Tujuh

21 7 3
                                    

"Mbak, Gue satu, ya!" Seru Rio seraya mengambil gorengan yang sudah dijejer di kantin milik Mbak Tina.

"Gue juga!"

Hanya Galang yang diam seraya memainkan ponselnya tanpa memperdulikan kelakuan kedua temannya yang masih meributkan makanan demi mengisi perut kosongnya dipagi hari.

"Mau susu anget satu, mbak," Ucap gadis yang tiba-tiba ikut memesan.

Galang, Rio dan Guntur perlahan menoleh ke sumber suara.

"Eh, Ini yang katanya siswi baru, ya?" Bukan menjawab, kini Mbak Tina beralih bertanya pada gadis yang tengah berdiri.

Gadis itu hanya menanggapi dengan senyuman.

"Cantik banget, neng! Mau susu anget atau mau Mas Rio sama Mas Guntur? Tapi, Jangan Mas Galang soalnya dia patung!" Sindirnya seraya melirik kearah Galang yang masih menatap gadis itu tanpa ekspresi.

"Noh, tinggal pilih The. Tapi jangan Galang, yah. Punya gue," Bisik temannya pelan.

Thea hanya diam seraya tersenyum kikuk. Jujur, dia tidak suka seperti ini.

"Bisa dibuatkan dengan cepat, Mbak? Bentar lagi bel masuk." Thea mencoba mengatur nafasnya karena, rasa sesak tiba-tiba menyerang dadanya.

"Kalo sakit minum obat. Bukan susu," Kata Galang dengan acuh membuat Thea menatapnya dengan heran.

"Pucet wajah lo!" Lanjutnya seraya beranjak dari tempat duduk. Namun sebelum itu, Galang menyodorkan satu lembar uang lima puluh ribu kepada Mbak Tina.

"Buat bayar Rio sama Guntur. Sekalian dia juga," Ucap pemuda itu seraya menunjuk Thea menggunakan dagunya.

Mbak Tina hanya tersenyum ramah, "Jadi, Mas Galang sukanya sama modelan kayak Mbak ini, toh."

"Nggak, ya! Gue nggak butuh dikasihani sama lo dan gue juga masih mampu bayar ini pake duit gue!" Sambar Thea seraya menyodorkan uang kepada Mbak Tina. Tidak menanggapi, Galang justru pergi disusul oleh Rio dan Guntur meninggalkan Thea, Zera dan Mbak Tina dikantin.

"Udah, Mbak terima saja dari Mas Galang. Toh, Mas Galang orangnya baik cuma sedingin itu minusnya."

Thea menghela nafasnya, "Tapi, Mbak. Gue nggak kenal dia."

"Tapi, kan tau namanya."

"Gue nggak mau. Ini Mbak sekarang ambil uang gue dan uang manusia aneh itu kembalikan."

Mbak Tina menepis tangan Thea perlahan, "Terima saja. Lagian Mas Galang ganteng."

🦕🦕🦕

"Lang, panas, gue cape!" Guntur mengibaskan tangannya berharap sebuah angin menghilangkan keringat yang sudah sedari tadi bercucuran.

Kini Galang, Rio dan Guntur sedang menjalankan sebuah hukuman lari keliling lapangan karena mereka bertiga sudah telat lebih dari lima menit masuk kelas matematika.

"Kegantengan gue luntur, Lang!" Rio tak mau kalah untuk mengeluh.

"Kalo lo berdua ngeluh ke gue, terus gue ngeluh ke siapa?!" Kini Galang bersuara. Ia sangat kesal hari ini karena kelakuan kedua sahabatnya, citra Galang sebagai murid teladan sudah hilang.

Disisi lain, gadis blonde tengah menatap tiga manusia yang tengah duduk ditengah-tengah lapangan. Senyumnya terukir sebelum akhirnya ia menghampiri mereka.

"Nih," Ucapnya seraya menyodorkan sebotol air mineral dihadapan Galang.

Galang menoleh, menatap penuh seseorang dihadapannya.

"Kesambet apaan lo?" Bukan menerima, Galang justru bertanya heran pada Thea yang membawakan air mineral itu.

"Dari Zera, gue hanya perantara. jadi, nggak usah berharap gue tulus ngasih ini ke lo!"

Galang mengangguk seraya menerima air mineral lalu meneguknya. Kemudian, memberikannya kepada kedua temannya.

"Masuk kelas sekarang atau lo juga akan lari dilapangan ini," Suruh Galang pada Thea yang masih tak bergeming ditempatnya.

Thea terlihat berpikir sejenak, "Kayaknya enakan lari, deh. Daripada harus ngikut pelajaran hari ini."

"Matamu! Masuk kelas, Thea. Bisa-bisanya lo bilang enakan lari!" Rio yang mendengar ucapan Thea tak terima.

"Awas aja kalo sampai lo berbuat aneh terus dihukum, gue akan ngadu nyokap lo!" Lanjutnya.

Thea mengangkat bahunya acuh, "Bodo. Nyokap aja ngga peduli sama gue," Jawabnya seraya pergi meninggalkan mereka bertiga.

Galang menoleh kearah Rio. Merasa heran dengan sikap aneh Thea tadi. Bagaimana bisa dia seacuh itu? Sedangkan, dulu gadis itu sangat takut dan penurut pada orang tuanya.

"Ada masalah sedikit yang bikin dia seperti itu," Jelas Rio seolah tau apa yang akan menjadi pertanyaan Galang.

"Dulu nggak seperti itu," Sanggah Galang.

Rio mengangguk, "Orang tuanya yang ngebuat dia seperti itu."

"Kasihan juga dia, Yo," Lirih Galang memelas seraya menatap botol kosong pemberian Thea tadi.

Rio menepuk pundak Galang pelan, "Deketin dulu. Habis itu, lo gantiin posisi gua untuk jagain dia sama seperti lelaki itu."

"Bisa emangnya?"

"Coba aja dulu, Lang." Kini Guntur angkat bicara.

"Kalo belum dicoba, gimana lo akan tau?"

🦕🦕🦕

Sampai jumpa dipart selanjutnya❤

GALANG ANGGARA PUTRATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang