Chapter: 8

135 12 3
                                    





Meguro, Markas Blanc.

Di sepanjang lorong yang sempit dan temaram itu, setiap anggota yang berpapasan dengan Ichigo segera membungkuk hormat.

Seperti anak-anak yang tahu kapan harus tunduk dan dimana posisi mereka, mereka tak berani menatap terlalu lama. Aura Ichigo memancar begitu kuat— cukup membuat gemetar orang bodoh yang mencoba untuk menantangnya.

Langkahnya mantap, berirama, seolah setiap detik adalah pengingat akan kekuasaan yang dia genggam.

Punggungnya tegak, dagunya terangkat dengan angkuh, menegaskan dominasi yang tak terbantahkan. Bahkan bisikan-bisikan pelan dari anak buahnya di belakang tak mengganggu konsentrasinya; matanya tajam, fokus, dan tanpa ragu.

Setelah beberapa langkah, dia tiba di ujung lorong. Sebuah pintu besar dengan plakat "Blanc" tergantung sedikit miring di atasnya— Ceklek.

Pintu terbuka, memperlihatkan ruangan yang sedikit berantakan. Beberapa dokumen berserakan di meja, sementara di sudut ruangan, sebuah sofa panjang terlihat sangat nyaman, terlalu nyaman untuk tempat kerja.

Di atas sofa itu, duduk Yagami– tanpa atasan, otot-ototnya yang berkilauan oleh keringat terpampang jelas, seolah sengaja dipamerkan.

Dengan senyum setengah licik, Yagami mendongak, tatapannya intens. "Siang, ketua." sapa Yagami dengan suara rendah, hampir bergema di ruangan yang senyap.

Senyumnya menyeringai, mata mesumnya tak lepas dari Ichigo, menikmati kehadiran pemimpin mereka yang selalu memesona.

Ichigo hanya mengangkat satu alis, ekspresi datarnya menegaskan betapa ia hampir bosan dengan permainan Yagami yang tak ada habisnya.

Yagami memang selalu seperti ini, ia hanya berusaha memancing reaksi Ichigo untuk menghilangkan rasa bosannya.

Tanpa menanggapi lebih jauh, Ichigo melangkah ke mejanya yang berada di tengah ruangan, mengabaikan Yagami yang masih bersantai. Dia duduk di kursinya, meletakkan tubuhnya dengan tenang, seolah tak ada yang cukup penting untuk mengalihkan perhatiannya.

Yagami, yang sepertinya tak bisa diam, bersandar lebih dalam ke sofa, tubuhnya merentang santai, seolah mencoba mencuri perhatian Ichigo lebih lama lagi.

Suaranya kembali terdengar, serak dan menggoda, "Kebetulan sekali kau datang, ketua... aku butuh bantuanmu."

Ichigo mendesah kecil, memutar matanya dengan jelas. "Jangan berlebihan, Yagami." Gumamnya sinis, meski ada nada yang lebih lembut dari biasanya dalam suaranya.

Di sisi lain ruangan, Enma hanya bisa menggelengkan kepala. Dia sudah cukup sering mendengar godaan tak kenal lelah dari Yagami, dan seperti biasa, dia menahan dorongan untuk bangkit dan memukul kepala pria itu dengan benda terdekat.

Tapi hari ini, Enma merasa terlalu malas untuk meladeni pertengkaran bodoh. Terutama ketika di depannya, ada tumpukan kertas yang jauh lebih memusingkan.

"Ck, tidak asik." Yagami mencibir, menyisir rambutnya kebelakang.

Ichigo memutar matanya. "Kalau kau butuh bantuan, setidaknya jangan bersikap seperti orang bodoh."

Yagami hanya tertawa pelan, saat mendapatkan tanggapan di kini mulai menikmati setiap detik perhatian yang dia dapatkan.

"Ah, ketua~ aku tahu kau tidak bisa menolak kalau aku yang minta." Balasnya sambil mengedipkan matanya.

Di sudut lain, Enma yang sudah tidak tahan,  menghentakkan pulpennya ke meja dengan sedikit kekuatan, cukup untuk menarik perhatian keduanya.

"Bisakah kalian berdua berhenti sebentar?" Serunya dengan nada penuh frustrasi. "Aku sedang mencoba menyelesaikan urusan penting di sini."

Ichigo melirik ke arah Enma, lalu kembali menatap Yagami. "Kau dengar itu? Enma punya pekerjaan nyata, tidak seperti kau yang cuma bisa main-main."

"Hah? Kau sendiri, kerjanya cuma tidur dan malas malasan." Sembur Yagami dengan nada mengejek.

"Matamu!" Balas Ichigo ketus.

Yagami mendengus, bangkit dari sofanya dan mengenakan kaus yang tadi dia lempar asal di lantai. "Baiklah, baiklah. Aku tidak mau dipukul lagi karena berani mengganggu Enma." sebelum berjalan menuju meja Ichigo.

"Apa lagi?" Ichigo mengangkat alisnya saat Yagami malah mendekati nya.

Yagami berhenti sejenak, ekspresi mesumnya berangsur hilang, digantikan oleh wajah yang sedikit lebih tegas. "Ada gerakan dari gang lain. Sepertinya mereka berencana melakukan sesuatu."

"Aku bosan banget sama laporan itu, mereka mau apa sih? Gak ada kapok kapoknya mengusik kita?" Enma ikut nimbrung, dagunya bertumpu ditangan dengan bosan.

Yagami mengangkat bahunya, senyum geli terpatri, "Mereka minta dibantai dengan kejam sepertinya, hehe."

Ichigo memutar matanya, jengkel. "Gang mana lagi kali ini?"

"Perbatasan Utara. Mereka mulai mengumpulkan kekuatan, sepertinya mereka akan mencoba menyerang kita."

"Berapa banyak orang yang mereka punya?"

Yagami mengangkat bahu. Enma dengan sekejap langsung mencibir, "Dasar gak guna."

"Woi!" Yagami mengacungkan jari tengah nya dan menatap Enma dengan sinis.

Ichigo bersandar di kursinya, tidak mengindahkan sahabat nya yang terjebak dalam cekcok sekali lagi.

"Yah, yang pasti kita akan membuat mereka menyesal pernah berpikir bisa menantang Blanc."

Yagami menoleh, inilah pesona pemimpin mereka yang selalu ia dambakan, dia menyeringai senang.

"Aye aye, Captain."





n : sedang memikirkan genre yang tepat, ang ang ang.

stay tune ye! aku udh ada stok ampe ch.11 🥰 meski ngawur cemua.

Blanc || Tokyo Revengers x Male Reader Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang