MINS(4)

563 49 7
                                    

HAPPY READING!

~MINS~

"Hati-hati di jalan ya, Mas," ujar Harsya, berdiri di depan rumah sambil melambaikan tangan kepada Sadam yang sudah bersiap berangkat bekerja.

"Iya, Sayang. Jangan kangen, ya!" balas Sadam dengan senyum jail, sambil membalas lambaian tangan. Ini adalah rutinitas mereka setiap pagi ketika Sadam hendak pergi bekerja, kebiasaan kecil yang selalu terasa hangat.

"Ih, enggak ah, udah sana, nanti telat!" ujar Harsya, tersenyum manis namun tetap sedikit gemas. Sadam hanya tertawa kecil, lalu melambaikan tangan sekali lagi sebelum melajukan mobil hitamnya perlahan meninggalkan rumah.

Harsya pun masuk ke dalam rumah, matanya langsung tertuju pada ruangan yang tampak sedikit berantakan. Ia berniat untuk membereskan semuanya sebelum memulai aktivitas lainnya.

"Papiii!" panggil El dengan ceria, melompat-lompat di tangga sambil memegang iPad di kedua tangannya.

"Awas, El. Jangan lompat-lompat nanti jatuh," tegur Harsya sambil melanjutkan menyapu. El mengangguk kecil, lalu mulai turun dari tangga dengan langkah yang lebih hati-hati.

"Papi, ke rumah Jie yuk!" ajak El tiba-tiba, tetapi langkahnya yang ceroboh membuat ia tanpa sadar menginjak tumpukan sampah yang baru saja Harsya kumpulkan.

"Ups, maaf, Papi..." El tertawa canggung saat melihat kakinya menginjak sampah, lalu berjalan jinjit menuju kamar mandi tamu.

"Hati-hati, El," ujar Harsya memperingatkan ketika melihat anaknya keluar dari kamar mandi dengan kaki basah, meninggalkan jejak air di lantai.

"Tunggu Papi beberes dulu, ya," lanjut Harsya, menyapu kembali lantai yang terlanjur kotor. El hanya mengangguk sambil duduk di sofa, kembali tenggelam dengan iPad di tangannya.

"El nggak mau bantuin Papi?" tanya Harsya sambil melirik anaknya yang asyik bermain game.

"Mau, Papi. El bantuin apa?" jawab El tanpa berpaling dari layar iPad.

Harsya berpikir sejenak sebelum menjawab, "Bantu buang sampah, ya."

Tanpa menunggu lama, El segera bangkit dari sofa, mengambil kantong sampah yang sudah siap dibuang, dan dengan langkah cepat keluar rumah untuk menaruhnya di depan, menunggu truk sampah datang.

"Selesai, Papi!" teriak El dengan bangga, berlari kembali ke dalam rumah. Harsya tersenyum, melihat anaknya yang semakin besar mulai peka untuk membantu, meski hanya dengan hal-hal kecil seperti itu.

Setelah beberapa jam membantu sang ibu membereskan rumah, akhirnya ruangan itu kembali terlihat rapi dan bersih. El merebahkan tubuhnya di sofa empuk, keringat masih mengalir di leher dan dahinya setelah bekerja keras. Nafasnya sedikit terengah, namun senyum puas terpancar dari wajahnya.

"Papi... El mau adek," ucap El tiba-tiba, suaranya terdengar polos namun penuh harapan. Harsya, yang tengah duduk di sampingnya, menghela nafas panjang sambil merapikan rambut anaknya yang mulai berantakan.

"Sabar ya, El. Kita tunggu diizinin Tuhan dulu," jawab Harsya lembut sambil tersenyum kecil, tatapannya penuh kasih sayang.

El mengernyitkan dahi, mencoba memahami jawaban ibunya. "Kenapa harus minta izin sama Tuhan dulu, Pi?" tanyanya dengan polos, masih belum mengerti.

Marriage is Not Scary || Markhyuck Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang