Edward dengan telaten menyuapkan bubur pada Kana. Setelah memaksanya makan setidaknya sedikit, akhirnya Kana mengangguk. Kana hanya menghabiskan separuh buburnya, tidak apa. Setidaknya perutnya tidak kosong. Edward menaruh kembali mangkuknya di atas nampan.
"Maafin uncle, Kana." Ucap Edward sembari mengusap lengan Kana yang tidak terluka.
Kana menghela napas jengah, sudah berapa kali dia mendengar kalimat itu dari bibir Edward.
"Aku tidak apa, uncle. Aku baik-baik aja. Lihat!" Balas Kana dengan senyum lebarnya.
Tetapi Edward justru mendekapnya dan terisak. Mana mungkin Edward tidak menyadarinya, tatapan Kana kosong, senyumnya hampa, wajah pucat itu tidak terlihat hidup seperti biasanya. Kana jelas terguncang. Pertama kali dia mengalami penculikan dan langsung jatuh dalam kondisi seburuk ini.
Edward sedikit bersyukur, setidaknya mereka belum menyentuh Kana lebih jauh.
"Danae gimana?" Tanya Kana sambil mengusap punggung lebar Edward yang enggan melepaskan pelukannya.
"Sudah melewati masa kritis, dia tidak apa." Jawab Edward.
Danae mengalami gegar otak ringan karena benturan pada kepalanya cukup keras ditambah terlambatnya penanganan. Tetapi syukurlah pria itu sudah ada di kondisi aman sekarang. Hanya tinggal menunggu Danae sadar.
Kana mengangguk mengerti. Otaknya kembali memutar kejadian kemarin, Kana tanpa sadar menggenggam kemeja Edward kencang. Edward yang menyadarinya pun mengelus punggung Kana perlahan.
Edward sudah mengetahui kondisi Kana. Dia akan hidup dengan obat karena paru-parunya sedikit terganggu. Dokter bilang Kana bisa melakukan terapi jika kondisinya sudah membaik nanti. Edward jelas akan melakukan apapun yang terbaik untuk Kana.
Keduanya kemudian larut dalam keheningan yang cukup panjang. Masih di posisi semula, Edward yang takut Kana kurang merasa nyaman akhirnya mengubah posisi. Edward itu naik ke atas ranjang yang memang cukup lebar, duduk di sebelah Kana dan meletakkan kepala anak itu di atas dadanya.
"Tidur ya? Kamu masih butuh istirahat." Ucap Edward seraya mengusap kepala Kana pelan.
Kana hanya menurut, usapan di atas kepalanya membuatnya mulai merasa mengantuk. Matanya terlihat sayu, Kana menguap kecil. Dia bergerak mendekatkan dirinya kepada Edward kemudian memejam.
Edward masih senantiasa mengelus kepala Kana kendati anak itu sudah terlelap nyaman dalam dekapnya.
"Maafkan uncle, Kana. Uncle tidak bisa menjaga kamu dengan baik." Gumam Edward menunduk mengecup kening Kana pelan.
Edward lantas ikut memejam dengan posisi duduk yang cukup nyaman. Lega sekali rasanya saat dirinya tahu bahwa Kana sudah dalam jangkauannya.
•
•
•Total seminggu lamanya Kana berada di rumah sakit. Kemarin siang dirinya sudah diperbolehkan pulang dan mulai menjalani terapi untuk paru-parunya. Kaki kanannya membaik meski dia masih harus berjalan dengan bantuan tongkat.
Hari ini Kana memaksa masuk ke sekolah. Dia merasa sudah terlalu banyak izin, meski sebenarnya ketidakhadiran dirinya tidak akan mempengaruhi apa-apa. Tetapi Kana merasa cukup bosan. Dia juga sedikit merindukan Aurora dan Bulan yang berisik.
Memikirkan mereka tanda sadar membuat Kana tertawa pelan hingga Haejin, supir sementaranya menoleh sekilas.
"Anda terlihat cukup baik, tuan muda." Ucap pria itu dengan senyum tipis.
Kana mengangguk, "Aku hanya sedikit merindukan teman." Balas Kana.
Haejin mengangguk mengerti, dia kembali fokus menatap jalanan menuju sekolah Kana. Tiba di persimpangan, Kana yang asyik melihat luar jendelanya yang terbuka tanpa sengaja bersitatap dengan sepasang manik elang yang begitu tajam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Figuran : Just Call My Name
Teen FictionKana Elzatta tidak menyangka jika dirinya masuk ke dalam sebuah novel dengan genre family dan menempati tubuh figuran yang memilih nama serupa dengannya. Kana yang tidak tahu harus berbuat apa dibuat semakin kebingungan ketika kakak dari karakter ut...