Berpengetahuan dan berpendidikan

4 0 0
                                    

Esoknya sebelum pergi menjalankan rencana Sabe, Lokan memandangi bekas luka bakar ditangan Sabe. Aku tidak akan bisa melakukan apapun tanpa orang ini, dalam hatinya.

"Ada apa?"tanya Sabe yang melihatnya tersenyum seperti orang bodoh.

"Tidak. Aku hanya teringat masa kecil"

Sabe tersentak, ia segera menurunkan lengannya yang tergulung.

"Cuaca sedang panas. Gulung saja lenganmu"tanggapnya.

"Aku kedinginan"faktanya ia tidak mau Lokan teringat kenangan buruk itu lagi.

"Yah, memang perjaka tua"cibirnya mengalihkan.

"Aku suka yang higenis, oke?"balas Sabe.

"Ya,ya, begitulah kata orang yang tidak memiliki pengalaman dalam asmara. Sekali saja kau coba, kau akan selalu menginginkannya."

"Narkoba kedengarannya masih lebih baik"guraunya.

"Dasar keparat sinting"dengusnya menyerah dengan Sabe.

"Kau sudah menyiapkan dirimu? Kali ini tidak akan mudah"Sabe tidak bisa menyembunyikan dirinya yang bersemangat.

"Tentu. Ngomong-ngomong kita mau kemana?"Lokan tidak tau apapun tentang rencananya kecuali soal dia akan mendapatkan uang. Berfikir rumit adalah bagian Sabe.

"Universitas paling bergengsi"menaikkan sebelah alisnya.

"Kau... Tidak kan?"langkahnya terhenti.

"Yeah, tentu"tersirat penuh teka-teki pada senyum Sabe.

"Tidak, tidak. Jangan katakan tentang pemikiran gilamu ini didepan anak-anak universitas itu. Jangan lakukan Sabe! Kita akan menanggung malu bahkan diusir."

Sabe menghela nafas, ia berfikir bagaimana cara yang mudah untuk meyakinkan Lokan kembali "Kemiskinan menimpa orang yang tidur. Namun orang yang selalu terjaga sekalipun hidup dalam kemiskinan. Bagaimana bisa?"

Dengan dua tangan yang bertegak pinggang, Lokan menjawab "Karena tidak tidur dirumah bertingkat?"

"Kau serius?"

"Karena kita miskin?"

"Karena kau selalu bertanya. Lakukan saja, begitulah cara orang terbangun dari tidurnya."

Lokan memegang dagunya"Ya.. ya, baiklah. Setidaknya kita bisa bicara pelan-pelan pada wanita-wanita lembut itu nantinya."

"Wanita mana? Yang kita temui nanti adalah sekumpulan pria-pria bercelana"tawa Sabe.

"Pria? Kenapa tidak ke Universitas wanita saja?!"eluhnya.

"Yang akan bicara juga aku. Kenapa kau yang protes"sahutnya.

"Protes juga kau kritik? Manusiawi sedikit lah, tuan jenius."

Sabe mendatangi universitas paling tersohor. Mengapa? Padahal ia berkuliah saja tidak. Sama seperti omong kosongnya yang penuh impian, Sabe pergi kesana untuk menyebarkan mimpi pada semua orang. Mimpi dimana tatanan dunia ini bisa diubah, dimana orang-orang yang duduk diatas sana adalah salah satu dari mereka sehingga tida akan begitu tertindas. Membangun sesuatu yang tidak pernah ada menjadi tujuan, jika dunia tidak menjadi seperti ini, maka tidak akan pernah ada Sabe Bashito di dunia ini.

Berbeda dengan cara mereka berdua berpakaian. Orang-orang ini memakai stelan membosankan, kemeja hijau lumut yang dipadukan dengan mantel coklat atau sebaliknya. Buku-buku tebal yang berada digendongan mereka, serta topik yang mungkin mereka sendiri tidak pahami.

"Sabe. Ayo kita pulang. Aku bersumpah tidak pernah segugup ini saat menghadapi wanita yang kelasnya lebih tinggi dari ku"bisiknya merasa gentar mendapati tatapan sinis dari orang-orang itu.

"Jangan jadi pengecut. Kau bisa mengeluarkan banyak cairan diranjang tapi tidak sanggup berkeringat diatas tanah?"ia sengaja menantang harga diri Lokan, agar mendapat cukup keberanian. Tentunya berhasil, Lokan tidak beranjak pergi meskipun ia mematung.

Sabe naik diatas kursi taman "Permisi! Halo, tuan dengan mantel seperti bulu itik. Hai, tuan dengan kaca mata yang lebih tebal dari 600 halaman! Dan ya, tuan yang sedang menelan asap rokok disana, kemarilah!"soraknya menarik semua mata agar tertuju padanya. Orang-orang yang tidak dipanggilnya pun ikut berkerumun karena penasaran.

Seorang pria yang cukup modis, wajahnya juga lumayan rupawan, menatap Sabe dari ujung rambut hingga ujung kakinya "Siapa kau?"

"Terimakasih karena memulai topik duluan. Perkenalkan, nama ku Sabe Bashito. Aku bukan siapa-siapa selain orang mujur yang menganggurkan dirinya sebelum dibuat menganggur."

Mereka puas menertawakan Sabe yang ternyata hanya seorang pengangguran. Sabe tersenyum menerima semua tawa itu. Raut wajahnya yang tenang seperti orang yang memiliki cukup banyak alasan untuk berbangga diri, membuat pria tadi sedikit tertarik. Ia tidak sabar ingin menginjak-injak harga diri yang tidak jelas darimana datangnya itu.

"Jadi, hal bodoh apa yang akan kau lakukan ditengah krisis ekonomi ini, tuan pengangguran?"oloknya.

Sudah ku duga kita akan dipermalukan! Mengapa aku menuruti Sabe yang gila ini begitu saja?! Jeritan hati Lokan yang terdiam disamping Sabe.

Sabe tetap dengan ketenangan angkuhnya itu "Hal yang kalian semua lakukan. Sama seperti yang dilakukan oleh seorang filsuf, ilmuwan, pemerintah, para rakyat dan orang bergengsi seperti kalian, tuan bergelar. Jika kau melihat ku sebagai orang bodoh, aku juga melihat kalian semua sebagai orang bodoh. Kita semua sama dalam kebodohan. Yang membuatnya berbeda adalah, kau tidak sadar"bom besar yang baru saja diledakkan oleh Sabe membuat mereka terdiam sesaat.

"Ah, aku tau. Kau sedang mencari hiburan, tapi disini tempat untuk belajar bukan tempat untuk mu"balas pria tadi tak mau kalah.

Sabe menggoyangkan jari telunjuknya ke kiri dan kanan "Tidak, tidak. Disini tempatnya orang berpengetahuan, bukan begitu? Semua orang bisa belajar tapi tidak semua orang berpengetahuan. Bagaimana jika sang pengangguran ini beradu argumen dengan tuan bergelar didepan sini?"tantangnya, mata yang sayu itu begitu menjengkelkan untuk dilihat.

"Baik!"rahang tuan bergelar terlihat mengeras. Ia mengangkat anggukannya untuk menyuruh Sabe memulai.

MANUSIA SEMPURNA {MANUSIA TIDAK PERNAH MATI}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang