1. Tetap di Pertahankan

19 5 1
                                    

Enjoy reading~!

Aku berjalan dengan pelan seraya mengendap-endap untuk mengagetkan Clarice yang fokus pada handphonenya. Lapangan sudah lumayan ramai, padahal kemarin ku berencana untuk datang ke sini jam setengah 6 namun tetap saja aku telat bangun. Jam bekerku mungkin sudah muak berbunyi untukku yang malah masih bermimpi. Satu kali langkah lagi aku ingin mengagetkannya, aku bersiap-siap- HAH?! aku sontak melihat kebelakang, ada yang memegang pundakku. Dia tertawa melihat ku kaget. Clarice jadi menghampiriku, ya elah Elin, aku jadi gagal mengagetkan Clarice.                                              
“Clarice, kelihatannya dia ingin mengagetkanmu, tuh.." Aku memalingkan mata ketika Elin berkata pada teman dekatku. Clarice hanya tertawa.                                              
“Aku kagetkan balik, lihat, jadi sebal, ya..San, gagal ngagetin, jahil banget, sih kamu.”             
“Hey, sadar diri.. kamu lebih jahil dibanding aku.” Elin hanya tertawa menanggapi perkataanku.
“Siap,deh..Cassandra.”                                 “Bisa, nggak berhenti panggil aku Cassandra?” Elin itu suka sekali memanggilku Cassandra, entah kenapa dia seperti itu. “Suka-suka aku, dong. Lagi pula lebih enak dipanggil Cassan.” aku semakin menatapnya aneh. 
But, I think Laurent is better, Lin.” Aku menatap Elin bangga karena mendengar pendapat Clarice. Elin hanya mengiyakan,  kami akhirnya tertawa bersama. Perkenalkan, teman dekatku yang lain, Elin. Kami mempunyai perkenalan yang lebih dari luar biasa. Karena aku tidak mempunyai teman duduk akhirnya aku memilih kursi secara acak, dikarenakan Cheryl dan Clarice yang duduk bersama. Kebetulan, persahabatan awal Elin pun ganjil, aku tak memintanya karena saat itu masih belum mengenalnya, diantara lumayan banyak kursi kosong, dia memilihku. Dan kebetulan teman di depan meja kami akrab dengannya. Aku memang terkenal tidak suka banyak omong saat pertama kali. Ketika awal aku tak suka sikapnya yang kasar dan berantakan, aku tak suka meja berantakan. Namun dia suka membuatku tertawa, aku jadi menyukainya. Ketika aku bertanya pun, kenapa dia nyaman duduk denganku, dia suka sikap orang yang diam, aku dulu memang pemalu dan tidak suka berbicara banyak bila tidak perlu. Pertemanan kami semakin erat ketika kami sama-sama bergabung menjadi anggota club Kimia. Unik bukan? Kapan lagi anak IIS masuk dalam club Kimia?
Circle Elin kemudian datang, aku berubah tidak senang. Aku tidak menyukai salah satu dari mereka, bukan tanpa alasan, dia sendiri yang memutuskan untuk berurusan denganku. Aku memalingkan mata ketika Jovita berbicara, dasar perempuan sok polos. Aku benci melihat sikapnya. Melihatku yang tidak nyaman atas kedatangan mereka Elin akhirnya pamit padaku dan Clarice. Karina dan Salsa menyapaku, mereka cukup baik padaku. Aku menghembuskan napas lega ketika mereka beranjak pergi.                                                                                                               
    “Kamu masih belum bisa memaafkan Jovita, Lau?” tanya Clarice dengan raut yang cukup cemas. “Bagaimana bisa aku memaafkannya, dia saja nggak mengucapkan sepatah katapun maaf padaku.”                                                             “Lupakan kejadian itu, semuanya sudah move on, bahkan Jovita saja sudah mulai menyapamu.” Aku yang semula menundukkan kepala beralih menatap matanya, Clarice memegang pundakku kuat. “Aku nggak butuh sapaannya, aku nggak butuh sikap yang lain yang melupakan kejadian itu. Aku hanya butuh Jovita kembali bersaksi aku nggak melakukannya. Akan kupertimbangkan, bila dia meminta maaf padaku.” Aku kembali memalingkan mata. Clarice menghela napas panjang. “Maaf, Lau.. seharusnya aku nggak mengungkit tentang ini. Maaf jadi merusak suasana semangat kita.“ Aku melempar senyum tipis padanya. Aku menyukai Clarice yang begini, tetapi aku tak menyukainya bila dia membiarkan aku tidak mengetahui apapun yang Cheryl katakan. Moodku jadi sedikit berantakan.                            “Halo-halo kalian berdua. Apa ini.. suasananya terasa suram?” Cheryl tiba-tiba menghampiri kami. Clarice melempar senyum dan berkata ‘tidak ada apa-apa’. Aku membalas sapaannya pelan, bagaimanapun aku ingin mengakhiri persahabatanku(?) dengan Cheryl. Tetapi aku tidak bisa, sangat tidak bisa. Aku masih belum bisa mengambil tindakan, jika aku memutuskan persahabatanku dengan Cheryl maka dari itu aku juga akan kehilangan Clarice. Aku terjerat dalam hubungan pertemanan yang rumit. Menyebalkan, lebih baik aku berjalan menuju letak lapangan dimana menjadi arah untuk kelas kita.
