14. Mimpi masalalu

812 47 12
                                    


"Aku selalu berusaha berlari dari semua rasa takut yang selalu menerpaku, namun semakin ku tahan semakin hancur batinku hingga rasa takut yang menjadi trauma itu telah membuatku cacat seumur hidup."

Khaleysia Fara Mahfuzah—

"Zaki, Nak..."

Melihat kehadiran Zaki secara tiba-tiba disana, Fauzan lantas berdiri dengan wajah gelisah, bercampur terkejut, dia berpikir pastilah Zaki sudah mendengar semuanya.

Yang lain pun perhatiannya ikut teralihkan pada Zaki. Laki-laki itu masih setia berdiri di depan pintu dengan wajah tertunduk hingga ayah mertuanya menghampiri.

"Saya mengganggu, ya? Maaf, jika begitu saya pulang dulu," ucapnya dengan suara lirih yang kakinya melenggang keluar.

Namun tak tinggal diam, Fauzan pun mengejarnya saat dia ingin memasuki mobil, berharap bisa memberikan Zaki pengertian juga bisa menjelaskan.

"Tunggu, Nak."

Niat Zaki ingin segera pergi darisana redup, karena ingin menghormati mertuanya dia pun dengan sangat berat hati siap mendengarkan apa yang ingin Fauzan katakan.

"Saya baru tau jika laki-laki itu datang lagi, dan kehadiran juga niatnya tadi benar-benar di luar dugaan saya, Nak." Dengan sangat lembut Fauzan mencoba menjelaskan, walau memang semuanya sudah jelas.

"Saya sudah tau, Ayah, beberapa hari kemarin saya dan Ara juga pernah bertemu dengan dia di kampus."

Dengan bibir gemetaran dan pandangan mata melihat ke arah lain guna air matanya tidak jatuh, Zaki berusaha santai untuk merespons setiap ucapan dari sang mertua.

"Cinta tanpa ujian itu mustahil, Yah, saya mencintai Ara, tapi dia mencintai masalalunya, ini takdir yang terbaik untuk saya, tapi belum tentu baik untuknya."

"Ayah, saya nggak apa-apa, saat mengucap ijab qabul saya sudah berikrar untuk menerima masalalunya, jadi ini adalah ujian untuk perasaan saya sendiri."

Fauzan begitu kagum dengan kebesaran hati Zaki juga kesabarannya, tadinya dia berpikir bahwa menantunya akan marah atau kecewa, namun justru dia berkata seakan-akan tidak terluka sama sekali.

"Tapi kamu pasti terluka, Nak."

Zaki tersenyum tipis. "Itu pasti, Yah, tapi hati dan cinta pada istri saya tidak akan pernah patah, karena saya tetap pemenang takdir yang tertulis di lauhul mahfudznya, sedangkan mantan pacarnya hanya pernah hadir sekedar singgah saja."

Fauzan lantas menyentuh pindah Zaki dan mengelusnya lembut. "Kamu memang Imam yang paling tepat untuk Fara, Zaki, saya sangat bersyukur putri saya satu-satunya jatuh di tangan kamu."

"Tapi apa tidak sebaiknya kamu segera membongkar saja pernikahan rahasia ini? Agar tidak ada siapapun lagi yang menganggu," usulnya karena khawatir akan kedepannya.

Zaki menggeleng pelan. "Tidak. Saat ini, Ara belum selesai dengan masalalunya, saya akan membiarkan cintanya habis dulu dan menunggunya lelah mengingat mantan pacarnya. Juga akan terus berusaha menyembuhkan traumanya."

"Jika dia sudah sembuh, barulah pernikahan rahasia ini akan saya bongkar, entah bagaimana reaksinya nanti."

Fauzan begitu terkesima oleh penuturan Zaki yang begitu tegar dan sangat sabar, padahal di depan matanya sendiri dia melihat istirnya di lamar pria lain.

Zaki masih mencoba tersenyum untuk menunjukkan bahwa dia baik-baik saja. Lalu mengingat padal tugasnya juga kedatangannya kesana untuk memberitahu.

"Oh iya, saya sampai lupa." Zaki melanjutkan. "Ayah, besok saya harus ke Bali untuk menjalankan tugas dari rektor, lalu lusa harus ke Surabaya bersama Hafiz untuk membantu mengurus pesantren milik kakaknya Abah disana."

TAKDIR RAHASIA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang