Prolog

31 7 4
                                    

“Putri Mama terlihat baik sekali… kamu senang, ya karena besok akan pergi berkemah?” Ucap Mama yang sepertinya sedari tadi melihat mukaku yang cukup cerah. Jujur, aku sebenarnya sangat senang, karena ini bukan perkemahan pramuka. Tapi bisa dibilang staycation kali, ya? Sedikit informasi aja.. Aku tidak suka dengan kegiatan yang memerlukan aktivitas terlalu banyak seperti pramuka. Namun untuk perkemahan ini cukup membuat aku menunggu-nunggu. Dan ini bisa disebut karyawisata karena Bu Indah selaku kepala sekolah mengadakan perkemahan untuk refreshing. Honestly, aku sangat menyukai idenya, walau saat dulu pernah ada suatu hal diantara aku dengannya, aku tetap menghargainya sebagai kepala sekolah yang hebat.                                       “Ya, Ma.. doa’kan aku selalu, ya.” Aku tersenyum dan menutup pintu lemariku.          
“Pasti Sayang, Mama selalu mendoa’kanmu. Ini sudah semua, bukan?” Aku seketika memutar otakku dan melihat sekeliling, barang-barang bawaan yang sudah kusiapkan.                                 
“Yap, sudah semua, Ma. Terima kasih banyak.”                                                                                “Baiklah, sama-sama, De. Mama kembali ke kamar, ya. Kamu sudah makan, kan?” Aku mengangguk.
“Istirahatlah,  besok kamu harus bangun pagi." Mama berucap sembari memegang gagang pintu, aku hanya menjawab iya dan duduk pada tepi kasurku. Ketika Mama membuka pintu untuk keluar, Aldo langsung menyambar masuk dan aku memeluknya. Aldo adalah kucingku, dia kucing keturunan American Shorthair. Aldo berkelamin laki-laki dan dia masih berumur sekitar 8 bulan. Ayahku membelinya saat beliau sedang berada di Amerika Serikat saat ditugaskan di sebuah institut disana. Beliau menyayangi Aldo lebih daripada aku menyayangi kucing tersebut. Ayahku menyukai kucing. Aldo menggemaskan, pintar, dan suka menjaga kebersihan tubuhnya, maka dari itu keluarga sangat menyukainya.                                                               “Aldo, pergilah.. Teh Laurent ingin beristirahat.” Pinta Mama. Aldo membalasnya dengan tidak melihat Mamaku dan mengeong keras sekali. Aku tertawa dan mengelus kepala Aldo.                 
“Sudah nggak apa, Ma. Aku pengen ditemani olehnya. “ Mama hanya mengiyakan lalu keluar, beliau menutup pintuku kembali. Aku beralih duduk di atas karpet, karena Aldo tidak diperbolehkan untuk berada di atas kasur. Aku menghela napas lega karena sudah selesai membereskan keperluan untuk besok. Ayah juga membantu membereskan camilan-camilan ringan untukku di lantai bawah. Aku sangat bersyukur karena mereka masih membantuku walau baru saja pulang dari kerja. Aku memang senang dan exited tetapi hatiku merasa sangat gugup dan sedikit khawatir. Hutan yang dipilihkan oleh Bu kepala sekolah di acak setiap kelasnya, dan pihak sekolah baru akan mengumumkan besok, aku berharap kelasku mendapat hutan yang aman dan nyaman. Kebanyakan dari kalian mungkin berpikir namaku Laurentia, sebenarnya bukan tetapi kalian tidak sepenuhnya salah, karena memang umumnya seperti itu. Aku, Laurenna, memiliki makna/arti yang baik, berharga. Mama menamaiku begitu karena katanya itu sangat indah. Tentu saja, aku mempercayainya, aku mempercayai keluargaku lebih dari apapun. Nama panjangku Laurenna Cassandra Aggie. Ayahku yang menamaiku Aggie, dia menyukai namanya karena Aggie adalah nama belakang Mama. Tidak usah dipungkiri, Ayahku sangat mencintai Mama.                                                                                                                               
      Aku beralih membuka handphone-ku, tampak beberapa chat bermunculan. Aku membalasnya satu persatu. Hingga sampai pada pesan yang dikirimkan oleh sahabatku, Clarice. Sahabat? Apa mungkin hanya teman dekat? Aku menghela napas pelan. Aku memiliki 2 teman dekat yang belum lama dekat, Clarice dan Cheryl. Dari namanya saja mungkin sudah gampang ditebak. Mereka sering sekali mengobrol berdua, dan ketika kami bersama, aku kadang tidak mengerti apa yang sedang mereka bicarakan karena topik tentang lelaki yang tidak akrab ditelingaku walau aku sudah mencoba bertanya. Clarice adalah yang paling lumayan, dia masih menghargai dan selalu mengajakku saat mereka pergi. Tetapi Cheryl? Wah, menyebalkan sekali gadis itu. Aku memberi Cheryl banyak kesempatan sekalipun dia tidak pernah meminta maaf padaku atau mungkin memang dia saja yang tidak peka? Saat itu, ketika aku sedang mengalami masa periodku, dan mereka ingin pergi ke musholla. Aku berkata pada Cheryl untuk bilang pada Clarice aku ingin ikut mereka kebawah karena aku juga ingin pergi ke kafetaria. Kelasku berada di lantai 2, Cheryl mengiyakan dan aku kembali bilang padanya bahwa aku ingin ke koperasi terlebih dahulu untuk membeli tisu. Aku memintanya untuk menungguku. Aku selesai membeli tisu, kulihat Clarice masih baru mengambil mukena di tasnya. Aku menunggu sembari melihat pemandangan lewat balkon. Namun ketika aku melihat mereka berdua keluar tanpa melihatku sama sekali padahal aku tepat berada di depan mereka. Kalian mungkin berpikir aku berlebihan, dan mengapa aku tidak menegur mereka dan bilang ingin ikut, aku hanya.. sedang ingin melihat bagaimana Cheryl seharusnya mempertanggung jawabkan ucapannya tadi. Kesabaranku hanya setipis kapas. Bila Cheryl menyampaikan pesan ku pada Clarice, dia pasti akan memaksa Clarice untuk menungguku, lihatlah tindakan yang diambilnya sekarang bahkan tetap berjalan dengan Cheryl yang terlihat terus berbicara. Aku memukul karpet sangat kesal bila mengingat kejadian itu, memang seharusnya dilupakan.                                                                                                 