Mereka berjalan, namun aku mendahului mereka karena aku tidak ingin menjadi nyamuk lagi atas cerita Cheryl. Aku mendengar beberapa cerita Cheryl. Lagi-lagi ribut perihal lelaki, apa dia tidak bisa memikirkan yang lain? Aku rasa wajah cantiknya jadi seperti dia jual untuk dekat  dengan para cowok. Cheryl bahkan menekankan ucapannya ketika mengangkat topik telpon mereka berdua tadi malam. Aku bisa merasakan Clarice menahannya untuk tidak mengangkut soal telpon mereka tadi malam. Namun, Cheryl menolak halus dan tetap berbicara, dasar egois.
“Laurent tahu tentang cowok itu?” aku jadi sedikit memelankan langkahku ketika Clarice bertanya seperti itu pada Cheryl, aku memasang telinga kuat-kuat tanpa menoleh kebelakang.
“Apa? Dia nggak perlu tahu tentang cowok, dia nggak tertarik pada cowok.” Hah… menyebalkan.. seharusnya aku tidak berharap banyak untuk jawaban Cheryl. 
“Hah? Sudahlah lupakan itu. Berhenti bicara tentang cowok itu, dia sama sekali nggak melirikmu.” Aku sedikit tertawa kecil mendengar perkataan Clarice. Secara tidak langsung dia membelaku. Cheryl adalah yang paling muda diantara kami berdua. Awalnya aku sangat memakluminya, namun ternyata aku salah karena terlalu memanjakannya. Aku langsung salah dalam kali pertama, makanya aku selalu menolak ketika Mama menawariku seorang Adik.
“Seluruh siswa-siswi kelas XI SMA ERGY ditunggu kehadirannya di lapangan utama untuk diberikan sambutan oleh Kepala Sekolah, lalu kita akan berangkat sebentar lagi.” Suara Pak Arif selaku wakasek kesiswaan terdengar dari megaphone. Aku memposisikan diri ketika sampai di bagian kelasku. Bu Indah memberikan sambutan sederhana untuk siswa-siswi kelas 11. Aku pribadi senang mendengar sambutannya yang terasa sangat tulus. Setelah itu kami diumumkan per kelas mendapat hutan apa. Kelasku mendapat hutan ‘Melawa’. Kami semua langsung bertukar pandang karena baru mendengar hutan itu. Tetapi Bu Indah meyakinkan kami, pihak sekolah sudah mensurvey dan membayar mahal, tentu saja kami percaya. Dan yang pastinya telah memberikan informasi pada orang tua.
Ayah dan Mama sengaja izin sebentar dari pekerjaannya untuk membantuku sampai aku berangkat. Mereka orang tua terbaik. Aku menyalimi keduanya dan masuk ke dalam bus, Ayah bilang padaku beliau yang akan memasukkan koperku di bagasi. Mereka juga berpesan agar menjaga jam tangan dan kemeja yang baru saja Ayah belikan. Tentu aku akan menjaga jam tangan ini sepenuh hati, ini pemberian Ayah karena aku memenangkan olimpiade Inggris bulan lalu. Bukan bermaksud sombong hihihi. Sama seperti di kartu, seat tempat duduk bus 2-2. Aku menarik Clarice untuk duduk bersamaku sebelum direbut oleh Cheryl. Aku langsung duduk sambil melambaikan tangan pada kedua orangtuaku lewat jendela. Mereka menyuruhku untuk berdoa terlebih dahulu sebelum berangkat lewat gerakan Ayah. Sudah pasti sebelum bus berangkat kami akan berdo’a. Setelah selesai dengan kegiatan wajib berdo’a kami akhirnya berangkat. Aku melambaikan tangan lagi untuk kesekian kali pada kedua orangtuaku. Bus melaju, tujuan kami kali ini ke Kuningan karena hutan ‘Melawa’ berada disana.
Karina selaku ketua kelas meminta kita semua untuk bernyanyi. Aku setuju dengan idenya, lagipula perjalanan dari Cirebon ke Kuningan cukup lama. Kelas XI IIS 2 adalah kelasku, diisi dengan orang-orang random, ada yang suka marah-marah contohnya Elin, cerewet, dan pendiam. Elin adalah mood booster kelas, jadi dia memang suka memeriahkan kelas. Kelasku ini termasuk kelas unggulan, aku berhasil merebut posisi Juli sebagai peringkat pertama semester 2 ini. Namun aku tetap tidak bisa menganggap enteng dia.

The AccidentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang