Edward mengusap kening Kana yang berkeringat, terasa hangat. Kana mengerjabkan matanya yang terasa panas, dia menatap sebentar Edward kemudian memiringkan tubuhnya memunggungi pria itu.
"Uncle ga mau kamu tambah sakit, mengertilah." Ucap Edward sembari mengusap pundak Kana.
"Tapi aku gapapa." Sanggah Kana.
"Badanmu masih panas, nanti kalau kenapa-napa di sana gimana? Yang ada ngerepotin doang." Balas Edward tidak mau kalah.
Mata Kana memicing, dia menoleh ke arah Edward dan menatapnya dengan tajam.
"Jadi aku ngerepotin?" Gumam Kana kemudian.
Edward mengerjab, "Engga gitu, Kana."
"Oke aku ngerepotin. Uncle keluar aja, banyak pekerjaan kan?" Kana berbalik lagi, menarik selimut hingga menutupi seluruh tubuhnya.
"Kana, uncle ga bermaksud gitu. Uncle khawatir, oke?" Ucap Edward berusaha menarik selimut Kana dengan pelan. Takut anak itu sesak karena tidak menyisakan ruang dalam balutan selimutnya.
Kana menolak, dia bergumam tidak jelas yang intinya menyuruh agar Edward cepat-cepat keluar. Mood Kana turun drastis. Dia tahu Edward memang tidak bermaksud begitu, tetapi Kana hanya sedang kesal karena tidak bisa berangkat sekolah padahal dia merasa dirinya sudah baik-baik. Hanya memang tubuhnya masih sedikit hangat, ingat hanya sedikit!
Edward akhirnya menyerah, pria itu memilih keluar setelah meninggalkan pesan agar Kana tidak lupa meminum obatnya.
Kana melongok dari balik selimutnya ketika mendengar pintu kamarnya tertutup. Kana duduk dan bersandar pada kepala ranjang. Matanya terpejam, kepalanya pening mengingat bahwa dirinya mungkin saja mendapat banyak ketidakberuntungan hidup sebagai figuran Kana Elzatta di novel ini.
Kana dulu hanya pemuda 20 tahun yang hidupnya datar-datar saja. Menempuh pendidikan lanjut di universitas ternama dengan mengambil sastra yang tak banyak memiliki peminat. Kana tentu sudah sedari lama merencanakan masa depannya.
Kana tak menginginkan banyak hal, bekerja sebagai penjaga perpustakaan sudah cukup baginya sembari sesekali menulis cerita-cerita kecil di platform online yang sering dikunjungi orang.
Tetapi siapa sangka dia tidak bisa hidup lama di dunia. Kana meninggal karena kecelakaan lalu lintas. Taxi yang membawanya pulang terlibat kecelakaan beruntun di lampu merah. Memang bukan hanya dirinya yang meninggal hari itu, tetapi mengapa hanya dirinya yang terdampar di novel ini?! Menjadi Kana Elzatta versi anak konglomerat yang memiliki banyak tanggungan di masa depannya.
Kana menghela napasnya, mau mengeluh juga tidak akan mengubah apa-apa. Kana tidak tahu caranya keluar dari novel ini. Apakah dia harus mati sekali lagi? Jelas Kana tidak mau merasakan sakitnya lagi. Kecuali jika ada yang instan, boleh Kana mencobanya.
Kana menatap ponselnya yang bergetar. Dia belum membuka benda elektronik itu sama sekali, Kana hanya membawanya saja karena siapa tahu dia butuh. Kana mengambilnya, membuka kunci dengan sidik jari kemudian menatap pesan yang dikirimkan oleh Aurora.
Apakah perempuan itu merasa sudah cukup dekat dengan Kana hingga mengiriminya pesan? Tak lagi merasa canggung kah?
Aurora
Kanaaa, aku dengar kamu sakit? Get well soon yaa Kanaa, kalau udah sembuh boleh kan aku ngajak kamu ke mall bareng Bulan nanti?Kana mengernyitkan keningnya. Dia tentu masih ingat jelas wajah canggung kedua perempuan itu kemarin dan sekarang tiba-tiba sekali Aurora bersikap sok dekat dengannya begini?
Sudut bibir Kana berkedut, dia tertawa pelan. Mendadak Kana jadi membayangkan raut wajah Aurora saat ini.
Me
Ya, tentu
KAMU SEDANG MEMBACA
Figuran : Just Call My Name
Teen FictionKana Elzatta tidak menyangka jika dirinya masuk ke dalam sebuah novel dengan genre family dan menempati tubuh figuran yang memilih nama serupa dengannya. Kana yang tidak tahu harus berbuat apa dibuat semakin kebingungan ketika kakak dari karakter ut...