MINS(5)

464 42 2
                                    

HAPPY READING!

~MINS~

Setelah membaca pesan itu, Jovan segera mengantongi ponsel Harsya dan bergegas menuju taman belakang, di mana El dan Jie masih asyik bermain

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Setelah membaca pesan itu, Jovan segera mengantongi ponsel Harsya dan bergegas menuju taman belakang, di mana El dan Jie masih asyik bermain. Dengan nada yang lebih tegas namun tetap lembut, Jovan memanggil mereka.

"Jie, El, ayo ikut Papa," panggil Jovan sambil memberi isyarat agar mereka segera mendekat.

Kedua anak itu hanya saling berpandangan, bingung dengan perubahan suasana yang tiba-tiba. Namun, tanpa banyak bertanya, mereka berdiri dan mengikuti langkah Jovan.

"Kita mau ke mana, Papa?" tanya Jie dengan rasa penasaran yang terpancar dari wajahnya.

Jovan menghela napas panjang, berusaha menyembunyikan kecemasannya. "Ikut aja dulu, ya," jawabnya singkat, suaranya terdengar sedikit bergetar.

Dengan cepat, mereka semua masuk ke dalam mobil putih milik Jovan. Sambil memastikan anak-anak duduk dengan aman di kursi belakang, Jovan segera melajukan mobilnya, pikirannya dipenuhi oleh kekhawatiran akan apa yang mungkin terjadi pada Harsya. Perjalanan terasa lebih sunyi dari biasanya, hanya suara mesin yang mengiringi ketegangan di dalam mobil.

~MINS~

Di dalam mobil, Harsya tak lagi mampu menahan isakannya. Air mata jatuh tanpa henti, menyelimuti wajahnya yang sudah memerah. Setelah membaca pesan itu, rasanya seperti ada ribuan pisau yang mengoyak hatinya, meninggalkan luka yang dalam. Tangannya erat memegang dada, berusaha menenangkan rasa sakit yang begitu hebat, namun sia-sia.

Sesampainya di depan rumah, tanpa berpikir panjang, Harsya segera keluar dari mobil dan berlari masuk. Langkah kakinya tergesa-gesa, nyaris terjatuh di ambang pintu. Setiap sudut rumah yang dulu terasa hangat, kini terasa hampa dan menyesakkan. Setibanya di kamar, ia langsung mengunci pintu, menutup segala akses dari dunia luar, seolah itu satu-satunya cara untuk menyembunyikan kesedihannya.

Dengan tubuh yang bergetar, Harsya meraih selimut tebal berwarna putih dan membungkus dirinya di dalamnya. Tangisannya kembali pecah, lebih keras dari sebelumnya. Selimut itu terasa seperti benteng terakhirnya, menutupi tubuh dan hatinya yang rapuh, meski dalam hati ia tahu, tak ada yang mampu menghalangi rasa sakit yang terus menghujam. Di balik selimut, ia meringkuk, terisak dalam kesunyian kamar yang kini terasa begitu dingin.

~MINS~

Sadam terbangun dengan kaget, tubuhnya terasa berat dan pikiran masih samar. Ketika ia menoleh, jantungnya berdegup kencang saat melihat seorang wanita telanjang tidur di sampingnya. Panik segera menghantamnya.

"Bangsat!" Sadam memaki, mundur terhuyung-huyung dari tempat tidur, tertegun dengan apa yang ia lihat. Wanita itu mulai bergerak, bangun dengan senyum menggoda, seolah tidak ada yang aneh.

Marriage is Not Scary || Markhyuck Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang