9

270 39 6
                                    

Gita berdiri dari kursinya, melihat ke arah jendela yang menghadap ke luar kota. Pertarungan ini sudah lebih dari sekedar pertarungan siber. 

The Architect akan segera mendekati mereka, dan Gita tahu bahwa saatnya tiba untuk menghadapi ancaman ini secara langsung.

---------------------------------------------

*Malam berikutnya, di kediaman keluarga Mahendra

Gita sedang berdiri di balkon kamarnya, menghirup udara malam yang sejuk. Pikirannya terpusat pada serangan siber yang baru saja mereka lakukan. 

Serangan balasan dari The Architect terlalu cepat. Mereka lebih terorganisir daripada yang Gita duga. 

Namun, satu hal yang membuatnya resah adalah fakta bahwa musuh mereka berhasil mendapatkan sinyal fisik mereka.

"Dalam beberapa hari ini, mereka pasti akan bergerak," gumam Gita sambil menatap langit.

Pintu kamar Gita tiba-tiba terbuka. Shani masuk dengan langkah tenang, membawa aura yang tegas namun penuh kasih.

"Dedek, kamu belum tidur?" tanya Shani lembut.

Gita tersenyum kecil, meski tidak menjawab. Shani tahu Gita terlalu sering menghabiskan malam-malamnya begadang di depan komputer. 

Mungkin Gita sudah terbiasa dengan itu, tapi sebagai kakak tertua, Shani selalu khawatir.

"Kamu ada masalah?"

Shani mendekat, berdiri di samping adiknya, ikut memandangi pemandangan kota yang tenang dari balkon.

Gita menggeleng,

"Nggak, Ci. Cuma... banyak pikiran aja."

Shani menatap adiknya dengan tatapan penuh perhatian.

"Kalau kamu butuh bantuan, kamu tahu Cici dan Cigree selalu ada buat kamu, kan?"

Gita menatap kakaknya sebentar sebelum kembali memandang keluar.

"Iya, Ci, aku tahu."

Tapi yang Gita tidak ungkapkan adalah, kali ini, masalahnya terlalu besar. 

Melibatkan Shani atau Gracia hanya akan menempatkan mereka dalam bahaya, terutama jika The Architect memutuskan untuk menargetkan Mahendra Corp.

*Di lokasi rahasia The Architect

Seorang pria duduk di kursi kulit besar, matanya tertuju pada layar yang penuh dengan data hasil pencarian mereka. 

Pria itu adalah The Architect, dalang di balik serangan siber paling canggih di dunia. Dia tersenyum puas saat membaca hasil pelacakan yang akhirnya berhasil.

"Kita sudah menemukan mereka," kata salah satu anak buahnya sambil menyerahkan laporan lengkap.

The Architect mengamati laporan itu dengan teliti.

"Black Ice... akhirnya kita akan bertemu."

"Apakah kita akan menyerang sekarang?" tanya salah satu anak buahnya.

The Architect menggeleng.

"Belum. Kita perlu memastikan bahwa tidak ada jalan keluar bagi mereka. Aku ingin mereka merasa aman dulu sebelum kita menghancurkan semuanya."

*Di kediaman Mahendra, ruang makan

Keesokan paginya, Gita duduk di meja makan bersama Shani dan Gracia. Seperti biasa, mereka bertiga menikmati sarapan bersama sebelum memulai aktivitas hari mereka. 

Namun, pagi itu terasa sedikit berbeda. Gita terlihat lebih pendiam daripada biasanya, dan meski sifat dinginnya sudah menjadi hal yang biasa, kali ini Shani dan Gracia bisa merasakan ketegangan yang tidak biasa.

"Dedek, kamu kenapa? Ada sesuatu yang mengganggu pikiranmu?" tanya Gracia sambil mengaduk kopinya.

Gita hanya menggelengkan kepala, tetapi jelas dari tatapannya bahwa ada sesuatu yang salah. Meski begitu, ia tetap memilih diam.

Shani menatap Gita dengan serius,

"Kalau ada sesuatu yang kamu sembunyikan, sebaiknya kamu bilang sekarang. Jangan tunggu sampai semuanya jadi masalah besar."

Gita tersenyum kecil, mencoba menenangkan kakaknya.

"Aku baik-baik aja, Ci. Jangan khawatir."

Shani dan Gracia saling bertukar pandang, tahu betul bahwa Gita sedang tidak ingin berbicara. 

Meski begitu, mereka tidak bisa menyingkirkan perasaan bahwa sesuatu sedang terjadi, sesuatu yang jauh lebih besar dari yang Gita katakan.

" Yasudah kalo begitu, tetap jaga diri kamu baik-baik ya dek." Ucap Shani sambil mengelus kepala Gita

" Pasti Ci, kalo gitu aku berangkat ke kampus dulu ci." sambil memeluk dan menyalimi kedua kakaknya.

"Iya, Hati-hati dijalan sayang." jawab Shani

"Kalo ada apa-apa kabarin kita!" sambung Gracia.

Gita hanya mengangguk sambil berjalan keluar rumah.

*Di kampus MH University

Setelah sarapan, Gita mengendarai motornya menuju kampus. Hari itu, dia berusaha fokus pada kuliahnya seperti biasa, meski pikirannya masih penuh dengan rencana untuk menghadapi The Architect. 

Di kantin kampus, Gita bertemu dengan Oniel dan Adel. Mereka bertiga duduk di pojok, memanfaatkan waktu untuk berdiskusi tanpa menarik perhatian.

"Gits, kita harus siap. Kalau The Architect tahu lokasi kita, berarti mereka nggak akan lama sebelum menyerang," ujar Adel dengan nada serius.

Gita mengangguk.

"Aku tahu. Makanya kita harus mulai persiapan. Kita nggak bisa cuma bertahan. Kita harus menyerang lebih dulu."

Oniel tampak khawatir.

"Tapi mereka bukan musuh biasa, Gits. Kalau sampai mereka tahu siapa kita sebenarnya, itu bisa menghancurkan hidup kita."

Gita menatap kedua sahabatnya dengan penuh keyakinan.

"Kita sudah terlibat terlalu dalam. Kalau kita mundur sekarang, mereka akan menganggap kita lemah. Dan kita nggak bisa biarkan itu terjadi."

Oniel dan Adel akhirnya mengangguk, setuju dengan rencana Gita. Mereka tahu bahwa ini bukan hanya soal pertarungan di dunia maya, tapi juga tentang identitas dan keselamatan mereka di dunia nyata.






The Architect semakin dekat dengan mereka, artinya bahaya besar juga semakin dekat  menuju mereka.

Akankah Gita dan Tim atau Kakak - kakaknya menemukan jalan keluar dari konflik ini?



Ditunggu kelanjutan Ceritanya...


Mohon Dukungannya...

Family And SecretTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang