Bela mandi dan mengenakan pakaian yang disiapkan Luis untuknya. Luis memperlakukan Bela dengan sangat baik, namun Bela tetap murung. Sekuat apapun Bela mencoba untuk terlihat ceria dan senang dengan keputusan Luis untuk pulang, kesedihannya masih terlihat jelas terpancar.
"Aku berencana untuk membuka klinik hewan. Belakangan aku lihat banyak orang yang lebih suka menjadikan anjing dan kucing sebagai anak daripada memiliki anak sungguhan," ucap Luis sembari memandang keluar jendela.
Bela tersenyum lalu mengangguk setuju dengan apa yang Luis katakan. Bela mendukung apa yang Luis inginkan, namun dari hati kecilnya ia juga takut tak bisa bertemu dengan Luis kembali.
"Ah iya Dok, kemarin aku punya kenalan dokter magang di bangsal anak. Namanya Erik, dia suka bermain yoyo..."
Luis yang sebelumnya terlihat bersemangat dan ceria perlahan jadi terlihat datar dan suram kembali ketika Bela menyebut nama Erik.
"Kau punya teman baru selain aku?" tanya Luis karena memang hanya itu yang ia tangkap dan ingin ia dengar dari apa yang Bela ceritakan soal Erik.
Bela mengangguk sambil tersenyum. "Tapi aku baru bertemu sekali, jadi mungkin baru bisa dibilang kenalan."
Luis kembali tersenyum tangannya terkepal di bawah meja lalu kembali terangkat untuk membukakan botol minum Bela.
"Kalo Dokter tidak disini lagi, aku bingung harus kemana. M-mak...maksudku, aku suka dokter pulang, sehat, aku senang. Tapi hanya saja...a-aku...kau tau, aku suka menemuimu disini, p-pasti akan sangat sibuk jika nanti sudah pulang...y-yakan?" Bela begitu gugup mengatakan apa yang ingin ia utarakan.
Luis tersenyum senang mendengar ucapan Bela. Luis tau ia hanya menjadi tempat pelarian bagi Bela, toh dari awal memang ia memposisikan diri sebagai tempat untuk di datangi Bela.
"Bela, kalau aku tidak disini lagi...apa kau tidak mau menemuiku?" tanya Luis dengan wajah memelas.
Bela membelalakkan matanya kaget. "Tentu aku akan selalu menemuimu, Dokter!" jawab Bela dengan tegas.
"Ber..."
"Aku janji akan selalu menemuimu setiap aku selesai bekerja seperti biasanya!" sela Bela sebelum Luis sempat bicara.
Luis mengangguk dan masih memasang wajah murungnya. "Semua orang selalu berkata seperti itu, kadang janji dibuat bukan untuk di tepati tapi hanya agar merasa tenang. Tidak masalah, aku tau serharusnya aku tidak memaksamu. Aku senang kau memiliki teman baru, aku senang melihatmu punya teman baru."
"Tidak! Aku bersungguh-sungguh! Aku akan terus menemanimu," tegas Bela lalu menggenggam tangan Luis dengan begitu erat untuk pertamakalinya.
Untuk pertama kalinya Luis merasakan tangan Bela yang lebih kecil daripada tangannya itu menggenggem erat tangannya. Tangan yang sedikit kasar dan lembab. Jemarinya lentik namun kuku-kukunya rusak. Mungkin karena Bela terlalu keras pada dirinya sendiri. Luis membalas genggaman tangan Bela.
"Janji?" tanya Luis yang langsung di angguki oleh Bela dan gadis itu sudah tak punya kesempatan lagi untuk menarik ucapannya kembali.
"A-aku akan membantumu berkemas," ucap Bela lalu dengan gugup karena merasa sudah kurang ajar menggenggam tangan Luis duluan langsung menghabiskan makanannya.
Luis kembali tersenyum lalu mengambil beberapa makanan yang sebelumnya ia beli dan memberikannya pada Bela. Bela tersenyum menerima pemberian Luis.
"Bajumu kucuci, kau bisa pulang dengan bajuku kalau mau," tawar Luis.
Bela menggeleng. "I-ini kan hari terakhir Dokter disini. Jadi aku akan tinggal disini, merapikan barang-barangmu," ucap Bela memaksa untuk tinggal.
Luis tersenyum ceria. "Senangnya!" seru Luis sebelum ia keluar dan berbicara dengan dokter dan perawat yang menanganinya.
Bela menghela nafas dengan berat. Ia begitu lelah menghadapi ayahnya, sekarang tempatnya kabur juga sudah akan hilang. Bela takut Luis akan berubah dan melupakannya. Luis tampan, dan selama Bela magang banyak perawat yang membicarakan Luis. Terlalu banyak pilihan bagi Luis untuk sekedar memilih perempuan yang jauh lebih cantik dan menyenangkan di banding Bela.
Persaingan untuk mendapatkan Luis lebih berat daripada menjadi perawat tetap. Bela hanya merasa beruntung saja bisa sedekat ini dengan Luis dan Luis tak menyadari potensi yang ia miliki karena depresinya. Jujur Bela memang sedih saat tau kejadian mal praktek itu membuat Luis tumbang. Namun disisi lain ia juga senang karena punya banyak waktu untuk bersama Luis.
Mamandangi dokter tampan yang dulu sering berseliweran di TV dan menjadi brand ambasador dari rumah sakitnya saat ini. Entah Luis sadar atau tidak sebenarnya sinar kepopulerannya masih belum redup. Hanya saja ia sudah menutup diri dan Bela merasa di untungkan karena kondisi itu.
"Bela," panggil Luis yang kembali masuk kedalam ruangannya dan lanjut makan bersama Bela. "Katanya aku bisa ikut kegiatan sosial rumah sakit lagi, aku senang. Mungkin aku akan jadi dokter umum lagi," ucap Luis memberi tau kabar gembira pada Bela.
"Disini juga?" tanya Bela memastikan.
Luis mengangguk dengan ragu. "Mungkin, tapi aku ingin ditempat lain saja."
Bela ikut tersenyum dengan kikuk.
"Bercanda!" seru Luis lalu tertawa melihat reaksi Bela.
Bela melongo bingung namun ia hanya bisa ikut tertawa.
"Aku hanya ingin mengikutimu saja," jawab Luis lalu menggenggam tangan Bela.
Bela mengerutkan keningnya bingung namun tak berselang lama ia tersenyum senang. Tak lama Luis menatap Bela dengan lembut.
"Apa yang terjadi padamu?" tanya Luis perhatian seperti biasanya.
"A-apa?" tanya Bela kikuk.
"Kau baru saja pulang dan setelah kita makan tadi, lalu sekarang sudah kembali lagi. Apa yang terjadi padamu?" tanya Luis mencoba membuat Bela terbuka padanya.
"A-ah...ayahku...seperti biasanya," jawab Bela sambil mengelus tengkuknya.
Luis mengangkat dagu Bela dengan jarinya agar bisa menatap mata gadis yang kini berada dalam genggamannya itu.
"Ayahku marah karena wajahku mirip dengan ibu. Lalu dia memintaku membeli makanan, kepalaku di masukkan kedalam toilet, lalu aku di usir. Baru boleh pulang kalo sudah bawa makanan." Bela berusaha menceritakan dengan bahasa sesederhana mungkin agar Luis tidak khawatir.
"Ayahmu benar-benar membuatku marah," ucap Luis datar lalu tersenyum. "Bela, tolong ijinkan aku melindungimu," pinta Luis tiba-tiba.
Bela mengangguk lalu tersenyum dengan airmata yang menggenang di pelupuk matanya. Tak pernah ada orang yang begitu baik padanya sebelum Luis.
KAMU SEDANG MEMBACA
POISON
RomanceLuis (35) seorang mantan dokter bedah yang mengalami depresi sertra tauma pasca kegagalan oprasi yang ia kerjakan, jatuh dalam keterpurukan di bangsal rumah sakit jiwa. Ketakutannya untuk menghadapi kenyataan di tambah dengan segala makian yang teru...