      Dan ada satu lagi kejadian yang membuatku merasa sangat kecewa dan tidak dihargai. Cheryl pernah disukai Rio, salah satu lelaki di kelasku yang cukup pintar, dia tidak pernah keluar dari 10 besar. Dan aku menyukai attitude nya yang selalu sopan pada guru, hanya itu saja, tapi aku tidak menyukai sisa sikapnya. Dia popular dan lumayan tampan. Pesonanya luar biasa, banyak yang ingin menjadi pacarnya, mulai dari murid-murid seangkatan, adik kelas bahkan kakak kelas. Aku pernah tertarik padanya hanya sedikit namun seseorang menggantikan posisinya di hatiku. Karena dia terus saja mengganti-ganti pacarnya. Hingga akhirnya dia berakhir dengan Elin, dia adalah teman dekatku. Sebelum berpacaran dengan Elin, Rio sangat setia menyukai Sisca, namun sayangnya ketika beberapa minggu kemudian, Sisca memutuskannya. Rio menggonta-ganti pacar hanya untuk pelampiasan karena Sisca tidak menyukai nya lagi, begitu kata Sisca. Aku tidak langsung mempercayainya. Aku akan percaya bila dia memberi bukti yang cukup akurat. Lagipula, Rio adalah siswa berperestasi, dan aku kenal dengan Ibunya. Ketika Rio terus mengejar Cheryl untuk menerima cintanya, Cheryl bercerita pada kami bahwa Sisca pernah diminta untuk mengirimkan foto pada Rio dan kebetulan Sisca sedang memakai pakaian yang ketat namun Rio tetap memaksanya. Aku saat itu berpikir ini semakin aneh saja, aku menyarankan bagaimana bila Cheryl langsung bertanya pada Rio agar tidak terjadi kesalahpahaman dan akhirnya menjadi fitnahan. Fitnah kejam,  dan dahulu aku pernah merasakannya. Istirahat tiba, dia meminta Clarice untuk ikut dengannya, aku bertanya padanya apakah aku harus ikut dengannya juga, dia berkata tidak usah. Aku tidak mengambil pusing dan kembali membaca buku. Elin lalu menghampiriku dan berkata.
“Hey, kamu nggak ikutan sama kedua sahabatmu? Mereka lagi ngobrol sama Rio, nggak tahu obrolin apa.” Saat itu aku langsung merasa sedikit kesal, aku menutup bukuku, mengintip dari dalam kelas untuk melihat keadaan di luar. Aku menemukan mereka, dengan Clarice yang ditengahnya bukan Cheryl. Dengan tidak diajaknya diriku untuk berunding padahal saat itu aku yang lebih banyak memberi saran pada sebelumnya sukses membuat hatiku bungkam. Walaupun aku tetap melemparkan senyum dan berkata bagaimana saat mereka kembali. Aku kembali memukul karpet mengingat kejadian itu. Maaf, ya karpet, kau jadi korban. Hingga sebuah notif pesan mengagetkanku. Clarice mengirim ku pesan lagi, dia bertanya apakah aku sudah selesai merapihkan barang. Aku hanya menjawab iya. Dan melihat bagian story, Cheryl membuat story dimana dia dan Clarice sedang video call bersama. Aku kembali melihat grup chat. Tidak ada pesan baru, hanya perbincangan terakhir kemarin sore. Aku menoleh pada bingkai kecil yang terdapat di atas meja belajarku. Fotoku dengan mereka saat acara Pentas Karya tahun lalu. Aku membuang mukaku dan menidurkan kepalaku pada ujung kasur seraya memperhatikan Aldo yang sudah terlelap. Pintu diketuk, aku berkata masuk, Ayah masuk dan membawakanku sebuah jus alpukat. Dia menggendong Aldo dengan pelan.                                                                                “Minum jusnya lalu tidur, ya sayang. Jangan begadang, atau Ayah akan memberikan Adek 10 buku tentang bahayanya begadang dari perpustakaan universitas. “ Aku tertawa dan berkata iya sebagai balasan. Beliau pamit untuk meninggalkan kamarku. Ayahku adalah seorang professor, beliau sangat pintar terlebih dalam bidang Matematika dimana dalam keluarga ini cukup tidak disukai pelajaran angka tersebut. Aku sangat tidak menyukai nya!
Aku meminum jus alpukat seraya mengambil remote AC untuk mengecilkan temperaturnya. Tidak bisa terlalu dingin. Perutku akan langsung protes. Jus alpukatnya lezat, ku akui Ayahku bila tidak menjadi guru besar, dia cocok untuk menjadi koki karena sering memasak makanan yang enak bila Mama sedang capek. Favoritku atas masakannya adalah nasi goreng, itu sempurna. Hatiku kembali ceria ketika memikirkan Ayah dan kembali tidak sabar untuk karyawisata besok.   

        Please support this story guys :)

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

       
Please support this story guys :)

The AccidentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang