14

132 23 14
                                    

Pagi di awal tahun tak ada senyuman senyuman indah Jennie yang tergambar. Hal indah yang ia bayangkan bersama tahun di tahun ini ternyata sangat jauh dari apa yang ia harapkan. Jennie keluar dari kamar dengan tekad yang sama seperti semalam—ingin segera pergi dari apartemen Taehyung. Koper besarnya ditarik dengan bunyi seret yang keras, menunjukkan betapa terburu-burunya dia. Namun, begitu sampai di depan pintu, ia mencoba memutarnya kembali, namun lagi lagi ia mendapati bahwa pintu masih terkunci.

Dengan wajah kesal, Jennie menoleh dan melihat Taehyung di dapur, sibuk memasak tanpa menghiraukannya. Wajah Jennie memerah karena marah, dan ia berjalan cepat mendekati Taehyung.

"Taehyung, buka pintunya sekarang!" Jennie hampir berteriak.

Taehyung dengan tenang membalikkan badan, matanya sedikit lelah tapi masih memancarkan ketenangan. "Sarapan dulu," jawabnya datar.

"Apa?" Jennie terkejut, tidak percaya apa yang baru saja didengarnya. "Taehyung, ini tidak lucu. Aku mau pulang!"

Taehyung menaruh spatula yang dipegangnya dan mendekat dengan tenang. "Aku tahu kamu ingin pergi, Jennie, tapi kamu belum makan apa pun. Aku tidak akan membuka pintu sampai kamu sarapan. Setidaknya makan sesuatu sebelum kamu pergi."

Jennie menggelengkan kepala dengan penuh emosi. "Ini bukan tentang sarapan, Taehyung! Aku tidak bisa tinggal di sini lebih lama lagi, kamu tidak bisa menahanku seperti ini!"

Taehyung menatapnya dalam-dalam, matanya menunjukkan kepedihan yang dia coba sembunyikan. "Aku tahu, Jennie. Aku tahu kamu mau pergi. Tapi aku juga peduli padamu, dan aku tidak bisa biarkan kamu pergi dalam keadaan seperti ini. Makan dulu. Setelah itu, kalau kamu masih ingin pergi, aku akan membukakan pintu."

Jennie berdiri di sana, terdiam. Amarahnya bergejolak, tapi di balik itu ada kelelahan. Ia tahu Taehyung keras kepala, dan tidak akan membukakan pintu tanpa alasan yang dia anggap masuk akal. Perlahan, dengan napas berat, Jennie menyerah. Dia tidak punya energi untuk berdebat lagi.

"Baik," katanya dengan nada jengkel, meski di dalam dirinya, ada sedikit kehangatan karena perhatian Taehyung. "Aku akan makan, tapi itu tidak berarti aku akan tinggal lebih lama."

Taehyung mengangguk, lalu kembali ke dapur untuk menyiapkan sarapan. Jennie duduk di meja makan, menatap kosong ke depan, mencoba menenangkan perasaannya yang campur aduk.

Ketika sarapan akhirnya disajikan, mereka duduk dalam keheningan. Jennie, meski masih marah, akhirnya mulai makan sedikit. Taehyung, di sisi lain, hanya mengamati dengan tenang, mengetahui bahwa waktu mereka semakin sedikit—dan setiap detik terasa begitu berharga.






Setelah selesai makan, Taehyung menatap Jennie dengan ekspresi yang serius namun lembut. "Aku minta maaf jika membuatmu marah. Tapi apa yang kukatakan tadi malam adalah keputusan yang sudah aku pikirkan. Aku hanya tidak ingin menjadi alasan untukmu meninggalkan segala yang kau miliki di Seoul." Ujarnya pelan, suaranya terdengar tulus.

Jennie menatapnya tanpa berkata-kata, masih mencoba mencerna apa yang baru saja dikatakan Taehyung.

Taehyung kemudian melanjutkan, "Password pintu itu ulang tahunmu. Kamu bisa membukanya kapan saja." Setelah mengatakan itu, dia berbalik dan berjalan menuju dapur, meninggalkan Jennie terdiam di ruang makan.

Jennie terkejut. Hatinya sedikit tergetar, tapi di saat yang sama, ia merasa makin tertekan. Ia menunduk sejenak, mencoba menenangkan dirinya. Kata-kata Taehyung terus terngiang di pikirannya. Perlahan, ia bangkit dari kursi, menarik napas panjang, dan melangkah menuju pintu dengan koper di tangannya.

Ia berhenti sejenak di depan pintu, lalu tangannya memasukkan password yang disebutkan Taehyung. Pintu terbuka dengan suara klik yang lembut. Jennie menatap pintu yang terbuka, merasakan kesedihan yang mendalam.

WE ARETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang