Bab 1: Jejak Langkah Kecil Ilker Ksenia
Di sebuah kota kecil yang selalu diselimuti kabut tipis, Ilker Ksenia, seorang anak laki-laki berusia sembilan tahun, mengintip dari jendela kamarnya yang menghadap ke jalan setapak yang sepi. Dari sini, ia bisa melihat rumah-rumah berjajar rapi, setiap pintu dengan cat yang sedikit mengelupas, seakan menyimpan rahasia yang tak terungkap. Ia selalu berpikir, setiap orang pasti memiliki sesuatu yang disembunyikan. Dan di sinilah perjalanannya dimulai-perjalanan seorang anak yang ingin menjadi detektif.
Rambut coklatnya, dengan mata biru jernih yang selalu menyelidiki sekitar, menangkap detail-detail kecil yang sering terlewatkan oleh orang dewasa. Ia sering duduk di bangku kayu tua di taman depan rumahnya, dengan buku catatan kecil di pangkuannya. Pensilnya yang sudah pendek akibat terlalu sering diraut, selalu siap mencatat segala hal yang menurutnya mencurigakan. Setiap hari adalah kesempatan baru baginya untuk menemukan misteri-apakah itu kucing tetangganya yang tiba-tiba menghilang atau seorang pria tua yang berjalan sambil membawa koper besar, terlalu besar untuk sekadar berbelanja di pasar.
Ilker memiliki kebiasaan mengusap dagunya saat ia berpikir, meniru para detektif terkenal yang pernah ia lihat di televisi. Ibunya, Vasilisa Ksenia, seorang wanita lembut dengan senyum hangat, sering menggeleng sambil tersenyum melihat putranya itu, "Ilker, kamu terlalu banyak berpikir untuk anak seusiamu," katanya suatu hari. Tapi, Ilker hanya tertawa kecil dan kembali ke buku catatannya.
Di sekolah, Ilker tidak terlalu populer. Anak-anak lain sering menggodanya karena selalu membawa kaca pembesar kemana-mana, menganggapnya aneh karena tertarik dengan hal-hal yang mereka anggap membosankan. Tapi bagi Ilker, setiap hari adalah petualangan baru. Dia memperhatikan hal-hal kecil: jejak sepatu di koridor sekolah yang tampaknya tidak biasa, atau cara seorang guru selalu membawa tas penuh buku yang terlihat terlalu berat untuk dipikul. Tidak ada hal yang terlalu sepele untuknya.
Namun, meskipun ia selalu siap dengan observasi dan deduksi-deduksinya, Ilker sadar bahwa menjadi seorang detektif bukan hanya soal mengamati dan mencatat. Ia harus menghadapi sesuatu yang lebih besar dari sekadar rasa ingin tahunya-keinginan untuk diakui oleh orang lain, terutama ayahnya, Kyrian Ksenia. Dia adalah seorang detektif senior yang diam-diam menjadi idola Ilker. Tapi Kyrian selalu tampak jauh, seperti tertelan oleh pekerjaan dan beban hidup yang tak pernah diceritakannya.
Suatu pagi, Ilker bertemu dengan Kyrian di ruang makan, tapi ada yang berbeda kali ini. Kyrian menatapnya lebih lama dari biasanya, seakan tahu sesuatu yang tidak pernah dikatakannya.
"Ilker," panggil Kyrian dengan suara serak. "Apa kamu benar-benar ingin menjadi seorang detektif?"
Ilker berhenti sejenak, menelan ludahnya sebelum menjawab, "Iya, aku ingin menjadi seperti Ayah."
Kyrian menghela napas panjang, wajahnya penuh kerutan yang tidak pernah Ilker perhatikan sebelumnya. "Menjadi detektif bukan hanya tentang menemukan jawaban. Kadang-kadang, jawabannya bisa menghancurkanmu."
Kalimat itu menggantung di udara, seperti kabut yang menyelimuti kota kecil mereka. Untuk pertama kalinya, Ilker merasakan ada sesuatu yang lebih dalam dari sekadar rasa ingin tahu, sesuatu yang lebih besar dari misteri-misteri kecil yang biasa ia pecahkan. Ada beban di balik setiap kasus, setiap misteri yang terungkap.
Namun, Ilker tidak menyerah. Ia tetap menulis di buku catatannya, mencatat setiap hal yang ia temukan. Tetapi kali ini, ia lebih hati-hati. Ia mulai belajar bahwa menjadi detektif bukan hanya soal menemukan rahasia orang lain, tetapi juga menghadapi kebenaran yang terkadang terlalu berat untuk dihadapi. Dan di sinilah Ilker benar-benar tumbuh, bukan hanya sebagai seorang calon detektif, tapi sebagai seorang anak yang memahami bahwa dunia ini tidak selalu hitam-putih, dan bahwa kebenaran terkadang lebih menyakitkan daripada kebohongan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ry's Story Collection
Short StoryDalam kekosongan yang menggantung, imajinasi menemukan sayapnya, merajut cerita yang tak hanya dibaca, tetapi juga dirasakan. 🔰 "Hei, kau di sana," suara Sabit tenang, tapi ada sesuatu dalam nadanya yang memanggil perhatianmu. Di sisinya, Purnama t...