Bab 02 - Jam Makan

236 19 1
                                    

Luis mulai meragukan ucapan Bela yang berjanji akan sering menemuinya. Tadi pagi Luis sudah bangun lebih awal dan bersiap di mejanya menunggu kedatangan Bela, tapi sayang bukan Bela yang mengantar makanannya tadi pagi. Luis juga menunggu saat makan siangnya dan lagi-lagi masih bukan Bela, hingga jam makan malamnya dan Bela masih belum datang.

Luis menghela nafas lalu tertawa kecil, menertawakan kebodohannya menanti Bela yang jelas kemarin datang hanya sebatas menghiburnya. Dipikir kembali mana ada orang yang mau mengakuinya sebagai dokter setelah ia melakukan malpraktik. Memalukan sekali Luis bisa mempercayai ucapan Bela kemarin dan malah menunggunya seperti ini.

"Bodohnya aku..." gumam Luis.

Namun tak berselang lama pintu kamar Luis diketuk. Luis hanya diam seperti biasanya dan Bela membuka pintu kamar Luis sambil tersenyum sumringah. Wajahnya bersemu dan terlihat ceria juga malu-malu, lalu ia menunjukkan sebuah plastik berisi roti yang baru ia beli.

Luis tersenyum menyambut kedatangan gadis yang sudah ia tunggu-tunggu seharian ini. Tak ada yang lebih membuat Luis bahagia selain melihat Bela yang akhirnya kembali datang menemuinya. Ia langsung menyalakan lampu di kamarnya.

"Aku tidak tau apa Dokter suka atau tidak, tapi toko kue ini baru di buka. Jadi aku membelikannya untukmu," ucap Bela lalu membuka plastiknya dan menunjukkan dua buah roti coklat untuk Luis dan dirinya sendiri.

"Pipimu..." Luis mengulurkan tangannya begitu melihat bekas memar di wajah Bela.

"A-ah...ah ini...em...a-aku tidak sengaja terjatuh..." jawab Bela kikuk.

"Sudah di obati?" tanya Luis yang langsung tau jika Bela bohong dan tak ingin membahas soal memar yang ia alami.

Bela mengangguk pelan.

"Akan ku obati," ucap Luis yang tak yakin dengan jawaban Bela lalu mengambil kotak P3K di lacinya.

Bela hanya diam pasrah membiarkan Luis mengobatinya. Bela sebenarnya malu ketika Luis mengobatinya. Bela datang untuk menghibur Luis bukan untuk merepotkannya seperti ini. Tapi melihat cara Luis yang mengobatinya dengan hati-hati dan nyaris tanpa rasa sakit membuatnya tau jika Luis masih dokter hebat yang ia kenal pertama kali dulu.

"Harusnya kau lebih hati-hati," ucap Luis mengingatkan sembari mencuci tangannya setelah mengobati Bela.

Bela mengangguk dengan semangat. Luis kembali duduk di tempat tidurnya sambil bersandar. Luis berharap Bela akan bercerita seperti kemarin, Luis ingin sedikit lebih banyak mengetahui soal Bela. Tapi Bela terlihat tak seceria sebelumnya.

Bela memakan rotinya dengan lahap, begitu lahap dan terlihat kelaparan hingga tangannya gemetar dan masih memunguti sisa remahan rotinya juga untuk ikut dimakan. Luis membelah rotinya jadi dua lalu menyodorkannya pada Bela. Bela terdiam lalu menatap Luis.

"Tidak, ini untuk Dokter," tolak Bela dengan lembut.

"Makanlah saja, aku sudah kenyang." Luis memaksa dan Bela akhirnya mau menerimanya.

Bela tersenyum lembut memandang Luis. "Padahal aku kesini untuk menghibur Dokter, tapi malah aku merepotkanmu," ucap Bela yang tersipu malu.

Luis tertawa mendengar ucapan Bela. "Untuk apa menghiburku?" tanya Luis sedikit penasaran.

Bela menggeleng pelan dan Luis mengerutkan keningnya heran dengan gadis itu. "Aku juga tidak tau..." lirih Bela lalu kembali melahap kuenya.

"Apa seniormu memukul wajahmu?" tanya Luis mengalihkan pembicaraan.

Bela tersenyum lalu menggeleng. "Bekerja di rumah sakit ini memang sulit, semua orang disiplin dan serius, tapi mereka cukup baik padaku. Senior disini juga baik," jawab Bela menampik tuduhan Luis soal seniornya.

POISONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang