melihat keluar akan siapa orang gila yang dengan kurang ajarnya melemparkan sesuatu hingga membuat kaca cukup tebal tersebut jadi hancur berantakan.
"BANGSAT LO YA! SIAPAPUN ELO LIAT AJA LO KALAU KETANGKAP BASAH SAMA GUE!! GUE MATIKAN LO!" Histerisnya.
"Lo gakpapa?" Arsen mendekati Zepya. Gadis itu masih terlihat tenang, namun sangat kentara sekali kalau dia ketakutan. Terlebih satu tangannya yang memegangi dadanya. "Mana yang sakit? Hmm?"
Zepya menggeleng. "Gak, gakpapa. Aku refleks kaget doang tadi,"jawabnya. "Mouren ..."
Arsen mengangguk ikut merasakan napas beratnya gadis itu. Kakinya melangkah menuju kaca jendela yang pecah.
"Obati luka lo dulu, nanti infeksi,"kata Genta tiba-tiba, memberikan Mouren tisu yang entah diambilnya dari mana.
"Guys,"ujar Laksa membuat semuanya menatap kearahnya.
Posisinya sedang berjongkok memegangi sebuah gumpalan kertas dengan batu besar didalamnya. Dia menunjukkan isi dalam kertas tersebut.
Tulisan dengan noda merah dan sebuah coretan silang di foto Arsen.
"Maksudnya apaan gila?!" Kesal Zelvan merebut kertas tersebut. "Gue gak terima ya! Ada yang coret-coret foto lo kayak gini." Kesalnya menunjukkan foto itu kepada Arsen.
"Tunggu!" Senja mendekati Arsen kemudian membalikkan foto tersebut.
"Leader Ageiroxa harus mati," ucap mereka membacanya serempak.
Zelvan juga membaca tulisan di kertas lainnya. "Jika tidak, bagaimana dengan gadisnya?"
Alis Mouren mengernyit.
"Gadisnya? Siapa?"
Mereka tampak kesulitan mencerna maksud dari kalimat itu, setelah berpikir cukup lama, semuanya melirik Zepya. Gadis itu mengernyitkan dahi spontan telunjuknya menunjuk dirinya sendiri.
"Gue?" Tanyanya.
Arsen mengepalkan tangannya, menggertakkan giginya geram.
"Bangsat..."Gumamnya pelan.
komen nextttttttt
KAMU SEDANG MEMBACA
AGEIROXA✓
Fiksi RemajaAgeiroxa itu apa? Sebuah rumah yang dibuat oleh empat manusia tampan bersama satu cewek cantik bernama Zeannesa Putri Kamya. Arsennio pernah berkata, "Kalau rumah lo gak terasa hangat, ingat, Ageiroxa adalah rumah yang selalu terbuka buat lo, Ze...