Berjualan ideologi atau penemu ideologi?

0 0 0
                                    

Lokan datang kesisi Sabe “Pstt, pstt! Bagaimana ini? Kau menyuruhku membawa kotak. Sekarang aku tau apa guna kotak sialan ini, kau menyuruhku meminta-minta sialan?!”bisiknya.
Sabe tertawa “Kau memandangnya begitu? Bukankah selamanya ini itulah yang dilakukan oleh manusia? Baik aku ataupun kau dan mereka juga tidak terkecuali.”

“Katakan intinya saja. Aku akan memukul kepalamu jika kau bicara berputar-putar lagi!”rutuknya, karena dia lah hari ini untuk pertama kalinya Lokan berfikir keras akan suatu makna.
Sabe memegang pundaknya “Begini kawan, pengemis, karyawan, pegawai. Kita semua sama-sama mengemis”jelasnya.

“Itu berbeda bodoh, pengemis ya pengemis. Kau mempertanyakan uang pada teori pertamamu kemarin. Sekarang kau membutuhkannya?”

“Bukan aku. Tapi kalian. Teori selanjutnya aku menyinggung tentang bunuh diri, ingat? Aku hanya menghubungkan keduanya dan mempersatukannya di teori-terori berikutnya.”

“APA, MAK-SUD-NYA?!”Lokan merasa pusing.

“Apa yang bisa ku lakukan ketika aku hidup di dunia yang terlanjur berubah kawan? Aku tentu mengikuti arus hidup, tapi bukan tujuannya”tambah Sabe lagi.

“Aku bersumpah akan memukul kepalamu, bajingan!”dan Lokan sudah sampai pada batas kesabarannya.

Sabe berdecak, ia merebut kotak putih dengan tulisan ‘Perubahan’
“Nah, mari-mari sini. Jika kalian rasa yang ku katakan benar dan berguna. Letakkan nilai didalam kotak ini”Sabe mengeraskan suaranya.

Semua yang mendengar saling menatap heran.
“Ternyata kau kesini untuk mengemis? Memalukan!”geram Robert. Ia kecewa dengan niat asli Sabe. Padahal ia baru bergabung dan ingin keluar hari ini juga.

Sabe hanya tersenyum. Ada apa dengan orang-orang ini? Padahal ia tidak menyebutkan uang. Begitu berfikir tentang sesuatu yang bernilai, hal itu sudah dipastikan adalah uang. Sulit mengubahnya Sabe. Karena sudah begini, Sabe membenarkan saja tanpa menyangkal, ia ingin melihat adakah orang yang tidak salah paham disini.
Harapan Lisak sudah pupus “Sialan. Ku kira dia orang yang tepat, ternyata hanya seorang yang menjual omongannya!”

Clammie menyengal tawa “Menurutmu begitu? Fikiran mu dangkal sekali”celetuknya.

“Apa ini? Kau membelanya?”dahi Lisak berkerut.

Clemmie mendatangi Sabe, ia mengerti segalanya namun ingin bermain sedikit “Kau sedang berjualan ideologi ternyata. Aku merasa sia-sia datang kemari.”

“Jika itu yang kau fikirkan, kau tidak sepintar yang ku kira”balas Sabe pula. Ia dapat melihat bahwa gadis ini cerdik. Mereka berdua saling tertarik dengan perbedaan masing-masing.
Barang siapa saja yang setuju dengan pemikirannya, mereka bisa menyumbang di kotak. Karena uang menjadi tolak ukur sesuatu yang berharga, Sabe rela disalah pahami demi penelitiannya. Ia melakukannya sesuai dengan cara mereka memandang dunia. Hal ini telah diujinya terhadap Lokan yang berubah fikiran dan mengikutinya.
Sabe berharap hanya segelintir orang yang menyumbang, nyatanya semuanya ikut menyumbang tidak terkecuali Lisak dan Clemmie. Sabe kecewa, tidak terlalu besar namun cukup membuat garis senyumnya turun.

Kalian tau mengapa? Coba fikirkan.
Clemmie enggan berpisah dengan biasa-biasa saja, jadi ia membuat penawaran “Ku dengar sebelumnya kau membahas tentang manusia sempurna. Biarkan aku mendengarkannya dengan bukti nyata didepan mata, akan ku sumbangkan lebih banyak dari jari kaki dan tanganmu.”

“Le-lebih banyak? Sabe?!”tatap Lokan. Sangat ingin menerimanya namun takut Sabe tidak mampu membuktikannya.

Wajah Sabe cerah seketika! Karena uang? Pfttt...
“Ikut aku!”ajaknya bersemangat.
Dengan senang hati Clemmie mengikuti dari belakang. Ia terus mengamati dan ingin tau orang seperti apa pria ini. Rambutnya ikal seleher, hidung kecil yang mancung serta wajah yang cukup tampan. Kelihatannya juga lumayan pintar. Bagaimana bisa orang seperti ini tidak dikenal?

Tuk.
Clemmie menabrak Sabe yang tiba-tiba berhenti ditengah lamunannya “Ap... Maaf”ucapnya mendelik.

“Tidak apa. Kita sudah sampai”Sabe masuk duluan kerumah sakit.

“Untuk apa ku membawa kami kerumah sakit? Apa buktinya disini?”diam-diam Lokan berbisik.

“Kau nantikan saja”tutur Sabe.
Sabe membawa mereka keruangan rehabilitasi anak-anak. Beberapa diantara mereka mengalami cedera serius, menderita penyakit dan penyandang disabilitas sejak lahir. Sabe mendatangi mereka satu-persatu, bertanya bagaimana kabar dan perasaan mereka. Ia terlihat akrab dengan anak-anak itu. Bahkan Lokan sendiripun baru tau sisi sahabatnya yang satu ini.

Seorang anak perempuan berusia 9 tahun datang padanya, menarik ujung baju Sabe.
“Paman”panggilnya.

“Hai,nona Mira!”suaranya begitu lembut. Sabe membungkuk seraya bicara penuh perhatian “Bagaimana kabar Nona Mira yang cantik hari ini, apa nona Mira sudah meminum semua obatnya, hm?”

“Aku tidak mau minum obat apapun lagi!”cemberutnya.

“Kenapa nona Mira? Apa obat barunya pahit?”Sabe menggendongnya dipangkuan.

Nona kecil menggeleng “Dokter bilang aku akan mati... Untuk apa aku minum obat lagi! Aku tidak mau!”

MANUSIA SEMPURNA {MANUSIA TIDAK PERNAH MATI}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang